24.5 C
New York
Friday, May 3, 2024

Kebutuhan ABK Tunanetra Belum Terpenuhi untuk Kuliah di PT

Medan, MISTAR.ID

Kepala Bidang Pendidikan Khusus (Kabid PK) Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Elisabeth Simanjuntak, berbicara tentang tantangan inklusi pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

Meski upaya perbaikan sarana dan prasarana di tiap SLB di Sumut telah dimulai sejak tahun 2021, masih terdapat banyak kekurangan yang perlu diperhatikan.

Elisabeth menyoroti khususnya kebutuhan anak tunanetra yang belum terpenuhi untuk bisa berkuliah di 5 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Sumut. Masalahnya bukan hanya terletak pada fasilitas, tetapi juga pada kurangnya kesiapan sekolah inklusi dalam menghadapi keberagaman anak-anak berkebutuhan khusus.

Baca juga:Keterbatasan Anggaran Hingga Tempat Tinggal Kendala bagi Mahasiswa Berkebutuhan Khusus di Sumut

“Sekolah inklusi belum sepenuhnya siap menerima anak difabel, sebagai contoh anak tunanetra, terutama dalam hal alat dan fasilitas. Guru-guru reguler di sekolah inklusi juga masih belum siap dalam menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus,” ungkapnya, pada Rabu (24/1/24).

Menurutnya, ada kendala dalam pemahaman dan persiapan guru reguler yang akan berinteraksi dengan anak-anak tersebut. Karena itu, ia memberikan saran bagi calon siswa berkebutuhan khusus dan orang tuanya untuk memilih sekolah inklusi yang benar-benar siap dalam memberikan pendidikan setara.

“Sekolah dan anak-anak perlu bersiap secara bersamaan. Pemilihan sekolah inklusi harus diperhatikan dengan baik untuk memastikan bahwa lingkungan pendidikan dapat memberikan dukungan maksimal,” tambah Elisabeth.

Baca juga:SDM Terbatas, Wali Kota Siantar Dorong ASN Kuliah S2 dan S3

Walaupun masih ada kendala, upaya terus dilakukan agar inklusi pendidikan dapat berjalan lebih efektif, memastikan hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Berbicara tentang tantangan inklusi pendidikan, Elisabeth menjelaskan, banyak sekolah inklusi yang belum siap menerima anak berkebutuhan khusus karena masih minimnya pemahaman dan persiapan guru reguler. Meskipun demikian, upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan terus dilakukan.

“Saat ini, banyak sekolah inklusi yang takut menolak agar tidak dianggap melanggar hak asasi manusia. Namun, penting untuk memastikan bahwa sekolah tersebut benar-benar siap dalam memberikan pendidikan setara bagi anak-anak berkebutuhan khusus,” jelasnya.

Baca juga:Wisuda USI, LLDIKTI Sarankan Buka Perkuliahan Gelar Doktor

Dia menyoroti peran penting guru pendamping yang mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran. Meski masih ada kendala terkait pemberian honor untuk guru pendamping, langkah-langkah sedang diupayakan untuk mengatasi masalah tersebut.

Elisabeth memberikan nasihat kepada para orang tua dan calon siswa berkebutuhan khusus agar memilih sekolah inklusi yang benar-benar siap dan mampu memberikan dukungan maksimal. Pemilihan sekolah yang tepat diharapkan dapat memberikan lingkungan belajar yang kondusif dan setara bagi semua siswa.

“Meskipun tantangan masih ada, kita terus berusaha agar inklusi pendidikan dapat berjalan lebih efektif. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak, dan bersama-sama kita upayakan agar hak tersebut terpenuhi,” tutupnya. (hutajulu/hm16)

Related Articles

Latest Articles