8.4 C
New York
Friday, March 29, 2024

Pelaku Industri Alas Kaki Tolak Penambahan UMS

Jakarta | MISTAR.ID – Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menolak penambahan Upah Minimum Sektoral (UMS) lantaran dinilai mengakibatkan industri kian tidak kompetitif.

Sekretaris Jenderal Aprisindo Lany Sulaiman menjelaskan pada 1 November 2019, sejumlah pemerintah provinsi secara serentak menetapkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) untuk 2020 sebesar 8,51%.

Penetapan itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 78/2015 tentang Pengupahan dan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan pada 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.

Pengesahan itu, kata Lany, bakal segera diikuti dengan penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan di beberapa daerah akan diikuti oleh upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).

“Apabila kenaikan upah minimum sebesar 8,51% ditambahkan dengan UMSK harus ditanggung industri padat karya berorientasi ekspor akan mengakibatkan industri makin tidak kompetitif,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (11/11/19).

Lany menegaskan bahwa Aprisindo menolak UMSK pada 2020. Pasalnya, selama ini UMSK dinilai telah menjadi beban tambahan bagi pelaku industri, khususnya yang padat karya dan berorientasi ekspor. Beban itu membuat industri tidak berdaya saing.

Penetapan UMSK, katanya, juga dilakukan berdasarkan kesepakatan antara serikat pekerja dan asosiasi sehingga seringkali menganggu hubungan antarpihak tersebut.

Selain itu, Lany mengatakan pada 2019 sektor alas kaki mengalami tekanan, baik dari dalam maupun dari luar negeri, sehingga mengganggu pasar ekspor dan domestik.

Berdasarkan data Aprisindo, kinerja ekspor alas kaki pada Januari – Agustus 2019 menurun 12,8% (year-on-year/yoy). Pada periode yang sama, pasar domestik dinilai tertekan dengan adanya peningkatan impor yang mencapai 15,7% (yoy). “Penambahan beban UMSK akan berdampak pada tekanan yang semakin besar.”

Lany mengatakan formula perhitungan dalam penetapan upah minimum pada tahun ini, sebagaimana tertuang dalam PP 78/2015, dinilai tidak bisa mencerminkan kondisi ekonomi sektoral, khususnya industri padat karya berorientasi ekspor.

Kendati sektor alas kaki sedang tertekan, katanya, formulasi tersebut memperhitungkan kondisi ekonomi yang tetap menguat sehingga upah minimum pada 2020 meningkat 8,51%. Kenaikan itu bahkan lebih tinggi dari peningkatan upah minimum yang mencapai 8,03% untuk 2019.

Apalagi, dia mengatakan dalam 5 tahun terakhir peningkatan upah minimum di Indonesia menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan China dan Vietnam. “Pola dan formula kenaikan upah minimum di Indonesia mengakibatkan industri semakin lama semakin tidak kompetifif dibandingkan negara pesaing,” ujarnya. (bisnis/hm04)

Sumber : Bisnis
Editor : Jannes Silaban

Related Articles

Latest Articles