17.5 C
New York
Monday, April 29, 2024

Angka Kemiskinan di Sumut Menurun 0,13 Persen

Medan, MISTAR.ID

Secara umum, pada periode Maret 2009-Maret 2021 tingkat kemiskinan di Sumatera Utara (Sumut) terjadi fluktuasi turun naik dalam jumlah maupun persentase.

Ada dua fase turun naik yang terjadi. Fase pertama dari Maret 2009 cenderung menurun hingga Maret 2014 dan kemudian meningkat hingga Maret 2017.

Fase kedua terjadi penurunan pada September 2017 hingga September 2019 dan kemudian meningkat lagi sejak Maret 2020 hingga Maret 2021. Kenaikan tingkat kemiskinan pada fase pertama, khususnya pada September 2013, September 2014 hingga September 2015 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.

Baca Juga:Akibat Pandemi Covid-19, Angka Kemiskinan Di Sumut Bertambah 73 Ribu

Sementara itu, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada fase kedua, periode Maret 2020 hingga Maret 2021 merupakan dampak terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Kendati demikian, periode Maret 2021 mulai menunjukkan penurunan dibandingkan periode September 2020.

“Angka kemiskinan Sumatera Utara (Sumut) mengalami penurunan sebesar 0,13 persen yaitu dari 9,14 persen pada September 2020 menjadi 9,01 persen pada Maret 2021. Dan, angka kemiskinan ini setara dengan 1,34 juta jiwa pada Maret 2021, atau berkurang sekitar 13 ribu jiwa dalam satu semester terakhir,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut Syech Suhaimi melalui paparannya, Senin (2/8/21).

Berdasarkan sampel dari BPS, sebanyak 2.131 blok sensus atau 21.310 rumah yang dilakukan pendataan dan dinamakan sampel Susenas pada Maret 2021 lalu. “Dari 21.310 realisasinya mencapai 21.209 rumah tangga atau 99,53 persen yang merespon pelaksanaan Susenas,” sebutnya.

Baca Juga:Angka Kemiskinan Naik di Sumut, Gubernur: Kita Harus Pulihkan Ketenagakerjaan

Untuk mengukur tingkat kemiskinan, lanjut Suhaimi, BPS juga masih menggunakan konsep kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Baik itu konsumsi makanan dan non makanan. Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makan dan bukan makanan).

“Sehingga penduduk miskin yang kita ukur dari kemiskinan itu merupakan penduduk garis kemiskinan makanan yang dimemiliki rata-rata setara 2.100 kalori per kapita per hari. Sedangkan untuk garis kemiskinan bukan makanan adalah nilai minimum perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pokok bukan makanan lainnya. Maka, penduduk miskin yang kita ukur merupakan penduduk yang memiliki penghasilan per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan,” terangnya.

Adapun persentase penduduk miskin pada Maret 2021 di daerah perkotaan sebesar 9,15 persen dan di daerah pedesaan sebesar 8,84 persen. Daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,10 poin. Sedangkan daerah pedesaan berkurang sebesar 0,18 poin jika dibandingkan September 2020.

Baca Juga:Industri Asuransi Dituntut Optimalkan Pemasaran Digital di Masa Pandemi 

“Garis kemiskinan pada Maret 2021 tercatat sebesar Rp525.756 per kapita per bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp395.104 (75,15 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp130.652 atau sekitar 24,85 persen. Pada periode September 2020-Maret 2021, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan,” jelasnya.

Sementara P1 dari 1.599 pada September 2020 menjadi 1.522 pada Maret 2021, dan P2 dari 0,453 menjadi 0,376. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung meningkat dan semakin mendekati garis kemiskinan, dan tingkat ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin sedikit berkurang. (anita/hm12)

Related Articles

Produksi Padi di Sumut Turun 0,13 Persen

Latest Articles