12 C
New York
Monday, May 13, 2024

Pengamat Politik : Wacana Munaslub Partai Golkar Biasanya Berujung Pada Satu Skenario

Medan, MISTAR.ID

Pengamat politik Sohibul Anshor Siregar angkat bicara perihal wacana musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) di tubuh Partai Golkar. Menurutnya, pada setiap partai pasti selalu terdapat perselisihan pemikiran yang serius.

Menurut Sohibul, dalam perselisihan sebagian dapat diakomodasi melalui manajemen kepartaian, dan biasanya sebagian lainnya tetap tersisa sebagai potensi laten perpecahan.

“Hal kedua itulah yang kini bekerja dalam konflik terbuka Partai Golkar. Resolusi konflik internal Partai Golkar sepanjang sejarah tampaknya selalu berakhir dengan salah satu dari dua skenario,” ujarnya, Jumat (28/7/23) malam.

Baca juga: Aburizal Bakrie Anggap Munaslub Bisa Rugikan Golkar di Pemilu 2024

Skenario pertama, kata Sohibul, memutus mata rantai pengaruh figur pembangkang dengan dalih konsolidasi partai, revitalisasi, dan restrukturalisasi.

Figur-figur kadar “die hard” yang terkena “kebijakan” sebetulnya tidak pernah berhenti berhitung meski silence di dalam tubuh organisasi.

“Skenario kedua yakni eksodus (pindah partai atau mendirikan partai baru). Beberapa diantaranya ialah Wiranto, Prabowo Subianto, Surya Paloh, dan lain-lain,” ucapnya.

Baca juga: Konflik Golkar, Jokowi Sebut Istana Tak Pernah Mencampuri

Untuk tingkat lokal seperti di Sumut, kata Sohibul, mungkin orang masih ingat nama Kolonel (Purn) H Mudyono dan H Abdul Wahab Dalimunthe (sama-sama pernah menjadi Ketua DPD Golkar Tingkat I Sumut dan Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara).

Dikatakan Sohibul, lazimnya tak hanya timing, situasi dan kondisi. Melainkan juga stimulus politik dan kekuatan eksternal tertentu yang memungkinkan rasionalitas pilihan para “pembangkang” internal yang selama ini menyimpan perasaan tak puas sebagai potensi laten perpecahan.

“Timing menunjukkan agenda tetap konflik terbuka partai ialah saat musyawarah pergantian pengurus, penentuan caleg dan penentuan calon untuk eksekutif untuk setiap tingkatan. Ini bukan khas Golkar, melainkan seluruh partai di Indonesia,” katanya.

Ia menambahkan, situasi menunjukkan hasil evaluasi tentang kepemimpinan. Kemasukakalan dan ketidak masuk akalannya selalu tergantung pada logika yang dibangun dan pewacanaan. Jadi, konstruksi dan framing selalu bermain dalam hal ini.

Baca juga: Munaslub Dianggap Penting Tentukan Langkah Golkar Kedepan

“Contoh terbaik untuk faktor stimulus eksternal ialah “begal” partai yang dilakukan oleh Kepala KSP Moeldoko. Kader-kader “pembangkang” jelas memperoleh energi besar dan “keberanian” hanya karena stimulus eksternal,” ungkapnya.

Menurut Sohibul, konflik Golkar saat ini memenuhi ketiga faktor di atas yaitu timing, situasi dan stimulus eksternal. Timingnya menjelang pemilu (tahun politik yang lazim mementaskan anomali politik). Kemudian situasi (Airlangga Hartarto) antara lain, sampai sejauh ini memperlihatkan tanda-tanda kuat bakal tidak berhasil merealisasikan keputusan menjagokan kader Golkar untuk Pilpres.

“Sekarang tentang stimulus eksternal. Meski begitu samar namun banyak opini yang tuduhannya mengarah pada keinginan menyederhanakan rivalitas Pilpres 2024 dan rasanya hal itu sukar dibantah,” katanya.

Baca juga: Isu Musnalub Golkar Mencuat, Agung Laksono: Ada Penumpang Liar

Sohibul menyebutkan, kader-kader Golkar banyak yang sangat mandiri dalam arti memiliki kedewasaan bermain dan daya tahan serta kemampuan sumberdaya sangat terandalkan dalam rivalitas Pemilu.

Meski tanpa kecanggihan koordinasi canggih dari organisasi, para kader itu tetap memiliki optimisme memanfaatkan peluang dalam pemilu.

“Tetapi kekisruhan yang terjadi pasti menyita waktu dan pikiran sehingga energi teralihkan dari tugas dan misi utama mendesak menghadapi pemilu,” ucapnya.

Sohibul mengingatkan bahwa DPD Tingkat I se-Indonesia pastilah bersifat adaptif terhadap perkembangan yang didesain dari Jakarta. Meski akan disebut sebagai situasi wait and see, namun sangat sukar diterka apakah mereka akan gesit mempertahankan Ketum mereka dari ancaman pendongkelan atau justru sebaliknya.

“Situasi seperti ini lazimnya sangat rawan atas faktor-faktor politik pembungkam seperti transaksi material dan lain-lain,” pungkasnya. (ial/hm17)

Related Articles

Latest Articles