19.1 C
New York
Monday, April 29, 2024

Pandemi, Pelaku UMKM Banting Stir Hingga Hidup Pas-pasan Tetap Berjuang

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Tak bisa dipungkiri, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sangat terdampak pandemi corona. Selain mengakibatkan mandegnya berbagai bidang usaha, hingga terancam gulung tikar.

Penerapan protokol kesehatan yang gencar dilakukan pemerintah, juga berdampak langsung bagi pendapatan mereka. Terutama warga yang menggantungkan hidupnya dari gaji atau pendapat harian seperti penjual bakso, penjual cilok keliling, pedagang pasar, penjual kue basah, pengojek dan lain sebagainya.

Juki, pedagang cilok keliling ini berasal dari Perdagangan, datang ke Siantar untuk mengadu nasib berjualan cilok sejak tahun 2019. Katanya, selama ini dia sanggup mengirim uang ke keluarga di kampung, tapi sejak pandemi ini jumlah yang dikirim hanya bisa seadanya saja.

Baca juga: Mangatur Dilantik Jadi Ketua Asosiasi UMKM Siantar

“Sebelumnya, saya mampu kirim 500 ribu tiap bulannya. Bahkan, saya masih bisa menabung sedikit. Sejak sekolah banyak yang ditutup, tempat les juga sepi, yang didapat cuma bisa buat kebutuhan saya sajalah,” ucapnya, Kamis (6/8/20).

Tidak jauh beda dengan pendapat Edo. Pelaku usaha kue basah Family Kue, tepat di persimpangan Jalan Kartini dan MH Sitorus yang cukup dikenal masyarakat Siantar ini pun merasakan pandemi corona. Menurutnya, di awal virus tersebut mewabah di Pematangsiantar, penjualan sempat anjlok hingga 50%. Penyebab penurunan pembelian adalah ditutupnya sekolah-sekolah oleh pemerintah, serta pembatasan warga untuk keluar rumah.

“Biasanya, dalam sehari bisa terjual 7.000-8.000 buah kue beraneka ragam. Awal pandemi merosot hingga 4.000 saja. Sekarang, masyarakat Siantar sudah banyak keluar rumah, lumayanlah dapat bertambah penjualan hingga 5.000 buah dalam sehari,”paparnya.

Baca juga: Di Tengah Pendemi Covid-19, Pedagang Takjil Masih Ramai Pembeli

Di sisi yang lain, para pedagang kebutuhan sehari-hari juga turut merasakan pandemik corona. Akibatnya, penghasilan mereka anjlok sehingga sebagian pedagang terpaksa berhenti berjualan. Abdullah Siregar, mengaku mengalami penurunan sekitar 40 persen pada masa pandemi Covid-19, dibanding ketika sebelum terjadi pandemi tersebut.

“Pertama virus corona mewabah, lumayanlah penjualan, sebab banyak orang tiba-tiba belanja banyak, tapi cuma sebentar. Setelah itu sampai sekarang sudah jarang orang ke pasar,”jawabnya.

Di samping itu, banyak pedagang yang beralih ke profesi lain demi memenuhi kebutuhan hidup. Bernat Sinaga salah satunya, yang sekarang berjualan telur ayam ras di pasar traditional Dwikora. Hal tersebut dilakukannya karena penjualan pakaian rojer atau bekas menurun tajam akibat daya beli terhadap pakaian tersebut menurun.

“Semua sedang susah, tapi kalau hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah seperti bansos atau yang lainnya, tidak akan pernah cukup. Kita harus berusaha agar tetap bisa hidup. Untuk bertahan hidup adalah hal yang bijaksana saat ini,” tegasnya.

Sejumlah pihak pun harus memutar otak agar dapat bertahan di tengah pandemi COVID-19. Mereka memanfaatkan kesempatan, kreativitas, semangat untuk beradaptasi dan memulai sesuatu yang setidaknya untuk bertahan.

“Bulan depan, saya akan buka cabang lagi di Medan. Semuanya sudah direncanakan. Soalnya, banyak pelanggan kami dari Medan, tapi takut datang ke Siantar akibat larangan Pemerintah agar tidak bepergian,”ungkap Azis pemilik usaha cendol panas didekat persimpangan Jalan Sutomo-Surabaya.

Erse Purba, beralih profesi dari penata rambut di salon jadi pedagang sarapan pagi di pasar. Dia mengaku meski penghasilan tidak sebanding dengan hasil menata rambut, tetapi pekerjaan barunya ini cukup memenuhi kebutuhan.

“Saya hanya berharap pada pemerintah bisa menyelesaikan kasus Covid-19 ini sehingga bisa kembali melakukan kegiatannya seperti normal kembali,” katanya. (yetty/hm09)

Related Articles

Latest Articles