17.9 C
New York
Thursday, May 9, 2024

Polemik Parkir Berbayar di UNPRI, Mahasiswa Minta Pendampingan Hukum ke LBH Medan dan KontraS

Medan, MISTAR.ID

Menyikapi penerapan parkir berbayar di Kampus Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Medan, sejumlah mahasiswa pun langsung konsolidasi serta menggelar diskusi. Terungkap dalam diskusi itu, banyak keluhan mahasiswa di samping masalah parkir berbayar, utamanya soal fasilitas kampus.

Setelah selesai konsolidasi, sebut Ria kepada Mistar, Jumat (30/6/23), dirinya bersama teman-temannya sepakat mengirimkan surat ke DPRD Sumut bagian Komisi Pendidikan.

“Namun, setelah dengan pertimbangan yang matang, sembari mengurus surat ke DPRD Sumut, kami menyepakati untuk membuat petisi dengan tujuan mendata mahasiswa yang kontra dengan kebijakan tersebut,” sebut Ria.

Baca juga: Parkir Berbayar Picu Aksi Demo Mahasiswa UNPRI Berujung Polemik Pemecatan dan Skorsing Mahasiswa

Keesokan harinya, Rabu (14/6/23), sambung Ria lagi, dirinya bersama para koordinator menggelar rapat untuk membuat surat dan petisi. Dalam proses itu, Ria tiba-tiba mendapat panggilan dari Ketua Yayasan Unpri lewat WhatsApp.

“Selagi mengerjakan itu, saya tiba-tiba mendapatkan panggilan melalui WhatsApp dari Ketua Yayasan Unpri, yaitu Prof. I Nyoman Ehrich Lister. Dalam telepon tersebut, saya mendapat ancaman akan diberikan surat pindah dari kampus dan ancaman DO apabila gerakan ini terus dilanjutkan,” ungkapnya.

Selepas komunikasi lewat telepon dengan Ketua Yayasan Unpri, dicetuskan Ria, dirinya langsung mendapat panggilan dari Sekretaris Prodinya untuk menghadap langsung.

Baca juga: Tak Terima Disebut Organisasi Terlarang, GMNI Kota Medan Laporkan Wakil Rektor III UNPRI

“Saya mendapat panggilan dari Sekretaris Prodi lewat WhatsApp yang meminta saya untuk menemui Dekan fakultas saya keesokan harinya. Beberapa koordinator yang lainnya juga mendapatkan panggilan dari pimpinan fakultasnya,” tambahnya.

Tak hanya itu, Ria mengaku juga mendapatkan surat panggilan orang tua yang langsung datang ke rumahnya. Lanjut Ria lagi, pada Kamis (15/6/23) seluruh koordinator fakultas termasuk dirinya pun menghadap Dekan.

“Ketika itu, saya diminta untuk menceritakan bagaimana awalnya hal ini bisa terjadi. Saya pun menceritakannya dengan jelas. Ada sekitar 2 jam lebih saya di dalam ruangan Dekan. Dalam pertemuan tersebut, saya menyaksikan bahwa Unpri tidak akan menghapus kebijakan tersebut,” imbuh Ria.

Baca juga: Soal Parkir Berbayar di Kampus UNPRI, Pengamat Pendidikan: Ada Prosedurnya

Intervensi Dekan Agar Batalkan Aksi Demo

Sontak saja, mengetahui hal itu, Ria langsung menginfokan teman-temannya yang di GMNI. Ria menyebut mendapat intervensi dari Dekannya dalam pertemuan tersebut.

“Saya disuruh Dekan membuat kalimat pernyataan untuk membatalkan gerakan aksi yang hendak kami laksanakan. Saya tidak diizinkan keluar ruangan sebelum mengirimkan pesan tersebut ke grup WhatsApp Aliansi Mahasiswa Unpri,” ungkapnya.

Ria pun menuruti Dekannya tersebut. Namun, alih-alih gerakan aksi dibatalkan, ternyata di area kampus telah ramai mahasiswa untuk melakukan demonstrasi.

Baca juga: Mahasiswa UNPRI Parkir Sembarangan di Luar Kampus, Warga Protes Akses Masuk Terganggu

“Kami diminta Dekan Fakultas Hukum untuk membubarkan diri, kami pun bubar. Saya dengan sebagian mahasiswa berkumpul di Sampul Cafe Literasi untuk berdiskusi terkait informasi yang saya terima selama bertemu dengan Dekan,” tutur Ria.

Selang beberapa jam, lanjut Ria lagi, sejumlah mahasiswa yang mengikuti aksi mendapat panggilan dari pihak kampus dengan ancaman di DO dari kampus.

“Karena itu koordinator aksi Fakultas Pertanian mengundurkan diri karena terancam di DO dan beasiswanya terancam dicabut. Kemudian tak lama setelah itu, rekan sepergerakan kami yang bernama Nebur Fine dipanggil pimpinan fakultasnya, yakni Fakultas Ekonomi,” lanjutnya lagi.

Baca juga: Tuntut Kebijakan Rektor UNPRI, Aksi Unjuk Rasa Mahasiswa dan GMNI Sempat Ricuh

Dalam panggilan tersebut, disebutkan Ria, ternyata temannya tersebut mendapatkan pemecatan secara lisan dari pimpinan fakultasnya. Adapun surat pemecatan, kata Ria, akan dikirimkan segera.

“Mendapati hal itu, Nebur Fine menangis dan langsung menemui kami yang sedang berdiskusi di Sampul Cafe Literasi untuk menyampaikan kabar tersebut,” jelas Ria.

Tentu saja, tegas Ria, dirinya dan temannya tidak terima setelah mendapatkan kabar tersebut. Kemudian, dirinya beserta teman-temannya menghubungi sejumlah awak media untuk meminta bantuan mempublikasikan gerakan aksi lanjutan, Selasa (20/6/23).

Baca juga: Mahasiswa Unpri Unjuk Rasa, Tolak Bayar Parkir di Kampus

Minta Perlindungan LBH Medan dan KontraS

“Pada Jumat (16/6/23) kami datang ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) untuk meminta bantuan pendampingan secara hukum. Kami pun disambut baik oleh LBH Medan dan KontraS,” ujarnya.

Setelah mengunjungi LBH Medan dan KontraS, Ria bersama teman-temannya memutuskan untuk berdiskusi di Sampul Cafe Literasi. Sesampainya di kafe tersebut, Ria mendapat surat undangan dari Admin Prodi Hukum tentang sanksi DO yang dijatuhkan kepada saya.

“Saya diminta datang ke ruangan Dekan keesokan harinya (17/6/23) untuk memenuhi undangan tersebut. Saya pun memenuhi undangan tersebut bersama wali saya dan didampingi pengacara dari LBH Medan. Dalam pertemuan itu, pihak kampus melalui Dekan Fakultas Hukum menyampaikan surat keputusan Rektor mengenai pemecatan secara tidak dengan hormat kepada saya,” terang Ria.

Baca juga: Selain Kolam Retensi, Dosen Unpri Sarankan Pemko Medan Buat Tanggul Atas Banjir

Tidak terima dengan keputusan Rektor yang dinilai sangat represif dan membungkam mahasiswa, aliansi mahasiswa yang tergabung dalam GMNI melakukan aksi lanjutan menuntut peniadaan parkir berbayar serta mencabut keputusan pemecatan dan skorsing kepada mahasiswa yang melakukan aksi, Selasa (20/6/23) lalu. (Deddy/hm21).

Related Articles

Latest Articles