14.3 C
New York
Tuesday, April 30, 2024

Cerita Perempuan Asal Australia Hidup Tanpa Vagina

MISTAR.ID

Seorang perempuan asal Australia, Ally Hensley diketahui hidup tanpa vagina. Kondisi ini merupakan tantangan yang besar dalam hidupnya.

Ally menghadapi kondisi ini saat masih remaja, ketika dokter menyatakan bahwa ia tidak memiliki vagina. Kondisi langka yang dialami Ally disebut sebagai sindrom mayer-rokitansky-kuster-hauser (MRKH), yang mempengaruhi sekitar satu dari 5 ribu perempuan di seluruh dunia dengan tingkat keparahan yang beragam.

Selain tidak memiliki vagina, Ally juga didiagnosis tidak memiliki rahim dan leher rahim, sehingga ia tidak memiliki kemungkinan untuk hamil dan memiliki anak sepanjang hidupnya. Ini adalah kenyataan yang sulit untuk diterima, dan ia merasa kepercayaan dirinya hancur akibat kelainan ini.

Meskipi tidak memiliki vagina, Ally lahir dengan hormon estrogen khas perempuan, sehingga ia tetap memiliki payudara dan pinggul. Orang-orang di sekitarnya tidak pernah mengetahui bahwa ia memiliki kelainan ini.

Baca juga: Lima Efek Buruk Jika Suami Istri Doyan Berhubungan Seks

Untuk menghadapi tantangan ini, Ally memutuskan untuk membuat vagina sendiri. Dokter memberinya dua pilihan, yaitu melalui operasi atau pelebaran area bawahnya dengan alat yang disebut dilator. Ally memilih untuk melakukan pelebaran vagina.

“Proses ini memerlukan waktu berbulan-bulan dan dedikasi yang tinggi,” tulis Ally dalam akun Instagramnya, Jumat (10/11/23).

Meskipun sudah memiliki vagina buatan, Ally tidak serta-merta menerima dirinya. Dibutuhkan hampir 25 tahun bagi Ally untuk akhirnya merasa bangga dengan dirinya dan tidak lagi malu dengan kondisinya.

Sekarang, ia telah berani untuk berbagi cerita tentang kondisi medisnya di media sosial, dan ia sangat bersyukur mendapatkan banyak tanggapan positif dari netizen.

Baca juga: Empat Persoalan Kesehatan Masyarakat Ini Jadi Fokus Dinkes Sumut

Ini mendorongnya untuk membantu dan mendukung perempuan lain yang mungkin mengalami perasaan malu terkait kondisi medis mereka, sehingga mereka dapat merasa sebagai perempuan yang normal.

“Menjadi seorang perempuan tidak hanya bergantung pada bagian fisik atau anatomi reproduksi, Kita harus mencintai tubuh kita apa adanya,” tambahnya. (mtr/hm20)

Related Articles

Latest Articles