16.4 C
New York
Monday, April 29, 2024

Gugatan RCTI dan iNews Soal UU Penyiaran Dianggap Salah Kaprah

Jakarta, MISTAR.ID
RCTI dan iNews, dua stasiun TV milik Hary Tanoe, melakukan uji materi UU Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi. Mereka ingin setiap penyiaran berbasis internet tunduk pada UU penyiaran, karena layanan konten digital kini tumbuh subur di Indonesia. Dan penyelenggara penyiaran dianggap bisa menyiarkan konten yang bertentangan dengan Pancasila.

Adapun pasal yang mereka gugat adalah Pasal 1 Ayat 2, yang berbunyi: Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi seperti radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyrakat dengan perangkat penerima siaran (UU Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran).

Dan untuk ditambahkan “..dan/atau kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran”

Jika hal ini dikabulkan, uji materi ini punya konsekuensi membuat setiap orang/lembaga tak bisa seenaknya menyiarkan konten. Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika Kemenkominfo Ahmad M Ramli mengatakan, perluasan defenisi penyiaran akan mengklasifikasi kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, YouTube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin.

Baca Juga:TVRI Kembali jadi Favorit Siswa Ikuti Program Belajar di Rumah

Apa yang dilakukan RCTI dan iNews dianggap tidak tepat karena internet dan penyiaran adalah dua hal berbeda. Regulasi soal internet ada di UU ITE, tapi penerapan UU ini kerap bikin kontroversi.

“Penyiaran memakai frekuensi publik, sementara internet tidak, itu dua pembeda yang sangat jelas. Dalam aturan hukum kita berbeda karena penyiaran diatur oleh sistem UU Penyiaran dalam, internet kita sudah punya Undang-Undang ITE. Pengaturan dalam internet itu tidak simpel karena melibatkan cukup banyak pemangku kepentingan. Yang menjadi sorotan selama ini adalah ketika internet terlalu kuat hanya diatur dari sisi negara saja atau sisi pemerintah saja, itu menjadi pengaturan internet yang cenderung lebih represif, karena yang didorong adalah kekuatan hukum pengaturan internet tidak bisa diserahkan hanya pada aparat penegak hukum karena harus ada tanggung jawab dari penyelenggara platform,” jelas Damar Juniarto selaku Direktur Eksekutif SAFEnet.

Tak cuma salah kaprah, gugatan ini beraroma persaingan bisnis dan menafikan problem lain, serta berpotensi bikin bahaya laten lantaran negara bisa menyensor suara kritis atas dalih bertentangan dengan Pancasila.

Bava Juga:TV Kabel Raup Untung Di Siantar, Diskominfo Bagai Tak Berkutik

Yovantara Arief dari Peneliti Pusat Studi Media dan Komunikasi Remotivi mengatakan, banyak sekali PR nya di UU Penyiaran. Penggugat kan RCTI dan iNews itu sama-sama di bawah MNC Group. MNC Group itu sedang mengembangkan (bisnisnya) ke arah digital. Dia memang aktif bermain di industri ini, jadi saya rasa motif untuk menyingkirkan saingan itu tentu ada. Tapi itu tidak lantas membuat konten digital tidak boleh diatur. Kita punya kebutuhan yang riil juga untuk memastikan internet itu ada regulasinya. Regulasi itu bukan untuk menghambat tentu saja, tetapi bagaimana caranya mengembangkannya supaya orang-orang ini kita punya banyak talent supaya mereka ‘step up the game’. Akhirnya memang worst case skenario (gugatan ini) adalah ini jadi dalih mengontrol ruang berekspresi orang jadi akan lebih banyak negara punya wewenang atau justifikasi secara hukum (misalnya) ‘oh live streaming dari lembaga ini burk untuk Pancasila’. Dengan dalih seperti itu bisa mencekal siapa pun orang kritis,” cecarnya.(NarasiTv-NarasiNewsroom/ja/hm10)

Related Articles

Latest Articles