New York, MISTAR.ID – Harga minyak turun pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah data menunjukkan aktivitas pabrik di China melemah, dengan minyak mentah AS menghadapi tekanan tambahan setelah aliran keluar dari pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma, terganggu karena berkurangnya aliran pada pipa saluran.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember, turun 0,38 dolar AS atau 0,6 persen menjadi ditutup pada 60,23 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember kehilangan 0,88 dolar AS atau 1,6 persen menjadi menetap pada 54,18 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Kontrak Brent bulan depan untuk pengiriman Desember berakhir pada Kamis (31/10/2019). Kontrak berjangka untuk pengiriman Januari, yang akan segera menjadi bulan depan, turun sekitar 1,0 persen menjadi menetap di 59,62 dolar AS.
Untuk bulan ini, Brent berada di jalur untuk jatuh kurang dari satu persen dan WTI naik kurang dari satu persen.
Di Amerika Serikat, pipa saluran minyak Marketlink TC Energy Corp mengalirkan 750.000 barel per hari (bph) dari Cushing, Oklahoma, ke Nederland, Texas, beroperasi pada tingkat yang lebih rendah, tiga sumber mengatakan. Pada Selasa (29/10/2019), pipa saluran Keystone TC Energy tutup setelah kebocoran di North Dakota.
Marketlink terhubung ke sistem pipa minyak Keystone 590.000 barel per hari, yang mengangkut minyak mentah Kanada dari Alberta ke kilang di Midwest AS dan pusat penyimpanan Cushing.
Pemadaman Keystone seharusnya mengurangi pasokan di Cushing, titik pengiriman untuk minyak mentah berjangka AS, kata Andy Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston. Tetapi harga WTI masih bisa tertekan karena aliran Marketlink melambat.
Lebih dari 9.000 barel minyak diperkirakan telah tumpah dari Keystone setelah kebocoran ditemukan pada Selasa malam (29/10/2019), menurut regulator negara bagian di North Dakota.
Pada awal perdagangan, data resmi dari China menunjukkan aktivitas pabrik menyusut selama enam bulan berturut-turut pada Oktober, sementara pertumbuhan di sektor jasa negara itu paling lambat sejak Februari 2016.
Perang dagang antara China dan Amerika Serikat telah membebani prospek permintaan minyak.
Para pemimpin dari Amerika Serikat dan China menghadapi hambatan baru dalam perjuangan mereka untuk mengakhiri konflik perdagangan ketika pertemuan puncak di mana mereka seharusnya bertemu dibatalkan karena protes keras di Chile, negara tuan rumah.
Presiden AS Donald Trump mencuit lokasi baru akan segera diumumkan.
Sebuah survei Reuters menunjukkan bahwa harga minyak kemungkinan akan tetap tertekan tahun ini dan berikutnya. Jajak pendapat terhadap 51 ekonom dan analis memperkirakan minyak mentah Brent akan rata-rata 64,16 dolar AS per barel pada 2019 dan 62,38 dolar AS tahun depan.
Meluncurkan hasil kuartal ketiga, Royal Dutch Shell Plc memperingatkan bahwa kondisi ekonomi yang tidak pasti dapat memperlambat program pembelian kembali saham senilai 25 miliar dolar AS, terbesar di dunia, dan telah menyebabkan revisi turun pada prospek harga minyaknya.
Federal Reserve AS memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya tahun ini pada Rabu (30/10/2019), berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan langkah yang juga dapat meningkatkan permintaan minyak mentah.
Namun keuntungan kemungkinan akan dibatasi sampai persediaan mulai menunjukkan penurunan berkelanjutan.
Persediaan minyak mentah AS naik 5,7 juta barel dalam minggu hingga 25 Oktober, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada Rabu (30/10/2019), dibandingkan dengan ekspektasi analis untuk peningkatan yang jauh lebih kecil hanya 494.000 barel.
“Laporan persediaan AS sama sekali tidak menggembirakan,” kata analis PVM dalam sebuah catatan.
Meredam data minyak mentah bearish, EIA menunjukkan persediaan bensin dan sulingan terus menurun.
Sumber Antara
Editor Luhut Simanjuntak