11.2 C
New York
Saturday, May 11, 2024

Pakar Hukum Tata Negara: Suara Rakyat Instrumen dalam Menggugat Pemilu 2024

Medan, MISTAR.ID

Pakar Hukum Tata Negara, Ali Yusran Gea menyoroti kekuatan suara rakyat sebagai instrumen utama untuk melawan potensi ketidakadilan dalam rezim yang berkuasa di Indonesia saat ini.

Ali Yusran menekankan, bahwa dalam sejarah, suara rakyat telah membuktikan keberhasilannya menggoyahkan rezim yang tidak sesuai dengan tatanan kebangsaan.

“Puncak dari semua perlawanan ini hanyalah kekuatan suara rakyat yang bisa melawan kezaliman rezim saat ini. Makanya selama ini dikenal istilah suara rakyat adalah suara Tuhan. Gerakan reformasi tahun 1998 dulu adalah suara rakyat. Begitu kokohnya rezim Orde Baru Soeharto akhirnya runtuh juga,” katanya, pada Sabtu (2/3/24).

Baca juga:Bawaslu Simalungun Belum Terima Laporan Pelanggaran Pemilu 2024

Dia mengungkapkan pandangannya, untuk mengajukan gugatan terkait Pemilihan Umum (Pemilu) yang diduga curang, mekanisme konstitusi dan politik menjadi semakin tidak mungkin dilakukan.

Menurutnya, Mahkamah Konstitusi (MK) dan DPR RI sudah dikuasai oleh rezim, sehingga upaya melalui mekanisme tersebut akan sulit mencapai hasil yang adil.

Ali Yusran menggarisbawahi keterbatasan waktu untuk mengandalkan DPR hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2024 untuk menggelar hak angket. Selain itu, konsistensi partai politik (parpol) dalam memperbaiki kondisi bangsa juga menjadi pertimbangan kritis.

Dirinya menilai, penguatan komitmen kebangsaan dari parpol dapat diuji melalui upaya mereka dalam menghadapi kondisi amburadul bangsa saat ini.

Baca juga:Puluhan Mahasiswa UHN Unjuk Rasa di KPU Sumut, Sebut Ada Kecurangan di Pemilu 2024

“Tapi itupun tergantung pada konsistensi partai-partai politik, apakah mereka memiliki komitmen kebangsaan untuk memperbaiki kondisi bangsa yang sudah amburadul ini. Saat ini kita menguji komitmen kebangsaan mereka. Apakah ingin merubah kondisi kebangsaan yang sudah amburadul ini,” tanya Ali Yusran.

Pakar hukum tersebut juga mencermati ketidaktahuan parpol untuk menggelar hak angket ketika MK mengambil keputusan terkait batas usia calon Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu 2024.

Ia menyoroti keheningan dan ketidakberanian parpol untuk bersikap, yang menurutnya mencerminkan kurangnya komitmen kebangsaan.

Ali Yusran menegaskan, keputusan MK yang bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Kehakiman, khususnya dalam hal anggota keluarga seorang hakim, seharusnya memunculkan perlawanan dari pihak yang berkompeten. Namun, ketidakberanian dan keheningan semua pihak menimbulkan implikasi serius terhadap integritas hukum.

Baca juga:Potensi Sengketa Pemilu 2024 Terjadi Karena Integritas Penyelenggara

“Idealnya, sengketa Pemilu seharusnya dibawa ke MK sebagai benteng konstitusi. Menurut saya bahwa kenyataannya MK telah kehilangan integritasnya,” tambahnya.

Sebagai solusi, Ali Yusran menyarankan, satu-satunya jalan yang dapat ditempuh adalah menggalang dukungan suara rakyat sebagai bentuk kekuatan moral.

Apabila terbukti adanya kecurangan dalam Pemilu, ia menekankan jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dapat dipidana, karena penyalahgunaan wewenang yang diberikan kepada mereka. (khairul/hm16)

Related Articles

Latest Articles