18.6 C
New York
Monday, April 29, 2024

Setahun Dampak Pandemi Covid-19, Tantangan Kehilangan Pembelajaran Masih Berlanjut

Jakarta, MISTAR.ID

Pandemi Covid-19 telah satu tahun melanda serta menimbulkan dampak skala besar di Indonesia, dan menambah lapisan risiko baru pada pemenuhan hak-hak anak di Indonesia, salah satunya adalah pendidikan.

CEO Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung menjelaskan, bahwa hasil studi dari “Global Save The Children” untuk periode Juli 2020 di 46 negara, khususnya Indonesia, mengindikasikan terdapat 8 dari 10 anak tidak dapat mengakses bahan pembelajaran yang memadai. Sebanyak 4 dari 10 anak kesulitan memahami pekerjaan rumah, dan fakta bahwa minimal 1% anak tidak belajar apa pun selama pembelajaran jarak jauh (PJJ).

“2021 harus menjadi tahun yang memastikan anak tetap mendapatkan akses belajar yang berkualitas, karena pendidikan merupakan hak anak yang harus dipenuhi dan kunci membangun generasi Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (15/3/21).

Baca Juga: PDIP Serukan Doa Bersama Akhiri Covid-19

Di Indonesia, lebih dari 600 ribu sekolah harus tutup menyebabkan sekitar 60 juta anak harus menjalani PJJ atau belajar dari rumah. Meski ada sekolah di zona tertentu yang diperbolehkan dibuka dengan memenuhi persyaratan tertentu, sebagian besar anak tetap harus belajar dari rumah baik secara daring maupun luring.

Sayangnya, banyak anak di Indonesia yang tidak mampu belajar daring. Hal ini menimbulkan beberapa implikasi terhadap pendidikan di Indonesia, seperti menurunnya motivasi belajar dan kembali ke sekolah, menurunnya kemampuan literasi dan numerasi, dan ancaman putus sekolah karena anak harus bekerja dan atau menikah dini. Lebih jauh lagi, anak akan kehilangan pembelajaran yang kemudian dapat mempengaruhi perolehan kesempatan mengakses pendidikan tinggi dan pekerjaan, serta menghasilkan pendapatan di masa depan.

Ditambahkan oleh Selina, penerapan PJJ bukan-lah hal yang mudah, beberapa tantangan turut dihadapi oleh anak, guru, dan orangtua. Seperti terbatasnya materi, alat, akses terhadap pembelajaran dan pengajaran, infrastruktur yang tidak merata (akses internet, jalan, bahkan listrik), keterampilan guru untuk melakukan PJJ, kapasitas orangtua mendampingi anak belajar, serta kemampuan anak beradaptasi dan belajar mandiri.

Baca Juga: Kasus Harian Covid-19 Di India Capai Rekor Tertinggi

“Teman–teman saya yang tinggal di desa, susah untuk mendapat sinyal. Dan banyak dari mereka juga yang tidak punya handphone. Jadi kadang sama sekali tidak belajar atau susah dapat informasi dari ibu guru padahal mereka sangat ingin belajar,” kata Stella (15 tahun) dari Nusa Tenggara Timur (NTT), perwakilan Children & Youth Advisory Network (CYAN) Save the Children Indonesia.

Tantangan terbesar lain adalah menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman untuk anak. Pasalnya, studi “Global Save the Children” menemukan bahwa dua pertiga atau 63% anak perempuan lebih banyak dibebani tugas rumah, dibanding anak laki–laki (43%). Hal ini relevan dengan pengakuan 23% orangtua yang mengasuh dalam kondisi tertekan karena situasi pandemi, selain 1 dari 8 orangtua menyatakan telah terjadi kekerasan dirumahnya. Suara anak yang ingin sekolah/madrasah segera dibuka karena takut dikawinkan turut patut jadi perhatian.

Mengatasi tantangan tersebut, penguatan kemampuan resiliensi (beradaptasi dan bertahan) serta berinovasi dalam proses pembelajaran, dan pengajaran dalam sektor pendidikan sangat diperlukan. Upaya memastikan anak dapat tetap belajar tanpa dibatasi sekat ruang kelas melalui model hybrid learning – yakni penggabungan model belajar tatap muka/luring, mandiri mengunakan komputer, maupun secara virtual/daring – harus menjadi model pembelajaran, mengingat banyak sekolah berada di area rawan bencana, selain potensi berkembangnya pandemi seperti saat ini.

Baca Juga: BIN Nyatakan Varian Baru Covid-19 Asal Inggris Sudah Masuk ke Indonesia

Hal itu memerlukan dukungan program untuk meningkatkan kompetensi guru, pihak sekolah, dinas terkait, juga memaksimalkan potensi anak dan remaja, orang tua dan keluarga, pengasuh, serta kolaborasi dengan komunitas, mitra pembangunan, swasta, industri, serta seluruh elemen pemerintah.

“Pendidikan sangat penting untuk anak-anak, karena kami yang akan mengembangkan bangsa Indonesia. Indonesia membutuhkan anak–anak yang berkualitas. Jika anak–anak tidak bisa belajar, tidak mendapat pendidikan yang berkualitas maka Indonesia tidak akan maju,” tutur Stella.(Beritasatu/hm13)

Related Articles

Latest Articles