10.3 C
New York
Monday, May 13, 2024

Perempuan dalam Affirmative Action di Ranah Politik

Kita boleh melihat jabatan-jabatan public lain seperti Komisi penyiaran, Komisi Perlindungan Anak, Komisi Informasi Publik dan jabatan public lainnya, pada posisi ini kita tidak melihat kekhawatiran tim seleksi untuk menempatkan perempuan dalam posisi tersebut, di sini jelas keterlibatan perempuan.

Lantas, apakah begitu sulit memenuhi kuota perempuan masuk dalam ranah politik? Bisa jadi! Karena bergening politik di jabatan public yang notabenenya untuk suksesi pemilu begitu sarat kepentingan. Ouf! Karena saya tidak sanggup menyangkal tentang kemampuan perempuan untuk ikut andil sebagai penyelenggara pemilu.

Akan tetapi, satu hal yang harus diingat. Proses pemilihan sebagai penyelenggara pemilu harus diakui tidak semulus  menjadi penyelenggara lain dari jabatan public. Tidak cuma kemampuan yang diuji tetapi juga kemauan dalam bernegosiasi. Entah itu negosiasi mensukseskan penyelenggaraan pemilu, entah juga bernegosiasi hal lain. Akh, pahamlah kalian itu! Karena politik terlanjur dinilai sebagai ranah paling kotor, Indikasi indikasi terlalu banyak mengapa politik disebut sebagai ranah paling kotor. Timbulnya kericuhan tentu adalah salah satu indikasi tersebut. Karena di situ tempatnya pertarungan kekuasaan baik dari pemerintah daerah sampai pemerintah pusat.

Baca juga:Politikus di Antara Nafsu Berkuasa dan Tak Tahu Malu

Jadi, khusus untuk Affirmative action keterwakilan perempuan, jangan harap akan berjalan mulus di ranah politik. Ini tidak saja terjadi di ranahnya penyelenggara pemilu, di legislative saja pun keterwakilan perempuan tidak mencapai 30%. Walaupun sebenarnya kunci itu sudah dibuka pada masa pencalonan anggota legislative yang mewajibkan calon legislative perempuan di partai politik harus ada keterwakilan perempuan.

Faktanya, Berdasarkan hasil Pemilu 2019, keterwakilan perempuan di Lembaga Legislatif Nasional (DPR-RI) berada pada angka 20,8% atau 120 anggota legislatif perempuan dari 575 anggota DPR RI. Toh itu adalah pilihan rakyat. Tinggal perempuan saja yang lebih meningkatkan kegigihannya agar keterwakilan perempuan di ranah politik kian meningkat. Sehingga menyelamatkan perempuan lewat kebijakan politik bisa tercapai. (*)

Related Articles

Latest Articles