27.4 C
New York
Friday, May 3, 2024

Tumpak Winmark Hutabarat Si Pemikir Besar Yang Anti Kemapanan

MISTAR.ID
Nama lengkapnya Tumpak Winmark Hutabarat dan saat ini usianya 32 tahun. Secara usia sudah tak muda tapi tak tua juga. Melihat sekilas penampilannya, sederhana banget. Tapi ketika dia berbicara, jelas dia bukan anak muda sembarangan. Bahkan bisa dibilang langka. Untuk zaman manja seperti sekarang.

Secara teori, dia menguasai aliran kiri, ultra kiri hingga kanan dan ultra kanan. Maklum, dia adalah sarjana fisika dari Unversitas Negeri Medan (Unimed) non pendidikan yang menamatkan kuliahnya pada 2011 silam. Artinya, dia tak menyiapkan dirinya menjadi guru meskipun dia jebolan dari kampus para guru. Menurut pengakuannya, itu dilakukannya secara sadar meski harus agak “cheating” kepada orang tuanya.

Namun dalam perkembangan kehidupannya, Fisika sungguh jauh dari alam sadarnya. Soalnya, cita-citanya sama sekali tak ada di jalur Fisika. Sejak awal-awal, dia memberitahu orang tuanya bahwa cita-citanya adalah keliling dunia. Impian yang sama seperti kebanyak orang penyuka travelling.

Awalnya, orang tuanya mengira Tumpak hanya berhalusinasi. Mengingat orang tuanya adalah guru dan mereka jauh dari hidup mewah karena Tumpak dan ketiga adik-adiknya dibesarkan secara sederhana kalau tidak bisa dibilang hampir berkekurangan. Secara fisik, Tumpak juga memiliki ukuran tubuh biasa seperti orang Timur. Tidak terlalu tinggi dan juga tak terlalu besar.

Ketika ditanya kenapa cita-citanya berkeliling dunia, Tumpak menyebutkan Pelangi Itu Indah Karena Banyak Warnanya. Artinya, hidup tak indah bila tak melihat banyak hal dan menikmati banyak hal.

Pemikiran yang sederhana tapi teorinya tak sesederhana itu. Berawal dari beratnya masa kuliah yang dilaluinya saat menjadi mahasiswa di Medan.

Lahir sebagai anak tertua, Tumpak harus rela berbagi dengan adik-adiknya dengan hanya mengandalkan gaji bapaknya yang seorang guru dan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Tak ayal, biaya bulanan sebagai anak kost menjadi satu beban terberat yang dijalaninya.

Bayangkan, haya Rp300.000 selama 4 semester awal.Tumpak mengakui, memiliki uang saku segitu , membuat dia sering pusing tujuh keliling untuk membaginya. Tapi dia selalu menguatkan hati dengan selalu mengingatkan dirinya bahwa dia memang tak terlahir dalam sebuah keluarga yang memiliki segala kemudahan.

Maka sebagai mahasiswa baru, dia pun berusaha berjuang mencukupkan segala yang ada padanya. Namun justru, di saat inilah dia mulai suka membaca buku.

Travelling Keliling Indonesia
Mimpi mengelilingi dunia tidak dilakukannya serta merta. Tapi semua bermula dengan mengelilingi Indonesia pada awalnya. Bagaimana bisa? Ternyata keprihatinan belanja bulanan pada masa awal kuliahnya di Unimed, memacunya untuk tidak mau miskin. Ini dibuktikannya. Melalui banyak teori para pemikir besar, Tumpak pun memilih aliran hidupnya sendiri.

Processed with VSCO with c1 preset

Untuk seorang pemikir, harus diakui dia cerdas. Bahkan di atas rata-rata. Hebatnya, dia bisa menjelaskan semua yang dilakukannya berdasarkan uji teori sehingga tak ada yang bisa membantahnya. Seperti lazimnya orang cerdas, Tumpak pun bukan tipe yang bisa diam. Dia selalu rindu dan bergairah melakukan banyak hal.

Sebelum menyelesaikan pendidikannya, Tumpak malah sudah mulai terbang ke Bandung dan Yogyakarta sebagai perutusan Persatuan Gereja Indonesia. Uang saku pun makin besar. Ketika akhirnya, dia diultimatum kampus untuk segera menyelesaikan kuliahnya, maka dengan berat hati Tumpak akhirnya menyelesaikan skripsi dan akhirnya diwisuda pada 2011 sebagai Sarjana Sains (SSi).

Travelling Manca Negara
Hongkong menjadi negara pertama yang dijelajahinya di kawasan Asia Tenggara. Berturut-turut dia juga menjelajahi negara-negara di Asia seperti China, Taiwan, Vietnam, Filipina dan lainnya hingga akhirnya ke Eropah dan negara lainnya.

“Masih lebih dari 20 negara,” katanya
“Katanya udah ada 30 negara,” kata Mistar.
“Iya. Itukah masih lebih dari 20 negara,” katanya lagi.
“Rencananya, masih dilanjut lagi?”
“Tentu saja,” katanya.

Salah satu kegiatan besar setelah Tumpak kembali ke kampung halaman, Pematangsiantar, adalah menggelar even 1.000 tenda di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba pada 2019 lalu.

“Hanya modal promo di Instagram. Aku memiliki 16.500 followers dan tinggal mengefektifkan mereka saja. Ternyata pada hari H, mereka berdatangan dari seluruh penjuru dan memenuhi Desa Meat sehingga panitia terpaksa memulangkan mereka karena tak ada lagi tempat,” katanya.

Komunitas baru yang dibentuknya di Kota Pematangsiantar yaitu Komunitas Siantar Man Art ketika menggelar acara di Universitas Nommensen Pematangsiantar pada 2017-2019, berhasil mengumpulkan 1.000 an pekerja seni, designer, pemusik, teater dan lainnya di Siantar dan Medan. Sejak itu pula, Tumpak mengaku memiliki komunitas luas di Siantar/Simalungun.

Melihat keberadaan kaum kreatif kota ini, Tumpak kini memiliki satu kerinduan besar untuk Kota Pematangsiantar, yaitu memiliki rumah kreatif tempat semua kaum kreatif bisa bekerja sama di suatu ruangan besar sehingga mempermudah kolaborasi untuk menghasilkan karya positif anak bangsa kreatif.

Lantas apa impiannya untuk kehidupan pribadinya? Tidak ada rencana, katanya. Dia menikmati hidup sederhana. Jadi meskipun dia memiliki banyak uang tapi dia lebih suka kemana-mana jalan kaki atau kalau mau naik motor dia tinggal pinjam sepeda motor orang tuanya. Karena baginya, kebahagiaan bukan diukur materi tapi kebebasan pemikiran serta keleluasaan mengimplementasikannya.

Penulis: Jelita Damanik
Editor : Rika Yoesz

Related Articles

Latest Articles