22.7 C
New York
Monday, May 20, 2024

Gejolak Perebutan Takhta Kerajaan Arab, Siapakah sang Penerus ?

Saudi, MISTAR.ID
Arab Saudi sempat bergejolak menjelang Pangeran Mohammed bin Salman (MbS), anak Raja Salman, naik takhta. Suksesi ini menimbulkan pertanyaan mengapa bukan adik raja yang menjadi penerus?

Pada 2017 lalu, Raja Salman menunjuk MbS menggantikan keponakannya, Pangeran Mohammed bin Nayef, sebagai Putra Mahkota. Pangeran bin Nayef sendiri baru dua tahun menjabat sebagai Putra Mahkota.

Namun, sekitar Juni 2017, Raja Salman mencopot Pangeran bin Nayef dari jabatan Putra Mahkota dengan banyak media dan intelijen melaporkan peralihan gelar pewaris takhta itu dilakukan melalui kudeta kejam oleh MbS.

Usai resmi menjadi putra mahkota, MbS terus mengamankan kekuasaan dengan menahan keluarganya yang berpotensi mengancam statusnya sebagai pewaris takhta kerajaan Saudi selanjutnya.

Suksesi Raja Saudi atau pengangkatan Putra Mahkota tak seperti kerajaan pada umumnya. Penentuan Raja Saudi dilakukan sesuai urutan saudara tertua. Jika Kerajaan Inggris menentukan calon raja/ratu berdasarkan garis keturunan keluarga yang berkuasa, maka kerajaan Saudi justru menunjuk penerus takhta berdasarkan saudara tertua.

Baca juga:Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Dirawat di RS

Menurut laporan Gulfnews, Raja Saudi yang meninggal biasanya digantikan oleh adik, dan begitu seterusnya.

Seorang wartawan yang fokus memantau keluarga kerajaan Saudi selama 30 tahun, Elliot House, mengatakan sebenarnya tak ada hukum tertulis yang mengatur pemilihan raja Saudi di masa depan.

Ia kemudian menjelaskan, raja dan sebagian kecil pendukung pangeran dengan posisi kuat kerap bertemu diam-diam merundingkan dan memutuskan seorang putra mahkota.

“Tak ada yang sepenuhnya yakin bagaimana, dan [apa] kualifikasi yang bisa diketahui bahwa dia, pada dasarnya, berdasarkan usia, menjadi yang paling kompeten untuk memerintah,” kata House, seperti dikutip Voice of America.

Untuk mencegah transisi yang berpotensi bergejolak, Raja Abdullah membentuk Dewan Kesetiaan pada 2006.

Dewan Kesetiaan Kerajaan
Dewan tersebut terdiri dari 35 anggota yang mewakili setiap cabang keluarga kerajaan. Jika ada yang meninggal atau sakit lumpuh, mereka bisa diwakili anak laki-lakinya.

Raja punya 10 hari untuk memberitahu dewan soal siapa calon putra mahkota yang diinginkan. Selain itu, Raja juga boleh menyebut tiga calon penerus.

Jika di antara tiga calon tak ada yang sesuai, para anggota dewan bisa mengajukan alternatif. Namun, keadaan mereka justru kerap diabaikan.

Baca juga:Rekaman Rahasia Rencana Menggulingkan Raja Arab Saudi Bocor

Misalnya, saat Salman bin Abdulaziz menjadi putra mahkota. Menurut Pangeran Talal, ketika itu dewan tak diajak berkonsultasi mengenai penunjukan Salman yang terlampau tua menjadi putra mahkota.

Selain Salman, penunjukan Pangeran Mohammed bin Nayef juga jadi sorotan. Ketika itu, Raja Abdullah menunjuk dia usai Pangeran Sultan bin Abdulaziz selaku putra mahkota jatuh sakit.

Pangeran Talal bin Abdulaziz blak-blakan mempertanyakan penunjukan Pangeran bin Nayef tak melalui dewan.

“Sudah menjadi sifat Kerajaan Saudi siapapun yang menjadi raja bisa melakukan apa pun yang dia inginkan,” kata DIrektur Program Teluk dan Energi di Institut Washington, Simon Henderson.

Beberapa pihak menilai meneruskan tongkat kekuasaan kepada generasi berikutnya, sesuatu yang enggan dilakukan Kerajaan karena alasan yang kuat.

“Sistem Saudi menganugerahkan senioritas berdasarkan usia, dan usia dihormati. Dan ketika Anda punya sistem nilai seperti itu, sangat sulit untuk keluar dari cara melakukan sesuatu saat ini,” kata Henderson.

Henderson juga menyoroti sistem yang bermasalah saat memutuskan siapa penerus takhta.

Menurut dia, setiap pemilihan putra mahkota masa depan berarti mengecualikan beberapa orang yang merupakan sisa putra pendiri Kerajaan, Ibnu Saud, dan juga memutuskan garis generasi berikutnya yang akan mewarisi takhta. (cnn/hm06)

 

Related Articles

Latest Articles