5.8 C
New York
Friday, April 26, 2024

Iran Diduga Punya Senjata Nuklir, Negara-negara Arab Rapatkan Barisan

Abu Dhabi, MISTAR.ID

Negara-negara di kawasan Teluk Arab mulai merapatkan barisan usai muncul dugaan Iran membuat senjata nuklir. Negara-negara di kawasan Arab ini menyatakan akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan kawasan.

Dilansir Reuters, Senin (12/12/22), Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al-Saud menyatakan negara-negara Teluk Arab akan mengambil tindakan untuk menjamin keamanan jika Iran berhasil mendapatkan senjata nuklir. Pangeran Faisal mengakui situasi akan tidak menentu jika Teheran memiliki senjata nuklir.

Pembicaraan tidak langsung antara Iran dan Amerika Serikat (AS) untuk menyelamatkan pakta nuklir tahun 2015 antara negara-negara kekuatan global dan Teheran, diketahui terhenti sejak September lalu.

Baca Juga:Kepala Nuklir PBB Sebut Hubungan dengan Iran Harus Dikembalikan ke Jalurnya

AS diketahui keluar dari pakta nuklir itu tahun 2018 lalu. Sementara itu, Kepala nuklir Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) juga telah menyuarakan kekhawatiran atas pengumuman terbaru Iran soal meningkatkan kapasitas pengayaan uranium.

“Jika Iran mendapatkan senjata nuklir operasional, semua pertaruhan dibatalkan,” ucap Pangeran Faisal saat ditanya soal skenario tersebut ketika menghadiri Konferensi Kebijakan Dunia di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

Dia menggunakan idiom yang berarti ‘situasinya tidak menentu dan tidak bisa diprediksi’ jika Iran benar-benar memiliki senjata nuklir.

Baca Juga:Menlu Abdollahian: Iran Harus Peroleh Keuntungan Ekonomi dari Kesepakatan Nuklirnya

“Kita berada dalam situasi sangat berbahaya di kawasan ini. Anda bisa memperkirakan bahwa negara-negara kawasan tentu akan melihat ke arah bagaimana mereka bisa menjamin keamanan mereka sendiri,” ucap Pangeran Faisal.

Pembicaraan nuklir itu terhenti dan negara-negara Barat menuduh Iran mengajukan tuntutan yang tidak masuk akal. Beberapa waktu terakhir, fokus juga teralihkan kepada perang Rusia-Ukraina dan kerusuhan domestik di Iran yang dipicu kematian seorang wanita muda bernama Mahsa Amini.

Meskipun Riyadh tetap ‘skeptis’ soal kesepakatan nuklir Iran, Pangeran Faisal menyatakan negaranya mendukung upaya-upaya menghidupkan kembali pakta itu ‘dengan syarat bahwa itu menjadi titik awal, bukan titik akhir’ untuk kesepakatan yang lebih kuat dengan Teheran.

Baca Juga:PM Israel Sebut Iran Bohong Soal Program Nuklirnya

Negara-negara Teluk Arab yang didominasi Sunni telah mendesak agar ada perjanjian yang lebih kuat untuk mengatasi kekhawatiran soal program rudal dan drone Iran. Mereka juga mendesak perjanjian lebih kuat terkait jaringan proxy global Iran yang didominasi Syiah.

“Sayangnya, tanda-tandanya sekarang tidak terlalu positif,” sebut Pangeran Faisal.

“Kami mendengar dari warga Iran bahwa mereka tidak tertarik pada program senjata nuklir, akan sangat menenangkan untuk mempercayai itu. Kami memerlukan lebih banyak jaminan pada level tersebut,” ucap Pangeran Faisal.

Baca Juga:Iran Perkaya Bahan Bakar Nuklir Hingga 20 Persen

Sementara itu, Iran menegaskan teknologi nuklirnya semata-mata untuk tujuan sipil. Iran telah mulai memproduksi uranium yang diperkaya hingga 60 persen di fasilitas nuklir bawah tanah di Fordo. Fasilitas tersebut telah dibuka kembali pada 2019 di tengah gagalnya perjanjian nuklir Iran dengan negara-negara besar.

“Iran telah mulai memproduksi uranium yang diperkaya hingga 60 persen di pembangkit Fordo untuk pertama kalinya,” demikian laporan kantor berita Iran, ISNA, seperti dilansir AFP, Selasa (22/11/22) lalu.

Sebagai informasi, bom atom membutuhkan pengayaan uranium hingga 90 persen. Jadi, 60 persen merupakan langkah signifikan menuju pengayaan tingkat senjata. Selama ini otoritas Iran selalu membantah berambisi untuk mengembangkan bom atom dan bersikeras kegiatan nuklirnya hanya untuk tujuan sipil. (detik/hm14)

Related Articles

Latest Articles