9.1 C
New York
Saturday, April 20, 2024

VI Percaya RI Masih Kebal dari Efek Kolaps SVB dan Krisis Credit Suisse

Yogyakarta, MISTAR.ID

Bank Indonesia (BI) percaya diri bahwa Indonesia tidak akan terdampak besar oleh kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) dan krisis Credit Suisse.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter (DKEM) BI Firman Mochtar menegaskan ada dua faktor mengapa kebangkrutan SVB tak akan berdampak pada RI. Pertama, kecilnya eksposur sektor keuangan RI ke SVB.

Kedua, industri perbankan Indonesia cukup kuat yang tergambar dari besarnya jumlah modal. Namun, BI tetap bakal mencermati dampak kebangkrutan perbankan AS yang berpotensi melebar ke banyak sektor, khususnya finansial.

“(Krisis) Credit Suisse sudah disampaikan. Hasil hitungan so far masih oke,” kata Firman di Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Sabtu (18/3/23).

Firman mengatakan BI melakukan stress test menyikapi gejolak perbankan-perbankan luar negeri. Tujuannya melihat seberapa kuat perbankan Tanah Air, dilihat dari segi portofolio hingga aset yang dipengaruhi berbagai indikator ekonomi makro.

“Secara umum memang baik, bila kondisi dan keyakinannya tetap baik. Kalau semua panik, sekuat apapun bisa jadi bermasalah,” tegas Firman.

baca juga:Nasib Nasabah SVB Tak Jelas, Rp2.712 T Terancam Hilang

Ia menegaskan kini perhatian Gubernur BI Perry Warjiyo adalah memitigasi perilaku berlebihan selepas kasus SVB hingga Credit Suisse, termasuk penempatan dana di Indonesia. Firman mengatakan BI bakal memitigasi ketidakstabilan, baik di pasar valuta asing (valas) hingga keuangan.

Pasalnya, kasus kebangkrutan perbankan AS menimbulkan kegamangan penempatan dana, termasuk di negara berkembang, seperti RI. Jika tidak dimitigasi, hal ini berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan fenomena krisis Credit Suisse adalah masalah lama yang berulang. Menurutnya, kredit hingga investasi obligasi di bank tersebut bermasalah.

“Diperparah dengan sentimen negatif yang terjadi akhir-akhir ini yang kemarin Saudi National Bank gak bisa tambah modalnya. Karena aturan otoritas Swiss di sana, asing hanya boleh sampai 10 persen, tidak bisa tambah lagi,” ungkap David.

Credit Suisse di ambang kebangkrutan usai harga sahamnya anjlok lebih dari 20 persen pada Rabu (15/3/23). Saham Credit Suisse ditutup setelah menukik ke posisi terendah 24,24 persen dalam sejarah.

Baca juga:Nasib Nasabah SVB Tak Jelas, Rp2.712 T Terancam Hilang

Akibatnya, nilai perusahaan menurun di bawah US$7 miliar. Bank Sentral Swiss (SNB) pun turun tangan dengan mengatakan modal dan tingkat likuiditas di Credit Suisse cukup memadai.

SNB bahkan siap menyediakan likuiditas bagi lembaga itu jika diperlukan. Hal ini dilakukan demi meredam kepanikan pasar. (cnn/hm06)

Related Articles

Latest Articles