Wednesday, April 16, 2025
home_banner_first
OPINI

Ajakan Moral Tetty Naibaho Perkuat Pondasi Etika dan Martabat Jurnalistik Nasional

journalist-avatar-top
Kamis, 10 April 2025 14.50
ajakan_moral_tetty_naibaho_perkuat_pondasi_etika_dan_martabat_jurnalistik_nasional

Ir. Zulfikar Tanjung. (f:ist/mistar)

news_banner

Oleh : Ir. Zulfikar Tanjung

Dari sudut Kedai Kopi di Pangururan, Samosir, Sumatera Utara, Selasa (8/4/2025), bergema sebuah ajakan moral yang sejatinya merupakan gema nurani profesi jurnalis Indonesia.

Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Samosir, Tetty Naibaho, tidak sekadar berbicara dalam kapasitas struktural, melainkan menyuarakan satu nilai yang hakiki: pentingnya jurnalis saling menghormati, menjaga etika, dan menjunjung tinggi integritas di tengah dinamika era informasi digital.

Dalam ajakannya, Tetty menekankan bahwa jurnalis tidak boleh saling menjatuhkan dan harus menghindari sikap merasa paling unggul. Lebih dari sekadar sikap etis, pernyataan ini merefleksikan panggilan moral untuk menegakkan martabat profesi suatu hal yang semakin genting di tengah gempuran opini liar, berita pesanan, dan konten-konten tanpa verifikasi yang membanjiri ruang publik.

“Kita sesama jurnalis harus saling menghargai, bukan saling menjatuhkan. Dalam mencari dan menyajikan informasi, kita harus menyampaikan fakta yang aktual, bukan opini pribadi,” ujar Tetty.

Apresiasi atas Ajakan yang Langka namun Mendesak

Pernyataan Tetty Naibaho patut diapresiasi bukan hanya sebagai pesan lokal, tapi sebagai cerminan kebutuhan nasional. Di tengah makin kaburnya batas antara konten jurnalistik dan opini pribadi, suara seperti ini menjadi oase moral yang menyadarkan kembali bahwa kekuatan jurnalisme terletak pada kredibilitas, bukan kecepatan; pada kejujuran, bukan keberpihakan; pada integritas, bukan popularitas.

Ajakan Tetty untuk menghindari pemberitaan pesanan demi kepentingan tertentu adalah seruan tegas yang patut didengungkan secara nasional. Ia mengingatkan bahwa begitu berita dipublikasikan, ia menjadi milik publik maka setiap jurnalis bertanggung jawab bukan hanya pada medianya, tetapi pada masyarakat, bahkan pada sejarah.

Moral: Fondasi Hakiki Jurnalisme Profesional

Dalam konteks ini, pernyataan Tetty adalah ajakan moral yang agung bukan basa-basi, melainkan dasar eksistensial dari tugas jurnalistik. Moral bukanlah pelengkap; ia adalah fondasi dari etika profesi. Ketika moral dikedepankan, jurnalis tidak hanya bekerja untuk menyampaikan informasi, tetapi untuk menjaga kesadaran kolektif, membimbing opini publik, dan menyuarakan kebenaran yang berpijak pada nilai keadilan.

Kekuatan moral dalam jurnalisme bukan hanya diperlukan-tetapi mendesak. Di era post-truth, di mana persepsi mudah dimanipulasi dan algoritma mendikte arus informasi, hanya moral yang mampu menjadi jangkar nilai. Moral yang hidup dalam hati jurnalis akan mencegah mereka menjadi alat propaganda dan menuntun mereka untuk tetap berpihak pada publik, bukan pada kekuasaan.

Ajakan moral Tetty juga tidak terlepas dari ajakan untuk mematuhi hukum, khususnya Undang-Undang Pokok Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Di sinilah moral dan hukum bertemu: moral menjadi kompas batin, hukum menjadi pagar batas. Tanpa moral, hukum bisa dimanipulasi. Tanpa hukum, moral kehilangan kekuatan implementasi.

Kepatuhan terhadap hukum pers bukanlah beban, tetapi bentuk penghormatan terhadap profesi dan publik. Dengan mematuhi hukum, jurnalis menjaga marwah kebebasan pers yang sehat dan bertanggung jawab. Dan dengan mengedepankan moral, jurnalis memperkuat legitimasi sosial mereka sebagai penjaga nurani bangsa.

Apa yang disampaikan oleh Tetty Naibaho dari Samosir sesungguhnya adalah manifestasi dari kekuatan jurnalistik yang berpijak pada nurani. Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap media, pernyataan ini memberi harapan bahwa jurnalisme Indonesia masih memiliki ruang untuk diselamatkan melalui kekuatan etika dan kepatuhan terhadap hukum.

Jurnalis sejatinya bukan hanya penyampai fakta, tetapi juga penjaga nilai. Ketika nilai moral dan kepatuhan hukum bersatu, di sanalah jurnalisme menjadi pilar peradaban. Maka, seruan moral dari Samosir ini layak digaungkan ke seluruh penjuru negeri, agar jurnalisme Indonesia kembali kuat, sehat, dan bermartabat. *

(Penulis adalah Anggota Litbang SMSI Pusat)

REPORTER:

RELATED ARTICLES