22.2 C
New York
Monday, April 29, 2024

Sidang Perkara Korupsi Rp39,5 M BTN Medan, JPU Tolak Eksepsi Terdakwa Elviera

Medan, MISTAR.ID

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak eksepsi yang diajukan oleh tim Penasehat Hukum (PH) Elviera, oknum notaris yang menjadi terdakwa dalam perkara korupsi kredit macet Rp39,5 miliar di Bank Tabungan Negara (BTN) Medan. Tanggapan jaksa atas eksepsi terdakwa disampaikan dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (22/6/22).

“Bahwa penasehat hukum salah memahami objek perkara a quo, karena objek perkara a quo tidak sama dengan objek perkara perdata yang disampaikan penasihat hukum. Dan dalam perkara a quo tidak ada hak perdata yang perlu diputus terlebih dahulu sehingga tidak relevan Penasihat Hukum menjadikan Perma No 1 Tahun 1956 dan asas ultimum remedium sebagai dasar menyatakan Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili,” ucap JPU Harleny SH dari Kejati Sumut membacakan tanggapan di persidangan.

Baca Juga:Notaris Elviera Terdakwa Pertama Perkara Korupsi Rp39,5 M di Bank BTN Medan Ajukan Eksepsi

Selain itu, JPU juga berpendapat bahwa perbuatan terdakwa bukanlah perbuatan perdata sebagaimana yang dikatakan dalam eksepsi terdakwa. JPU beralasan bahwa karena perbuatan terdakwa bukanlah sekadar perbuatan membuat Akta Perjanjian dan covernote. “Karena dalam Akta Perjanjian dan covernote tersebut ada hal yang dicantumkan padahal hal tersebut menyalahi ketentutan serta tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya,” terang JPU Harleny.

JPU juga mengatakan bahwa alasan terdakwa melakukan perbuatan pidana serta keharusan mendakwakan pelaku bukanlah acuan menyatakan dakwaan Penuntut Umum obscuur libel (dakwaan tidak jelas dan kabur) sesuai Pasal 143 ayat (2) Kuhap. “Bahwa justru dengan menggabungkan peran berbeda pelaku dalam satu dakwaan maka dakwaan akan menjadi kabur,” ungkapnya.

Baca Juga:Terdakwa Korupsi KMK Rp39,5 M di BTN Medan Menangis, Minta Hakim Batalkan Dakwaan

Dan terakhir, JPU menegaskan bahwa berdasarkan Putusan MK No. 62/PUU-XI/2013 maka keuangan BUMN dan BUMD merupakan bagian dari keuangan negara dan pemisahan kekayaan negara yakni perusahaan negara atau daerah, tidak berakibat pada peralihan hak dari negara kepada BUMN/BUMD tersebut. Usai mendengar tanggapan jaksa, lalu majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan menunda sidang hingga tanggal 27 Juni 2022 dengan agenda pembacaan putusan sela.

Seperti diketahui, dalam surat dakwaan disebutkan terdakwa El selaku Notaris/PPAT sudah bekerja sama dengan PT BTN Kantor Cabang Medan berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama Nomor : 00640/Mdn.I/LA/III/2011 tanggal 11 Maret 2011 lalu diperpanjang lagi dengan Perjanjian Kerjasama Nomor: 20/PKS/MDN/II/2014 tanggal 25 Februari 2014.

Dalam kerja sama itu, terdakwa memberi bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan yang tidak sesuai dengan keadaan dan kondisi sebenarnya kepada Ferry Sonefille selaku Pimpinan Cabang BTN Medan, R Dewo Pratoli Adji selaku Pejabat Kredit Komersial dan Aditya Nugroho selaku Analisa Kredit Komersial dalam memberikan kredit kepada PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) dengan direkturnya Canakya Suman. “Perbuatan terdakwa bertentangan dengan Surat Edaran Direksi PT BTN (Persero) Tbk Nomor:18/DIR/CMO/2011 tanggal 24 Mei 2011,” ujar JPU.

