9.5 C
New York
Sunday, May 5, 2024

BI Naikkan Suku Bunga 6,25 Persen, Diprediksi Tak Terdampak Pada KPR

Jakarta, MISTAR.ID

Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin ke level 6,25 persen. Keputusan itu diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 23-24 April 2024.

Kemudian, suku bunga deposit facility juga naik 25 basis poin menjadi 5,5 persen dan suku bunga lending facility naik 25 basis poin menjadi 7 persen.

Meski demikian, Chief Economist PT Bank Central Asia (BCA) David E Sumual mengatakan secara historis kenaikan suku bunga BI tersebut tidak akan berdampak pada bunga kredit pemilikan rumah (KPR).

Berdasarkan catatannya, meski suku bunga BI naik 275 bps sejak Agustus 2022, bunga KPR ternyata malah turun 58 bps. Faktor pemicunya adalah persaingan antara bank di sektor tersebut.

Baca juga: IHSG dan Rupiah Menguat Jelang BI Putuskan Suku Bunga

Menurutnya, pihak perbankan tetap berpikir bolak-balik untuk mengambil kebijakan menaikkan bunga KPR. Pihak pebankan takut kehilangan nasabah.

“Jadi (perbankan) bermain di ceruk yang sama sehingga susah sekali mengikuti kebijakan BI rate,” kata David kepada wartawan di Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4).

Terpisah, Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga sependapat bahwa kenaikan suku bunga acuan BI tak serta merta mengerek cicilan KPR.

Menurutnya, jika pun cicilan KPR naik, tentu membutuhkan waktu dan kenaikannya tidak akan lebih tinggi dari suku bunga BI.

“Penyesuaian suku bunga kredit terutama KPR bagi yang debitur menarik kredit KPR tentunya tidak akan terkena dampak karena debitur masih dalam masa grace period/fixed rate dalam 1-2 bulan pertama,” kata Josua.

Baca juga: BI Naikin Suku Bunga Acuan, Mata Uang Rupiah Menguat

Ia menilai keputusan BI untuk menaikkan BI-rate bulan ini lebih didorong oleh faktor eksternal, yang saat ini penuh dengan ketidakpastian, dibandingkan dengan kondisi domestik.

Dari sisi inflasi, dalam jangka pendek, terutama di semester pertama 2024, diperkirakan akan tetap tinggi karena peningkatan inflasi pangan terkait dengan fenomena El Niño.

Namun, pihaknya mengantisipasi bahwa tekanan dari inflasi pangan akan mulai berkurang pada tahun ini. Ia berpendapat bahwa ketahanan eksternal dari sisi neraca perdagangan Indonesia masih cukup kuat.

Hal ini sejalan dengan berlanjutnya surplus perdagangan hingga kuartal I 2024, meskipun dalam tren yang menurun. Josua melihat pelebaran defisit transaksi berjalan (CAD) tahun ini masih dalam level yang wajar dan terkendali.

Menurutnya, keputusan BI untuk menaikkan BI-rate Apirl 2024 kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam memitigasi risiko imported inflation dan mengurangi arus keluar modal dari pasar portofolio. (mtr/hm17)

Related Articles

Latest Articles