Konflik Sosial di Belawan, Farid Wajdi Tekankan Pentingnya Resolusi Komprehensif


Founder Ethics of Care dan Anggota Komisi Yudisial periode 2015–2020, Farid Wajdi. (f: ist/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Bentrokan antar kelompok warga yang terus terjadi di Belawan, menjadi sorotan publik. Founder Ethics of Care, Farid Wajdi, menilai bahwa konflik yang terjadi bukan sekadar persoalan kriminalitas, tetapi berkaitan erat dengan persoalan sosial-ekonomi yang telah berlangsung lama.
“Ketidakadilan pembangunan menciptakan kondisi rawan konflik—sebuah ‘api dalam sekam’ yang bisa menyala kapan saja,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Mistar, Rabu (7/5/2025).
Menurutnya, persaingan antar kelompok warga yang berasal dari latar belakang etnis dan sosial berbeda menjadi pemicu utama konflik. Perselisihan tersebut kerap terjadi dalam konteks perebutan wilayah atau sumber daya.
Anggota Komisi Yudisial periode 2015–2020 itu menambahkan, kondisi sosial-ekonomi di kawasan itu, seperti tingginya pengangguran, minimnya akses pendidikan, serta terbatasnya fasilitas umum, turut memicu frustasi di kalangan pemuda.
Ia juga menyoroti lemahnya penegakan hukum dan pengawasan dari aparat keamanan. “Ketika pelaku tindak kekerasan tidak mendapatkan sanksi yang tegas, hal ini dapat menimbulkan rasa impunitas dan mendorong terjadinya kekerasan lebih lanjut,” ucapnya.
Penyebaran hoaks dan informasi provokatif di media sosial disebutnya sebagai faktor pemicu lanjutan. Keterlibatan kelompok luar yang memiliki kepentingan tertentu, juga terlibat dalam bentrokan.
Di sisi lain, ketimpangan pembangunan antara kawasan industri pelabuhan dan permukiman warga memperparah ketegangan sosial.
“Belawan adalah kawasan pelabuhan besar di Medan, Sumatera Utara, yang memiliki kepentingan strategis dalam sektor logistik dan ekonomi. Namun, daerah ini juga dikenal memiliki kawasan permukiman padat dan miskin,” tuturnya.
Solusi Penyelesaian Masalah
Untuk menyelesaikan persoalan ini, Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara itu, menyarankan serangkaian langkah komprehensif yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dan pemerintah.
Ia menekankan pentingnya pembentukan Tim Penyelesaian Konflik yang terdiri dari Pemko Medan, Forkopimcam (Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan), tokoh masyarakat, Polres Belawan, dan TNI. Tim ini akan bertugas memantau dan mengintervensi sejak dini di lokasi-lokasi rawan tawuran.
Dialog dan mediasi antara kelompok yang bertikai juga harus diperkuat. Pemerintah dan tokoh masyarakat harus aktif menjadi penengah agar tidak terjadi aksi balas dendam yang dapat mengganggu keamanan.
“Mediasi dan pendekatan sosial bersifat keniscayaan untuk mencegah dan mitigasi awal agar skala konflik tidak meluas,” ujar Farid.
Ia juga mengusulkan patroli rutin oleh aparat, pendirian pos keamanan di pemukiman, serta pemberdayaan ekonomi dan pendidikan bagi pemuda.
“Salah satunya dengan memberikan pelatihan dan bantuan modal kepada anak muda yang terlibat dalam tawuran, serta mendorong mereka untuk menekuni dunia usaha dan mengurangi ketergantungan pada narkoba,” ucapnya.
Ia menekankan agar pemerintah melibatkan warga Belawan secara aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif. Dukungan dari warga dinilai sangat penting dalam menciptakan suasana kondusif dan mencegah terjadinya bentrokan.
Keadilan pembangunan di Belawan, kata Farid, juga penting untuk mengatasi ketimpangan yang menjadi akar permasalahan.
“Belawan sebagai kawasan pelabuhan utama di Kota Medan, menghadapi berbagai masalah sosial seperti kemiskinan, ketimpangan ekonomi, dan marginalisasi masyarakat lokal oleh pembangunan yang tidak inklusif,” katanya. (susan/hm24)
NEXT ARTICLE
DPRD Sumut Dukung Penerapan Sistem Domisili PPDB