19.5 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Jelang Pemilu, AJI Medan Ajak Pers Menjaga Independensi Media dan Demokrasi

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Medan mengadakan World Press Freedom Day (WPFD) atau Hari Kebebasan/Kemerdekaan Pers Sedunia. Acara yang dihadiri para jurnalis dari berbagai organisasi pers dan pers mahasiswa binaan Universitas Simalungun (USI) itu, berdiskusi tentang independensi media dan demokrasi.

Kegiatan ini digelar di Kota Pematang Siantar dengan tema Independensi Media dan Demokrasi. Tema ini diangkat di tengah hiruk-pikuk jadwal kegiatan Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2024.

Dalam diskusi itu, anggota AJI Medan Imran Nasution menyampaikan materi tentang independensi media yang kemudian dihubungkan dengan kode etik jurnalis. Menurutnya, kode etik adalah roh dari sebuah media, di mana jika itu tidak dijalankan dengan baik, maka dampaknya akan besar, tak hanya ke jurnalis itu sendiri, tapi ke banyak pihak yang terkait.

Baca Juga:Terlibat Pemilu 2024, Wartawan Diminta Harus Nonaktif

“Untuk itu, AJI selalu menekankan bagaimana seorang jurnalis harus taat akan kode etik. Terutama jelang pemilu seperti sekarang, kita jangan jadi partisan, apalagi sampai menjadi juru kampanye,” ujarnya pada diskusi itu, Sabtu (27/5/23).

Selain itu juga, Imran kembali menyoroti bagaimana sejarah pers, mulai dari era kemerdekaan hingga pasca reformasi 1998. Dimana pada era itu menjadi momen memperkuat keberadaan pers sebagai pilar demokrasi.

“Berbagai tantangan dihadapi insan pers pada hari yang ke 25 tahun pasca reformasi. Kebebasan pers yang berkaitan dengan independensi menjadi sebuah tantangan keberadaan media,” ujarnya kembali.

Baca Juga:Dewan Pers: Insan Pers Indonesia Masih Banyak jadi Korban Kekerasan

Apa yang disampaikan Imran Nasution dalam diskusi berkaitan juga kepada pers menjelang pemilihan umum. Menurutnya, pers tidak luput dari belenggu kepentingan politik dan cenderung menjadi partisan elit yang ingin merebut kekuasaan.

Muldri Pasaribu yang merupakan Akademisi Pasca Sarjana USI, yang juga menjadi pemateri dalam diskusi menyampaikan, kebebasan pers mempunyai garis lurus tentang demokrasi.

“Kebebasan pers mempunyai garis lurus tentang demokrasi. Pada Pasal 1 Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999, menyebutkan, pers adalah lembaga sosial wahana yang mengedukasi masa yang berperan dalam pembangunan negara,” ujar Muldri Pasaribu.

Dijelaskannya lagi, pers punya fungsi dan peran sebagai ruang berekspresi secara merdeka, berekspresi pada keadilan, supremasi hukum, kontrol sosial dan wadah pemersatu bangsa.

Masalah independensi, kata Muldri, kerap muncul dan menjadi tantangan terlebih kepada perkembangan arus informasi serta kesejahteraan pers.

Baca Juga:Jalin Silaturahmi, Puluhan Wartawan Buka Puasa Bersama di Medan

“Masalah independensi masalah perut dan hati. Namun, perubahan harus disikapi untuk tetap meningkatkan kualitas demokrasi dan independensi media. Pers nasional sebagai tujuan pemenuhan demokrasi harus tetap memperjuangkan nilai-nilai sesuai norma dan undang-undang pers termasuk menjaga independensi media,” ucapnya.

Sebagaimana fungsi pers itu sendiri, maka yang disuarakan hanya kebenaran, hal-hal bersifat netral, proporsional, serta berpihak kepada masyarakat dan kepentingan bersama.

Di akhir diskusi, Imran Nasution bahwa profesi jurnalis banyak tantangan baik dari dalam internal maupun eksternal pers. Termasuk ancaman tentang kekerasan profesionalisme dan independensi.

Imran Nasution meminta agar media tetap memiliki batas atau pagar api untuk membedakan antara profesi jurnalisme dan kepentingan pribadi atau kelompok. (hamzah/hm17).

Related Articles

Latest Articles