Dua Terdakwa Kasus Korupsi di BNI Medan Divonis Bebas, Jaksa Ajukan Kasasi


Terdakwa Fernando HP Munthe (kiri) dan terdakwa Tan Andyono (kanan) saat menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Medan. (f: deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan upaya hukum kasasi atas vonis bebasnya dua terdakwa kasus korupsi fasilitas kredit dari PT Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Medan kepada kepada PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU).
Kedua terdakwa tersebut ialah Fernando HP Munthe selaku eks Pegawai Sementara (Pgs) Senior Relationship Manager (SRM) PT BNI Sentra Kredit Menengah (SKM) Medan ,dan Tan Andyono selaku Direktur PJLU.
"Iya, kita kasasi," kata JPU pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut), Putri Marlina Sari, saat dihubungi Mistar melalui sambungan seluler, Selasa (8/4/2025).
Ketika ditanya apa alasannya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, Putri enggan menjelaskan. Ia meminta supaya hal tersebut ditanyakan kepada Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sumut.
"Kalau detail (alasannya) tanya ke humas kita, ya. Saya takut salah jawab," katanya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Sumut, Adre Ginting, menerangkan bahwa pihaknya mengajukan kasasi karena putusan hakim tidak sesuai dengan tuntutan jaksa. "Sesuai dengan fakta persidangan yang telah disampaikan tim JPU pada tuntutan merasa putusan belum sesuai, sehingga dilakukan upaya hukum (kasasi)," ucapnya.
Meski demikian, Adre mengatakan, pihaknya tetap menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan. "Dari penyampain tim JPU, dilakukan upaya hukum (kasasi). (JPU) tetap pada tuntutan. Kita hormati putusan hakim," tuturnya.
Diketahui, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Medan yang diketuai Sulhanuddin menyatakan Fernando dan Andyono tidak terbukti bersalah melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp17,7 miliar sebagaimana dakwaan JPU.
Sehingga, dalam amar putusan yang dibacakan pada Rabu (26/3/2025) lalu, hakim memvonis bebas para terdakwa. Hakim menilai para terdakwa tidak terbukti melanggar dakwaan primer serta subsider JPU.
Dakwaan primer yang dimaksud, yaitu Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan dakwaan subsider JPU, yakni Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Putusan hakim sangat bertolak belakang dengan tuntutan JPU yang menuntut Fernando empat tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Sedangkan Andyono dituntut tujuh tahun dan enam bulan (7,5 tahun) penjara, serta denda senilai Rp750 juta subsider tiga bulan kurungan.
Di samping itu, Andyono juga dituntut membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara yang telah dinikmatinya sebanyak Rp9,5 miliar.
Jumlah tersebut merupakan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan. Untuk UP yang ditambah kepada Tan Andyono adalah sejumlah utang pokok yang tidak dibayarkan oleh Tan Andyono sebesar Rp17,7 miliar dikurangkan dengan biaya taksasi PT PJLU yang masih berada dalam penguasaan BNI sebesar Rp8,2 miliar. Sehingga, jumlahnya sebesar Rp9,5 miliar.
Dengan ketentuan apabila paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah Andyono tidak membayar UP, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut.
Namun, dalam hal Andyono tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar UP, maka dihukum dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan (3,5 tahun).
Keduanya dinilai telah memenuhi unsur melakukan korupsi sebagaimana dakwaan subsider, yakni Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (deddy/hm24)