17.8 C
New York
Wednesday, May 8, 2024

Kekerasan Seksual Menggurita, Perlindungan Anak Kian Rapuh

Pengawasan Orangtua

Teuku Muhammad Razali selaku Manager FSP SOS Children’s Village Medan dari LSM Kota Medan meminta para orang tua agar selalu mengontrol dan mengawasi anak-anaknya.

“Di sinilah peran penting orang tua sebagai person of trust menjadi kontrol dalam hal kegiatan ataupun aktivitas anak dan anak selalu memberitahu kepada orang tua dengan siapa berteman maupun ke mana dia pergi,” ucapnya saat dihubungi Mistar via seluler, Kamis (7/12/2023).

Namun, lanjut Razali, fenomena antara orang tua dan anak saat ini terlihat malah seolah menjadi gelembung seperti mengurung. “Nah, melihat kondisi saat ini orang tua harapannya selalu meningkatkan early warning system ketika anak merasa tertekan pada situasi tertentu dan memberitahukan kepada orangtua ketika adanya indikasi mencurigakan,” katanya.

Kemudian, ia pun meminta agar para orang tua juga mengontrol dan mengawasi anak-anaknya ketika bermedia sosial untuk memastikan tontonan yang disaksikan tetap terjaga.

“Saat ini kita sudah punya kebijakan mulai dari level nasional hingga terbaru saat ini peraturan daerah terkait penyelenggaraan perlindungan anak No. 6 Tahun 2023. Semoga ini dapat direalisasikan dalam rencana aksi daerah untuk menekan maraknya kekerasan terhadap Anak,” sambung Razali.

Lebih lanjut, Razali membeberkan faktor-faktor yang dapat membuat terjadi tindak kekerasan terhadap anak. Menurutnya, untuk menggali faktor penyebab terjadinya kekerasan kepada anak terlebih dahulu harus memahami latar belakang korban atau pelaku.

“Terlebih dahulu kita memahami profil atau latar belakang dari korban dan pelaku tindak kekerasan ini. Karena tidak dapat dimungkiri bahwa latar belakang dari korban dan pelaku ini sedikit banyak mempengaruhi terjadinya tindak kekerasan,” sebutnya.

Secara umum, dikatakan Razali, anak yang menjadi korban tindak kekerasan sebenarnya tidak dibatasi oleh perbedaan jenis kelamin, baik anak laki-laki maupun perempuan, keduanya potensial dan menjadi sasaran empuk dari perlakuan semena-mena yang berkembang di masyarakat.

“Namun demikian, bila dibandingkan secara kuantitatif jumlah anak yang menjadi korban tindak kekerasan biasanya lebih dominan menimpa anak perempuan,” imbuhnya.

Selain itu, Razali mengatakan, kondisi ekonomi korban menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya tindakan kekerasan terhadap anak.

“Dari berbagai berita yang diidentifikasi memang sebagian besar tidak diketahui dengan pasti bagaimana latar belakang ekonomi korban. Namun, di sebagian berita dengan jelas disebutkan bahwa korban umumnya adalah berasal dari golongan masyarakat miskin,” bebernya.

Menurut dia, untuk kasus child abuse seperti anak diperkosa, diperlakukan kasar, dan sebagainya pada dasarnya memang potensial terjadi di lingkungan komunitas yang sederhana, termarginalisasi, dan miskin.

“Karena gaya hidup, kondisi lingkungan dan ruang untuk terjadinya peristiwa itu memang lebih terbuka. Kekerasan dan eksploitasi terhadap anak menjadi ancaman serius,” ujarnya.

Razali pun mengungkapkan, kasus kekerasan terhadap anak di Sumatera Utara pada tahun 2022 didominasi anak perempuan. “Anak perempuan adalah kelompok paling dominan menjadi korban dengan jumlah 1039 kasus. Sedangkan anak laki-laki berjumlah 368 kasus,” ungkapnya.

Untuk mengatasi atau mencegah tindak kekerasan terhadap anak, dipaparkan Razali, yang pertama sekali harus dilakukan pendekatan terhadap anak. “Pendekatan awal di area mana saja anak sering mendapatkan kekerasan, seperti lingkungan sekolah, lingkungan sekitar rumahnya, dalam keluarga, dan yang paling sering itu di media sosial,” tuturnya.

Selanjutnya, kata Razali, lakukan pengidentifikasian area anak sering melakukan aktivitas atau dimulai dari lingkungan rumah, keluarga tempat bermain anak, serta sekolah.

“Kemudian, rencana memecahkan permasalahan koordinasi antar stakeholder mulai dari ranah bawah seperti lingkungan tempat tinggal untuk selalu sadar dan peduli terhadap anak,” tambahnya.

Di samping itu, kata Razali, perlu juga melaksanakan pemecahan masalah. Selalu melakukan sosialisasi dan berdiskusi bersama antar warga dan stakeholder untuk bisa membuat wilayah yang aman dan terlindungi terhadap anak.

“Misalnya, melalui serikat tolong menolong perwiritan dan memberdayakan komunitas-komunitas yang ada di wilayah untuk menanamkan tentang pentingnya ruang yang ramah serta melindungi terhadap anak,” katanya lagi.

Terakhir, diucapkan Razali, selalu melakukan monitoring dan evaluasi wilayah secara berkala terkait area mana saja yang tidak nyaman terhadap anak.

Lemahnya Penegakan Hukum

Menyoroti kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terus mengalami peningkatan menurut Pengamat Hukum dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Julheri Sinaga dikarenakan tidak kuatnya penegakan hukum di negara ini.

“Itu bukti lemahnya penegakan hukum,” cetus katanya saat diwawancarai Mistar via seluler.

Selain itu, kata Julheri, juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti ekonomi dan juga pendidikan. “Pastilah dipengaruhi hal-hal lain, seperti ekonomi dan tingkat pendidikan,” sebutnya.

Kejadian yang menimpa pelajar SMK ini menjadi perbincangan di Kota Medan. Warga menilai perbuatan pelaku sudah tidak pantas untuk ditoleransi.

“Ia bang, merinding mendengarnya. Tidak manusiawi itu, cocoknya dihukum mati para pelaku itu,” kata Ica (23) warga Patumbak, Kota Medan kepada Mistar.id Kamis (7/12/23) siang.

Ica dan beberapa temannya juga menilai serangkaian kegiatan mereka akibat dari ketidak pedulian dari masyarakat sekitar. Terutama, kepada pemilik kos-kosan yang ada di Kota Medan.

“Herannya bang. Kos-kosan tempat mereka tinggal itu kok bisa bebas gitu, masa dibiarkan gitu kali,” tambahnya lagi.

Ditempat terpisah, hal senada ditanggapi oleh Putra Sinaga (27) warga Jalan SM Raja Kota Medan, Sumut. Kata Putra, kejadian itu merupakan bagian dari efek ketidak pedulian masyarakat sekitar.

Menurut Putra, untuk mengantisipasi kejahatan seperti ini setiap orang tua harus memberikan pengawas yang lebih aktif lagi. Begitu juga dengan masyarakat sekitar, harus turun berperan.

“Kalau menurutku solusinya ya, diperkuat pengawasan dari orang tua. Jangan dibiarkan anaknya pergi dari rumah tanpa ada alasan yang jelas,” tegasnya.

Akibat lemahnya pengawasan keluarga tersebut dapat mengakibatkan kriminal, seperti tawuran, kejahatan jalanan dan juga kasus kekerasan seksual. (Iqbal, Dinda, Dedy, Matius, Hutajulu/hm06)

Related Articles

Latest Articles