Baca Juga:Perkara Dugaan Korupsi Rp39,5 M di BTN Medan Disidangkan Mulai 13 Juni 2022

JPU menjelaskan terdakwa Elviera membuat Akta Perjanjian Kredit No 158 tanggal 27 Februari 2014 antara PT BTN Kantor Cabang Medan selaku kreditur dan PT KAYA selaku debitur, yang mencantumkan 93 agunan berupa SHGB atas nama PT ACR.

“Di mana 79 SHGB di antaranya masih terikat hak tanggungan di Bank Sumut Cabang Tembung dan belum ada pelunasan; membuat surat keterangan/covernote Nomor: 74/EA/Not/DS/II/2014 tanggal 27 Februari 2014 yang menerangkan bahwa seolah-olah terdakwa sudah menerima seluruh persyaratan untuk balik nama 93 SHGB, sehingga dapat dibaliknama dari PT ACR ke PT KAYA yang mengakibatkan pencairan kredit modal kerja konstruksi kredit yasa griya (KMK-KYG) dari PT BTN Kantor Cabang Medan kepada PT KAYA dapat dilakukan,” terangnya.

Perbuatan terdakwa dinilai telah  memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya yaitu PT KAYA yang Direkturnya Canakya Suman sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp39.500.000.000.

Baca Juga:Mantan Bupati Rapidin Simbolon jadi Saksi Korupsi Dana Covid-19 Samosir

Jaksa mendakwa terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sementara Tommy Sinulingga didampingi Andi Tarigan selaku Penasehat Hukum (PH) terdakwa mengaku mengajukan eksepsi karena banyak kejanggalan yang ditemukan dalam perkara itu. “Keberadaan notaris adanya di akhir penjanjian mereka. Karena sudah adanya persetujuan para pihak antara BTN dan Developer (PT KAYA) barulah masuk ke notaris yang menuangkan perjanjian tersebut berdasarkan persetujuan para pihak tersebut,” ucap Tommy.

Tommy menegaskan, bahwa suatu bank pasti menerapkan prinsip kehati-hatian. Artinya ketika sudah ada persetujuan dari pihak bank dan developer, maka prinsip kehati-hatian tersebut dianggap telah memenuhi syarat. “Notaris kan hanya membuat apa yang disetujukan oleh para pihak membuat perjanjian kerja. Terdakwa dalam hal ini membuat perjanjian kerja setelah sudah ada persetujuan dari para pihak. Bagaimana mungkin kami atau klien kami disangkakan melakukan tindak pidana korupsi, padahal SOP mereka yang salah,” tegas Tommy.

Baca Juga:

Selain itu, Tommy juga merasa janggal dengan sidang perdana tersebut. Seharusnya bukan terdakwa El yang lebih dulu disidangkan ke pengadilan. Karena status kliennya tersebut adalah notaris, pejabat yang diberi kewenangan oleh UU membuat akta setelah para pihak yang memintakan dirinya membuat akta, setuju dengan konsep perjanjian tersebut.

“Kami ini hanya sebagai pendukung saja, yakni sebagai notaris. Membuatkan perjanjian kerja. Mengapa klien kami yang disidangkan pertama, bukan pelaku utamanya, artinya Developer atau pihak banknya terlebih dahulu,” terangnya.

Selain Elviera, penyidik pidsus Kejati Sumut telah menetapkan 5 tersangka lainnya yakni Canakya Suman (Direktur PT KAYA) selaku pihak penerima kredit, Ferry Sonefille selaku Pimpinan Cabang/ Branch Manager PT BTN Cabang Medan, IR Agus Fajariyanto MM selaku Wakil Pimpinan Cabang/ Deputy Branch Manager PT BTN Cabang Medan, R Dewo Pratolo Adji selaku Pejabat Kredit Komersil/ (Head Commercial Lending Unit) PT BTN Cabang Medan dan Aditya Nugroho selaku Analis Kredit Komersial PT BTN Cabang Medan.

Dari keenam tersangka itu, ada empat yang belum dilakukan penahanan. Sedangkan tersangka Canakya Suman saat ini sedang menjalani masa hukuman pada perkara yang berbeda.(iskandar/hm15)

Related Articles

Latest Articles