22.2 C
New York
Monday, April 29, 2024

Pemko Sikapi Pemberitaan Terkait Sekda Nonaktif, Ketua DPRD: Jangan Berlarut-larut, Kewenangan PLh Itu Terbatas

Siantar | MISTAR.ID – Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) menyikapi maraknya pemberitaan, baik di media cetak dan media online, terkait pemeriksaan Sekretaris Daerah (Sekda) nonaktif, Budi Utari.

Pihak Pemko Pematangsiantar merasa perlu untuk menyampaikan informasi yang benar dan meluruskan informasi-informasi yang berkembang karena tidak sesuai dengan fakta dan kebenaran terkait pemeriksaan Sekda nonaktif.

Demikian disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan dan Pembinaan Kepegawaian BKD Kota Pematangsiantar, Farhan Zamzamy, kepada sejumlah awak media dalam konferensi pers di The Cangkirs Jalan KH Ahmad Dahlan Kota Pematangsiantar, Minggu (10/11/19) siang.

“Bahwa saudara Budi Utari AP selaku Sekda nonaktif benar telah hadir dan diperiksa oleh Wali Kota Pematangsiantar selaku atasan langsung yang bersangkutan pada tanggal 8 November 2019 Pukul 15.00 WIB terkait dugaan pelanggaran disiplin PNS berdasarkan ketentuan PP Nomor 53 tahun 2010,” tuturnya.

“Karena dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukannya adalah masuk dalam kategori berat maka yang bersangkutan dibebastugaskan sementara dari jabatannya selama tahapan pemeriksaan berlangsung, dan hal ini dibenarkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS,” sambungnya.

Farhan, yang saat itu didampingi Kepala BKD Zainal Siahaan dan Kabag Humas dan Protokoler Hamam Sholeh, menyampaikan bahwa dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh yang bersangkutan adalah karena yang bersangkutan melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang (Pasal 4 angka 1) dan perbuatan yang menghambat tugas kedinasan (Pasal 4 angka 11) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

“Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) Inspektorat Provinsi yang menunjukkan bahwa memang benar adanya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh saudara Budi Utari,” ungkapnya.

Selanjutnya, terkait dengan rekomendasi KASN, dijelaskan Farhan, informasi yang selama ini berkembang seolah-olah saudara Budi Utari dikembalikan dalam jabatan Sekda dan menganulir hasil Pemeriksaan Inspektorat Provinsi. Informasi ini sangat keliru dan menyesatkan.

“Kesimpulan rekomendasi KASN adalah satu kesatuan yang utuh, dimana saudara Budi Utari dikembalikan dalam jabatannya sebagai Sekda, untuk selanjutnya diperiksa atas dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukannya. Pemeriksaan disiplin PNS secara formil harus secara jelas dilaksanakan oleh Wali Kota selaku atasan langsung Sekda,” tuturnya.

“Secara substansi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh yang bersangkutan telah dibuktikan oleh Inspektorat Provinsi, namun secara prosedur untuk menghukum yang bersangkutan karena pelanggaran harus melalui pemeriksaan disiplin PNS,” sambung Farha yang kemudian menyinggung soal surat panggilan yang tidak secara detail menjelaskan kesalahan yang bersangkutan.

“Terkait surat panggilan yang dianggap keliru dan harus diperbaiki karena tidak sesuai dengan ketentuan Perka BKN Nomor 21 tahun 2010. Hal itu tidak benar, surat panggilan sudah menjelaskan Pasal yang menunjuk dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan olehnya,” ujarnya.

Farhan menjelaskan, adapun contoh surat panggilan yang ditunjukkan oleh yang bersangkutan dari instansi lain bukanlan contoh surat panggilan pemeriksaan disiplin PNS, melainkan surat panggilan untuk pemeriksaan di Lingkungan Kepolisian RI. Pemeriksaan disiplin PNS jelas berbeda dengan pemeriksaan / penyidikan di Kepolisian. Karena payung hukum yang mengatur juga berbeda.

“Untuk menguji kebenaran satu produk naskah dinas ataupun kebijakan Pejabat Publik termasuk Wali Kota bukanlah kewenangan yang bersangkutan selaku terperiksa, melainkan kewenangan Pengadilan. Hak yang bersangkutan adalah untuk diperiksa dan didengar keterangannya agar informasi yang telah dikumpulkan dari berbagai pihak menjadi berimbang dengan keterangan dari yang bersangkutan,” tuturnya.

Menjawab atau tidak menjawab pertanyaan selama pemeriksaan, kata Farhan, itu merupakan hak yang bersangkuta. Dan hak tersebut dilindungi UU. Namun juga hak Wali Kota selaku atasan langsung yang bersangkutan untuk memeriksa yang bersangkutan selaku bawahannya. Karena pemeriksaan yang bersangkutan tidaklah bersifat berdiri sendiri.

“Pemeriksaan pelanggaran disiplin terhadap saudara Budi Utari berbentuk rangkaian pemeriksaan karena juga dilakukan dengan mengumpulkan berbagai macam alat bukti dan keterangan dari pihak-pihak yang mengetahui substansi pemeriksaan,” bebernya.

17 Pertanyaan Dalam Pemeriksaan

Terkait substansi pemeriksaan yang tidak dijawab oleh saudara Budi Utari, kata Farhan, Wali Kota sudah melaksanakan tugasnya untuk menanyakan hal-hal yang menjadi dasar dugaan pelanggaran disiplin dari yang bersangkutan.

