Kasus Korupsi UINSU, Mantan Pemain Timnas Ngaku Tak Tahu Apa-apa
![journalist-avatar-top](/_next/image?url=%2Fimages%2Fdefault-avatar.png&w=64&q=75)
![kasus_korupsi_uinsu_mantan_pemain_timnas_ngaku_tak_tahu_apaapa](/_next/image?url=https%3A%2F%2Ffiles-manager.mistar.id%2Fuploads%2FMISTAR%2F19-02-2025%2Fkasus_korupsi_uinsu_mantan_pemain_timnas_ngaku_tak_tahu_apaapa_2025-02-19_21-49-23_879.jpg&w=1920&q=75)
Mantan pemain Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-20, Irfan Raditya, saat menjalani sidang pemeriksaan terdakwa. (f:deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Mantan pemain Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-20, Irfan Raditya (36), mengaku tidak tahu apa-apa terkait kasus korupsi pembangunan gapura Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Tuntungan tahun 2020 yang menjerat dirinya.
Hal tersebut diakui Irfan ketika diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp365.349.161 (Rp365 juta) itu.
"Saya enggak tahu apa-apa, tiba-tiba saya diajak Branzinno Nichollo untuk menandatangani sebagai Wakil Direktur (Wadir) CV Qasrina," katanya di Ruang Sidang Cakra 8 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, pada Rabu (19/2/25).
Pemain Timnas U-20 tahun 2005 pada era kepelatihan Piter White dan Alhadad itu mengatakan bahwa sebelumnya dirinya tak pernah terjun ke dunia proyek. Sebab, Irfan hanya fokus dengan karirnya sebagai pemain sebak bola profesional.
"Kalau seingat saya kalau tidak salah bulan 4 tahun 2020 jadi Wadir CV Qasrina. Saya cuma ditunjuk untuk menjadi wadir. Sebelumnya saya tidak pernah jadi direktur di mana pun," ucapnya.
Sebelum akhirnya ditunjuk menjadi Wadir CV Qasrina, mantan pemain Arema Indonesia (sekarang Arema FC) dan PSDS Deli Serdang ini juga mengaku bahwa dirinya sempat bekerja sebagai ojek online.
"Setelah pensiun dari sepak bola karena cedera, saya menjadi ojek online di sekeliling Kota Medan. Jadi di situlah saya bekerja sebagai tukang suruh di proyek ini," ujar Irfan.
Lebih lanjut, Irfan pun menjelaskan pekerjaan yang dikerjakannya dalam proyek ini. Kata dia, dirinya hanya disuruh untuk mengawasi dan melihat kerja para tukang.
"Sebagai pengawas tukang. Menceklis para tukang yang masuk kerja dan yang enggak masuk kerja," ucapnya.
Irfan pun mengungkapkan bahwa dirinya hanya menerima gaji sebesar Rp600 ribu setiap pekannya. Di hadapan majelis hakim, dia pun mengaku menyesali perbuatan yang telah dilakukannya.
"Setiap Sabtu sore menerima gaji. Terima Rp600 ribu sampai selesai proyek selama 3 bulan sekitar Rp7,2 juta," ujarnya.
Setelah memeriksa terdakwa, majelis hakim yang diketuai Sarma Siregar menunda dan akan kembali membuka persidangan, pada Rabu (26/2/25), dengan agenda pemeriksaan saksi yang menguntungkan terdakwa. (deddy/hm27)