Medan, MISTAR.ID
Seorang pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Kota Medan, Momo (45) telah menjalankan usaha jajanan dengan citarasa kampung sejak 2021. Tak ayal, Momo menamai usahanya ini ‘Kampoengan’.
Usahanya ini bermula saat ia menjadi pengangguran karena berdampak dari Covid-19. Cemilan-cemilan masa kecil yang ia rindukan dan ingin selalu dinikmati menjadi alasan mengapa dia memilih untuk membuka usaha tersebut.
“(Nganggur) tahun 2020, masa covid. Karena nganggur, nggak bekerja lagi sebagai karyawan. Kan harus tetap produktif agar tidak cepat pikun, tetap sehat dan banyak uang. Idenya dari cemilan masa kecil, rindu dan pengen tetap bisa dinikmati sampai sekarang,” katanya kepada mistar.id, Senin (4/11/24).
Dengan sisa uang pesangon, dan bermodalkan oven jadul seharga Rp500.000, Momo mempelajari membuat kue secara otodidak melalui internet.
Baca juga: Kombinasikan Makanan Tradisional, Mengenal Cokelat Tempe
Momo juga mengaku, ia sempat mengalami kegagalan dan banyak penolakan hingga akhirnya bangkrut karena tidak ada penjualan. Hal ini membuatnya kehabisan modal dan semangat, lalu memutuskan untuk berhenti beberapa bulan.
“Kemudian dapat ide dengan pemasaran digital dan postingan sosmed. Sampai mulai mendatangi kedinasan untuk menjadi binaan, mulai menjalin kerjasama dengan banyak pihak, memberikan tester, ikut bazar, konsinyasi produk di beberapa outlet,” jelasnya.
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Momo tetap mengembangkan diri dan potensinya, menjalin kerjasama dan juga mengikuti komunitas, salah satunya Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI).
Produk-produknya kini juga dapat ditemukan secara online di marketplace, e-katalog pemkab, outlet kedinasan, ekspedisi, supermarket maupun warung kopi di Medan.
Baca juga: Kerak Telor, Jajanan Tradisional Khas Jakarta Turut Ramaikan UMKM Medan
Menjual kue dan jajanan pasar dengan varian harga mulai dari Rp 2.000 hingga Rp 20.000, produk unggulan Momo, seperti ‘Bagelen’ kini diproduksi hingga 500 bungkus per bulan untuk yang kemasan ekonomis, dan untuk bagelen premium diproduksi sebanyak 300 bungkus per bulan.
Ibu tiga anak ini berharap agar segera membuka pabrik untuk cemilannya, dan membuka outlet kue basah.
“Saya juga ingin bekerjasama dengan lansia yang masih produktif dan difabel yang masih bisa bekerjasama,” ungkapnya.
Dapat bergabung dengan ekspor impor, bahkan menjadi salah satu kue yang terpilih untuk event Pekan Olahraga Nasional (PON) dan kegiatan besar lainnya, membuatnya merasa haru dan tak menyangka.
“Untuk wanita, sebagai istri, ibu serta pengusaha ini hal yang sulit, saya menghadapi tantangan luar biasa. Bersabarlah dan konsisten, fokus, serta jaga kesehatan. Saya juga mengalami hal sulit luar biasa. Anak kampung bisa menembus pasar lokal Sumut yang tidak pernah saya bayangkan,” sambungnya. (susan/hm20)