Baca Juga : Anggota Bawaslu Medan Terjerat OTT, LBH Medan Minta Diberhentikan Tetap
Meski AH sudah ditetapkan tersangka, Henry tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah. Karena, dugaan pemerasan yang dilakukan AH terhadap RKA tersebut terjadi usai yang bersangkutan masuk ke dalam DCT.
“Misalnya sebelum mediasi terjadi OTT masuk akal, ini putusan mediasi sudah selesai baru ada OTT. Ini tidak logis. Makanya saya masih menerapkan praduga tak bersalah. Dari mana inisiatif ini muncul, apa dari Bawaslu atau dari caleg ataupun PKN. Ini yang harus diusut,” pungkas mantan Anggota Bawaslu Sumut periode 2018-2023 ini.
Coreng Komitmen Bawaslu
Pengamat Sosial Politik Sumut, Shohibul Anshor Siregar menegaskan, OTT tersangka AH telah mencoreng komitmen Bawaslu yang selama ini telah menyatakan sikap teguh penuh integritas. Integritas tersebut, kata dia, malah dilanggar penyelenggara Pemilu itu sendiri.
“Pertama, komitmen Bawaslu yang bahkan setiap tahun mengupdate data tentang indeks soal kerawanan Pemilu dan salah satu diantara peta dari indeks kerawanan itu integritas penyelenggara, dia termasuk di situ. Bawaslu itu selalu sibuk dengan meme-meme yang menunjukkan pasal, pasal pidana. Mereka pada pada posisi yang sangat teguh dalam sikap-sikap formal, tetapi itulah yang dilanggar oleh anggota Bawaslu itu sendir,” ucapnya.
Yang kedua, kata dia, penetapan tersangka AH tidak adanya penjelasan informasi yang lengkap tentang kasus dugaan pemerasan seorang caleg Kota Medan.
“Misalkan disebut itu dalam administrasi pencalegan. Padahal DCT sudah selesai dan diumumkan. Apa kira-kira yang disembunyikan oleh pihak berwajib sehingga tidak begitu terang benderang mengemukakan pasal dari sogok menyogok itu. Jadi itu satu hal yang menggantung terkhusus dalam pikiran saya,” sambungnya.
Baca Juga : Anggota Bawaslu Medan Terjerat OTT, Pengamat Hukum: Sanksinya Harus Diberhentikan
“Ketiga, ke depan itu menjadi satu peringatan bagi Civil Society untuk meningkatkan kontrol terhadap proses Pemilu. Yang terbuka saat ini masih sangat kecil dibanding potensi kecurangan yang mungkin terjadi ke depan. Karena itu mari kita meneriakkan, jangan ada lagi kecurangan, kita ingin Pemilu berintegritas, naik kelas sehingga tidak ada lagi gonjang-ganjing,” ungkapnya.
Abuse of Power
Menanggapi polemik terkait perilaku tersebut, Pengamat Sosial dan Akademisi Agus Suriadi, mengidentifikasi adanya Abuse of Power dalam situasi ini. Abuse of power adalah istilah yang saat ini sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Istilah ini mengacu pada tindakan-tindakan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan oleh individu tertentu.
“Ini akibat Abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan. Mengangap dirinya telah memegang kekuasaan jadi bisa sesuka hati memainkan perannya,” ujarnya.
Menurutnya, dugaan kasus pemerasan ini mungkin muncul akibat fenomena hedonisme; para pemimpin cenderung meniru gaya hidup dan tidak ingin tertinggal. Agus juga menyoroti soal besarnya gaji dan tunjangan yang diterima oleh anggota Bawaslu, sehingga ia meragukan bahwa OTT terjadi karena masalah finansial yang kecil.
“Inikan masih muda-muda bisa jadi, para pimpinan style tidak mau ketinggalan,” tukasnya.