RDP Soal Arogansi Kadis Dikpora Samosir Digelar Tertutup, Transparansi Dipertanyakan


Jurnalis Tetty Naibaho sedang menunggu RDP Komisi 1 DPRD Samosir yang digelar tertutup. (f: pangihutan/mistar)
Samosir, MISTAR.ID
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I DPRD Samosir, Senin (14/4/2025), berlangsung secara tertutup. Agenda rapat membahas dugaan arogansi Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Kadis Dikpora) Kabupaten Samosir terhadap guru di SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula. Keputusan untuk menutup rapat dari publik dan media menuai kritik tajam, terutama dari kalangan jurnalis.
Salah seorang wartawan, Josner Sitanggang, menyayangkan langkah tersebut dan menganggapnya sebagai indikasi ketertutupan informasi publik. "RDP biasanya terbuka untuk umum. Tapi kali ini tidak hanya ditutup, bahkan jendela nako pun ditutup rapat. Seolah ada yang ingin disembunyikan," ujarnya.
Menurutnya, forum RDP menyangkut kepentingan masyarakat luas dan seharusnya digelar secara transparan. “Kalau tidak ada yang ditutupi, semestinya wartawan diberi akses. Ini menyangkut perilaku pejabat publik,” katanya.
RDP ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat dan tenaga pendidik SMPN 1 Sianjur Mulamula, yang menuding Kadis Dikpora bersikap otoriter dan merendahkan martabat guru. Namun karena rapat digelar tertutup, media tidak memperoleh informasi resmi terkait jalannya diskusi maupun hasil yang dicapai.
Langkah Komisi I tersebut dianggap bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Josner bahkan menyebut DPRD Samosir gagal menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas. "Jangan-jangan DPRD justru sedang melindungi Kadis Dikpora. Ini patut dipertanyakan," tuturnya.
Senada dengan itu, jurnalis lainnya, Tetty Naibaho, turut mempertanyakan inkonsistensi DPRD dalam menyikapi akses media. Ia membandingkan dengan RDP sebelumnya yang membahas izin Hotel Labersa dan digelar secara terbuka.
"Kenapa yang ini tertutup? Padahal sama-sama menyangkut pelayanan publik," ucapnya.
Ia menilai sikap tertutup tersebut justru membuka ruang spekulasi dan merusak kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. Tetty menambahkan bahwa media memiliki fungsi kontrol sosial yang dijamin undang-undang. Penutupan rapat, menurutnya, sama saja dengan membungkam pengawasan publik.
“Kalau RDP ditutup, bagaimana kami bisa menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kadis Dikpora Samosir belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan arogansi maupun sikap tertutup DPRD dalam RDP tersebut. Rapat sendiri masih berlangsung secara tertutup.
Masyarakat kini berharap agar DPRD Samosir bersikap lebih terbuka, khususnya dalam forum-forum yang menyangkut evaluasi terhadap kinerja pejabat publik. Sebagai lembaga demokratis, DPRD dituntut untuk menjadi contoh dalam menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Jika pola rapat tertutup terus dipertahankan tanpa alasan yang jelas, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat terhadap DPRD dan pemerintah daerah akan terus tergerus. (pangihutan/hm24)