“Ada 17 pertanyaan yang disampaikan kepada yang bersangkutan. Dan hanya empat pertanyaan yang dijawab oleh yang bersangkutan. Karena yang bersangkutan kekeuh meminta kepada Wali Kota untuk memperbaiki panggilan,” ungkap Farhan yang kemudian menegaskan bahwa panggilan pemeriksaan Disiplin PNS hanya ada dua kali berdasarkan ketentuan PP Nomor 53 tahun 2010.

“Pada panggilan I saudara Budi Utari tidak menghadiri pemeriksaan dengan alasan sakit. Dan di panggilan II ini yang bersangkutan hadir namun menyatakan tidak mau diperiksa dengan alasan meminta surat panggilan diperbaiki,” katanya.

“Jika yang bersangkutan merasa sebagai seorang ASN yang loyal terhadap atasannya dan mengaku kooperatif, mengapa yang bersangkutan tidak menyampaikan keberatannya atas surat panggilan pada saat panggilan tersebut diterimanya. Karena dalam pemeriksaan disiplin PNS ada tenggat waktu yang diberikan antara Panggilan I dan Panggilan II agar PNS yang bersangkutan bisa mempersiapkan diri untuk pemeriksaan,” lanjutnya.

Terkait keberatan saudara Budi Utari AP atas handphone (HP) yang ditahan oleh Ajudan WaliKota, kata Farhan, hal tersebut adalah untuk tertib pemeriksaan. Karena pemeriksaan disiplin PNS bersifat tertutup.

Kemudian, terkait pernyataan yang bersangkutan yang menyatakan tidak menandatangani BAP, hal itu tegas diatur dalam ketentuan PP Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS, bahwa meskipun terperiksa tidak menandatangani BAP, maka BAP tersebut tetap bisa dijadikan dasar untuk penjatuhan hukuman disiplin.

“Jabatan itu adalah amanah. Dan amanah itu adalah sesuatu yang diberikan. Maka jika si pemberi amanah ingin menarik amanah itu, adalah keharusan bagi si penerima amanah untuk menyerahkannya. Karena mungkin si pemberi amanah merasa si penerima amanah tidak mampu menjalankan amanah yang diberikan olehnya. Dan mungkin ada orang lain yang lebih baik jika menerima amanah itu,” tandasnya mengakhiri.

Ketua DPRD Minta Cepat Bertindak

Sementara itu, Ketua DPRD Pematangsiantar, Timbul Lingga, Minggu (10/11/19) mengatakan, pemeriksaan Sekda nonaktif yang berlarut-larut, menurutnya akan berdampak kepada pembahasan Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Pematangsiantar tahun 2020.

“Ini kan juga akan menyangkut ke pembahasan perda tentang APBD tahun 2020,” tutur Timbul yang ditemui disela-sela kegiatannya mengikuti acara Peringatan Hari Pahlawan di Lapangan H Adam Malik dan Taman Makam Pahlawan ‘Nagur’ Kota Pematangsiantar.

Saat ditanya apa hubungannya ke pembahasan APBD tahun 2020 yang telah dijadwalkan mulai dibahas hari ini, Senin (11/11/19). Timbul menjelaskan bahwa hal itu erat kaitannya dengan status Sekda Kota Pematangsiantar yang saat ini masih berstatus Pelaksana Harian (Plh).

“Kewenangan Plh itu kan terbatas, dia hanya menjalankan tugas-tugas rutin, dan dilarang menetapkan keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi kepegawaian dan alokasi anggaran,” terang politisi PDI Perjuangan tersebut.

“Dan sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 14 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang dimaksud dengan ‘keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis’ adalah keputusan dan atau tindakan yang memiliki dampak besar seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah,” jelasnya lebih lanjut.

Masih menurut Timbul, Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) adalah dokumen anggaran yang dibuat oleh Sekda, untuk disampaikan kepada Walikota sebagai pedoman dalam penyusunan APBD, dan disusun berdasarkan Rencana Kerja Prioritas Daerah (RKPD) sebagai hasil Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang).

“KUA-PPAS kan udah selesai disampaikan, yang notabene dapat dikatakan adalah merupakan keputusan dan atau tindakan strategis.
Karenanya, dalam pembahasan dengan pihak DPRD, seandainya akan ada perubahan maka harus dilakukan oleh sekda yang definitif dan tidak bisa dilakukan oleh seorang Plh,” jelas Timbul yang juga merupakan Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Pematangsiantar.

Untuk itu, agar tidak menjadi bahan pergunjingan yang dapat menimbulkan penilaian seakan-akan Pemerintah Kota (Pemko) hanya mengurusi persoalan antara Sekda dan Walikota, serta untuk kelancaran pembahasan APBD tahun 2020, Timbul meminta Walikota Pematangsiantar secepatnya menyelesaikan masalah tersebut.

“Bertindaklah dengan cepat, jangan berlarut-larut. Walikota jangan ragu mengambil tindakan, selama tindakan itu masih dalam koridor hukum. Kalau memang ada pelanggaran yang dilakukan sekda non aktif saudara Budi Utari masuk kategori disiplin berat, segera berhentikan, dan segera juga lantik pejabat sekda baru sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Pematangsiantar Zainal Siahaan, ketika ditanya soal tindaklanjut pemeriksaan Sekda nonaktif. Ia mengatakan Walikota Pematangsiantar akan secepatnya menindaklanjutinya. “Segeralah, mungkin pak wali akan secepatnya mengambil tindakan untuk menindaklanjutinya. Kita lihat sajalah ya,” ujarnya.(hm02)

Penulis: Ferry Napitupulu
Editor : Herman Maris

Related Articles

Latest Articles