20.7 C
New York
Saturday, June 1, 2024

5 Fakta MK Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka, KPU Bersikap Seperti Ini

Jakarta, MISTAR.ID

Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman memutuskan uji materi Undang-Undang Pemilihan Anggota Parlemen (Pemilu) Nomor 7 Tahun 2017. Diputuskan bahwa sistem proporsional terbuka akan tetap digunakan dalam pemilu di Indonesia.

Berikut beberapa faktanya:

1. Bunyi putusan perkara Nomor 114/PUU-xx/2022 dibacakan dalam sidang lisan Kamis (15/6) ini. Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, menjadi hakim konstitusi.

“Kami menguji asas permohonan dan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Kamis (15/6/23).

Baca juga : Sah, MK Tolak Sistem Pemilu Tertutup

MK telah putuskan Proporsional Terbuka, Perindo:

Memberikan rasa aman bagi partai politik dan legislator. Uji materi UU Pilkada 7 Tahun 2017 diajukan pada 14 November dengan nomor berkas 114/PPU-XX/2022. Kandidat uji materi ini antara lain Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto dan Nono Marijono.

Salah satu tudingannya adalah meminta hakim mengubah sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka menjadi tertutup.

2. Tinjauan Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu Dalam sidang ini, Mahkamah Konstitusi mengkaji segala kemungkinan kelebihan dan kekurangan sistem pemilu, baik sistem pemilu terbuka maupun tertutup.

Baca juga : MK Diyakini Objektif Beri Putusan Soal Sistem Pemilu 2024

Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa sistem pemilu universal mengacu pada metode yang digunakan untuk mengubah jumlah suara yang diterima oleh pemilih yang berpartisipasi untuk memperoleh kursi di parlemen.

Intinya, hakim konstitusi juga menolak semua tuntutan calon bahwa Indonesia harus menerapkan sistem perwakilan proporsional tertutup terkait dengan implikasi penyelenggaraan pemilu. Mahkamah Konstitusi menemukan bahwa efek dan pelaksanaan administrasi pemilihan tidak semata-mata karena sistem pemilihan umum.

“Karena setiap sistem pemilu memiliki kekurangan yang bisa diperbaiki dan diselesaikan tanpa mengubah sistemk,” ujar Anggota Hakim Konstitusi, Saldi Isra.

Menurut mahkamah, perbaikan dan perbaikan penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dari berbagai perspektif, mulai dari sistem kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hak dan kebebasan berekspresi serta ekspresi pluralisme ideologi. Reformasi partai politik sesuai dengan kepentingan dan keinginan rakyat yang diwakili oleh partai politik.

Baca juga : Putusan MK Soal Sistem Pemilu 2024 Bocor? Begini Reaksi Menko Polhukam 

3. Satu Hakim Konstitusi tidak hadir Hanya delapan hakim konstitusi yang menghadiri sidang kasus UU Pemilu (UU Pemilu). Salah satu hakim yang tidak hadir adalah Wahiduddin Adams. Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Sadli Isra mengatakan, sesuai ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sedikitnya 7 hakim konstitusi hadir pada sidang terakhir.

“Jadi, misalnya saya tidak hadir dalam proses pengambilan keputusan, saya tetap bisa hadir dalam penjelasan bahkan mengatakan diperbolehkan. Jadi tidak ada masalah,” ujarnya dalam konferensi pers usai sidang. Menurutnya, Wahidin Adams tengah berada di luar negeri. Dia bilang itu juga bukan masalah.

“Ada perintah di luar negeri dan tidak melawan hukum acara karena tetap diputuskan oleh minimal tujuh orang, diputuskan oleh delapan orang,” ujarnya.

“Nah, kalau Yang Mulia Pak Wahid dipindahkan ke Uzbekistan dan berangkat pagi ini, bisa kembali Senin atau Selasa,” tambah Sadli..

Baca juga : Putusan MK Soal Sistem Pemilu 2024 Bocor? Begini Reaksi Menko Polhukam 

4. Daftar hakim yang hadir

Hakim ketua: Anwar Usman

Anggota Hakim: Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancataki Foekh dan Guntur Hamzah.

5. Tanggapan KPU: Anggota KPU RI Idham Holik mengatakan pihaknya sejak awal menerapkan proses kepastian hukum. Sebelum putusan Mahkamah Konstitusi, KPU melanjutkan perwakilan proporsional terbuka.

Karena saat itu belum ada putusan MK yang memiliki kepastian hukum tetap dan KPU tetap menjalankan ketentuan undang-undang yang berlaku.

“Kami tegaskan KPU menjelaskan kepada masyarakat sejak awal, saat kasus ini mulai disidangkan, bahwa KPU menerapkan asas kepastian hukum. Untuk itu aturan pemilu kita susun sebelum putusan dibacakan, juga dalam sidang paripurna. kerangka kepastian hukum,” kata Idham, Kamis, 15/6/23 di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat.

“Oleh karena itu, pada 18 April 2023, KPU mengeluarkan Surat Perintah KPU Nomor 10 Tahun 2023 yang kita ketahui kali ini mengusung caleg yang prinsipnya berdasarkan Pasal 168(2), dengan semangat sistem proporsional daftar terbuka,” ujar Idham. (okz/hm18)

Related Articles

Latest Articles