6.9 C
New York
Saturday, April 27, 2024

Bertahan Tanpa Penghargaan: Kisah Inspiratif Ananias dan Kristiyana di Dunia Bulutangkis

Medan, MISTAR.ID

Ananias Lilin Pratiwi membuktikan bahwa disabilitas intelektual bukan penghalang untuk berprestasi. Sebagai atlet bulutangkis dari Special Olympic Indonesia (SOIna), Ananias, yang menyandang tuna grahita, berhasil menyumbang dua medali emas di Special Olympic World Summer Games (SOWSG) Berlin pada Juni 2023, sebuah kompetisi olahraga bergengsi tingkat dunia bagi para atlet berkebutuhan khusus.

Kisah Ananias (29) dan adiknya Kristiyana Pebrianti (26) tidak dimulai dari prestasi olahraga, melainkan dari tantangan belajar. Ananias mengalami keterlambatan dalam proses belajar, yang baru terungkap saat duduk di bangku sekolah dasar. Keterbatasan ini tak menyurutkan semangatnya dan keluarganya, terutama orang tua dan adiknya, Kristiyana.

“Orangtua kami sangat mendukung dan memfasilitasi kebutuhan kami,” kata Kristiyana  saat dihubungi Mistar via sambungan telepon, Selasa (19/12/23) sore.

Dari situ, kecintaan Ananias dan Kristiyana terhadap olahraga, khususnya bulutangkis, tumbuh. Ananias rajin latihan, dan Kristiyana yang mengekor mulai terpikat dengan olahraga yang kemudian mereka cintai bersama.

Baca juga: Wali Kota Siantar di Natal Waruwu: Bawa Inspirasi Positif

Meskipun Ananias dan Kristiyana telah menyumbang medali emas di SOWSG Berlin, penghargaan dan apresiasi dari Pemerintah Kota Solo dan Pemerintah Provinsi Jateng secara khusus juga tidak ada. Hanya saja ada apresiasi dari Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Jateng.

“Bukan atas nama provinsi Jateng. Tapi Disporapar yang memberikan. Entah itu bisa dibilang pemprov atau instansi saya tidak tahu,” ucap Kristiyana.

Kristiyana menyampaikan ketidakpuasan mereka terhadap minimnya perhatian dan apresiasi dari pemerintah provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kota Solo dan Kemenpora.

“Sampai hari ini kami belum mendapatkan penghargaan dari Menpora ataupun dari Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kota,” ungkap Kristiyana.

Perjuangan keras mereka dalam berlatih, berkompetisi, dan berprestasi seharusnya diikuti dengan penghargaan yang setimpal. Ananias dan Kristiyana menjadi bukti hidup bahwa keberhasilan bisa dicapai tanpa melihat keterbatasan fisik.

Sungguh sedih mendengarnya. Begitu juga perhatian dari pemerintah provinsi Jawa Tengah sama sekali tidak ada,” kata Kristiyana dengan kekecewaan yang masih terasa.

Meski belum mendapatkan penghargaan, Ananias dan Kristiyana terus melangkah maju, menginspirasi banyak orang untuk tidak menyerah dalam menghadapi tantangan. Kisah inspiratif mereka membuktikan bahwa olahraga adalah sarana inklusi yang mampu menyatukan berbagai lapisan masyarakat, tanpa memandang disabilitas atau kemampuan fisik. (Hutajulu/hm17)

Related Articles

Latest Articles