22.2 C
New York
Monday, April 29, 2024

Mebilangro Harus Punya ‘Kartu AS’, Orangutan Sumut di Langkat Satu-satunya Ekowisata Dunia

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Potrensi wisata di Sumatera Utara tak kalah menariknya dari negara-negara yang sektor pariwisatanya maju pesat. Hanya saja, segenap elemen terkait harus lebih bersinergi untuk mengelolanya menjadi lebih baik.

Pengamat pariwisata Indonesia, Ir.Jonathan I Tarigan mengatakan hal itu lewat jawaban tertulisnya di WhatsApp yang diterima wartawan mistar.id, baru lalu.

Dikatakannya, Sumatera untuk Sumatera Utara dalam upaya pengembangan kepariwisataan Medan-Binjai-Langkat-Deliserdang-Karo (Mebilangro) harus memiliki “kartu AS” yang handal, yaitu, A (atraksi atau dayatarik) wisata yang dapat diunggulkan dan S (sumberdaya manusia pariwisata).

Masing-masing daerah, kata dia lagi, harus menetapkan daya tarik wisata unggulannya sebagai lokomotif pariwisata yang menarik gerbong-gerbong dayatarik wisata lainnya.

Baca Juga: Kaldera Toba Resmi Jadi UNESCO Global Geopark

“Kabupaten Langkat misalnya, bisa mengandalkan ekowisata komunitas orang utan (pongo abelii, -red) dalam lingkup hutan hujan tropis di bahagian selatan Langkat di kawasan Bukit Lawang dan sekitarnya,” papar Jonathan Tarigan.

Pengamat pariwisata yang juga pakar geologi itu, menambahkan, adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa ekowisata orangutan yang ada di Kabupaten Langkat merupakan sesuatu yang unik, otentik dan eksotik utamanya bagi wisatawan mancanegara Eropa.

“Ekowisata orangutan di Langkat ini besar kemungkinan tiada duanya di dunia, mengingat wisata dengan dayatarik yang begitu kuat dari orangutan tidak ditemukan di tempat lain di dunia ini, tidak juga di hutan hujan tropis Amazon ataupun di kawasan wisata hewan liar Afrika,” sambung Jonathan.

Baca Juga: Revitalisasi Pariwisata KSPN Toba, Bercermin dari Wisata Danau-danau Eropa

Untuk itu, menurutnya, perlu kerja gigih pemandu wisata di Langkat dan kondusifnya masyarakat wisata setempat, sehingga ke depannya peran wisatawan mancanegara dengan sendirinya menempatkan Kabupaten Langkat menjadi destinasi ekowisata bagi wisatawan mancanegara yang mendunia, sangat disukai, per-spot bahkan bisa menyamai ekowisata kelas dunia Costa Rica.

“Di Sumut, jumlah kunjungan wisman ranking atas tampaknya ditempati oleh Kabupaten Langkat. Populernya ekowisata orangutan ini, akan memberi dampak positif terhadap objek-objek wisata lainnya yang terdapat di Kabupaten Langkat,” ujarnya.

Dia juga mencermati engan munculnya pembangunan objek-objek wisata di kawasan Pamah Simelir, Telaga dan lain-lain. Hanya saja, sarannya, perkembangan dan pengembangan wisata ini harus dikendalikan agar tidak menjadi bumerang bagi kemunduran kepariwisataan di Langkat.

Baca Juga: Jokowi Ingin Danau Toba Mendunia

Gerakannya, kata dia, harus dihindari terjadinya kawasan pariwisata yang kumuh, kondisi tidak aman dan tidak nyaman.

Karena, sebuah kawasan wisata memiliki batas kapasitas atau dayadukungnya. Potensi-potensi wisata alam lainnya berupa wisata berbasis air (air terjun-air terjun yang indah, sungai-sungai dengan air membiru sejuk sebening kristal) banyak terdapat di Langkat.

