22.5 C
New York
Monday, May 20, 2024

Menuju Pemilu 2024, KPU Sumut Tegaskan Afirmatif Keterwakilan Perempuan

Medan, MISTAR.ID

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara menegaskan adanya kebijakan afirmatif bagi keterwakilan perempuan dalam politik.

Afirmatif ini merujuk pada Undang-Undang Pemilu No. 12 tahun 2003 sampai Undang-Undang Partai Politik No. 2 Tahun 2011 tentang peran perempuan sebagai peserta dalam pemilu.

UU tersebut membahas ruang segmentasi politik pada perempuan dengan persentase 30% keterlibatannya atas partai dan calon legislatif (caleg). Meski ada afirmatif tersebut, perempuan tetap punya banyak tantangan untuk ikut serta dalam pemilu.

Baca juga:Keterwakilan Perempuan di Komisioner Nihil, Bawaslu RI Dilaporkan ke Komnas Perempuan

Terdapat 3 segi tantangan yang harus dihadapi perempuan dalam pemilu, diantaranya perempuan sebagai pemilih, peserta dan penyelenggara. Hal itu dikatakan Komisioner KPU Sumut Divisi Hukum dan Pengawasan, Ira Wirtati, Sabtu (23/9/23).

Ira juga menjelaskan terkait ketiga aspek yang menjadi tantangan tersebut.

“Perempuan sebagai pemilih memiliki tantangan seperti budaya patriarki, disinformasi pemilu atau tidak kenal dengan calegnya dan tidak tahu cara memilih, ada juga faktor geografis,” sebutnya dalam seminar nasional  Pengurus Wilayah Nasiyatul Aisyiyah (PWNA) di Aula Fakultas Hukum UMSU, Medan.

Perempuan sebagai peserta, katanya, sering kali mendapat tantangan berupa pencalegan yang hanya sekedar memenuhi kuota, disinformasi pemilu, kurangnya finansial kampanye, kurangnya dukungan dan kurangnya publikasi.

Baca juga: Tak Ada Keterwakilan Perempuan, Rekrutmen 7 Anggota Bawaslu Sumut Dilaporkan ke DKPP

“Finansial yang paling penting, bukan berarti juga banyak uang banyak suara. Jika suara bisa dibeli, mungkin yang duduk adalah orang yang punya banyak uang. Tapi tidak juga, terbukti banyak caleg yang mengeluarkan uang hingga 3 miliar untuk kampanye tapi ternyata tidak duduk,” tambahnya memaparkan.

Sedangkan perempuan sebagai penyelenggara memiliki tantangan dengan yang paling awam yaitu disinformasi pemilu dan perlunya wujud konkrit afirmasi dalam proses seleksi.

“Untuk menjadi bagian dari penyelenggara pastinya membutuhkan waktu kerja yang penuh, dan kadang-kadang kurangnya dukungan dari keluarga. Apalagi bagi perempuan yang tidak mendukung perempuan padahal secara DPS perempuan lebih banyak memilih ketimbang laki-laki,” katanya.

Baca juga: Bawaslu Diminta Mengoreksi PKPU yang Bisa Kurangi Keterwakilan Perempuan

Ira Wirtati juga memberikan kesimpulan dan rekomendasi terhadap perempuan tentang perlunya terobosan juga inovasi dalam bentuk afirmasi terhadap perempuan dalam pemilu.

“Perlu alokasi khusus dana partai untuk mendukung pencaleg-an dan kampanye caleg perempuan dalam pemilu,”tegasnya mengakhiri pemaparannya.(dinda/hm17).

Related Articles

Latest Articles