“Wisata bahari dan pantai, ekowisata mangrove juga perlu digarap secara seksama berbasis perencanaan agar pembangunan kepariwisataan terarah dan terkendali. Binjai dapat mengembangkan wisata perkotaan dan kuliner bahkan dapat berpadu secara sinergi mengembangkan wisata kuliner dengan Kabupaten Langkat,” harapnya.

Oleh karena itu, dalam konteks pengembangan kepariwisataan dalam lingkup Mebilangro, dia sangat mendukung apa yang direncanakan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi untuk membangun infrastruktur (aksesibilitas) sebagaimana disampaikan di acara pembukaan festival bunga dan buah di Karo dalam lingkup kawasan Mebidangro.

Semula kata Jonathan, konsepnya adalah Mebidang dalam konteks pembenahan infrastruktur dan drainase perkotaan, utamanya Medan. Tapi dalam konteks kepariwisataan karena gugus-gugus objek wisatanya pada dasarnya saling sambung, tidak salah diperluas hingga ke Langkat agar pembangunan kepariwisataan jadi Mebilangro, bersifat terpadu dan holistik. Dengan begitu, gugus-gugus objek wisata di kawasan Mebilangro dapat terhubung.

“Kita apresiasi niat dan rencana baik dari Gubsu Bapak Edhy Rahmayadi. Infrastruktur lintas kabupaten untuk menggerakkan perekonomian termasuk ekonomi pariwisata memang seyogianyalah menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi Sumatera Utara,” ujarnya.

Selanjutnya, akses ke objek objek wisata dan amenitas (fasilitas pariwisata ) menjadi tanggung jawab dari pemerintah kabupaten masing-masing yang ada di lingkup kepariwisataan Mebilangro.

“Agar tujuan utama mensejahterakan masyarakat lewat kepariwisataan dapat terwujud, maka sejak dalam perencanaan pengembangan pariwisata Mebilangro peran aktif masyarakat harus lah diutamakan, agar terbentuk masyarakat pariwisata dari kawasan pariwisata itu,” tandasnya.

Dia mencontohkan, masyarakat pariwisata seperti di Bali misalnya, tidak terbentuk dengan sendirinya dan dalam waktu instan. Masyarakat pariwisata itu memang harus dibentuk dan dibangun. Masyarakat pariwisata, utamanya di kawasan pariwisata Mebilangro memang harus dibentuk dan dibangun secara terencana dan berkelanjutan, tidak boleh asal-asalan atau sekedar  “kerja lepas rodi” dari para stake holder kepariwisataan.

Hal yang harus dilakukan, menurut Jonathan Tarigan, langkah pertama, membangun masyarakat pariwisata dengan mencanangkan bahwa pembangunan masyarakat pariwisata di kawasan termaksud adalah untuk mensejahterakan masyarakat.

Selanjutnya, berikan pemahaman dan penyadaran sadar wisata, pembentukan kelompok-kelompok sadar wisata (pokdarwis), memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan kepariwisataan, seperti pelatihan pemandu wisata, pelatihan kuliner, pelatihan cindera mata, pelatihan mengelola objek wisata dan sebagainya.

“Pembentukan masyarakat pariwisata ini, harus dilakukan oleh stake holder kepariwisataan secara berkelanjutan, sehingga terbentuk masyarakat pariwisata yang mandiri,” pungkas Jonathan.

“Peluang ekonomi dari destinasi wisata haruslah diberikan untuk dikelola sepenuhnya oleh masyarakat pariwisata setempat, sehingga merekalah yang akan memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari kepariwisataan di destinasi wisata itu,” sambugnya.

Dia memberi contoh yang paling mengesankan, dimana masyarakat setempat mengelola sepenuhnya dan mendapat manfaat sebesar-besarnya dari kepariwisataan, dapat dicermati pada destinasi wisata Kilim Geoforest Park di Langkawi Malaysia yang diwariskan Dr Mahathir Muhammad.(maris/hm02)

 

Related Articles

Latest Articles