Pengamat Sumut Soroti Kebijakan terkait Tata Kelola Penjualan Gas Elpiji 3 Kg
Pengamat Sumut Soroti Kebijakan terkait Tata Kelola Penjualan Gas Elpiji 3 Kg
Simalungun, MISTAR.ID
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto atas nama pemerintah, baru-baru ini menginstruksikan mencabut larangan bagi pengecer untuk menjual gas elpiji 3 kilogram (Kg).
Pencabutan itu buntut dari kelangkaan gas 3 Kg di beberapa wilayah di Indonesia. Bahkan juga, masyarakat harus antri panjang membeli Gas 3 Kg dikarenakan kebijakan pemerintah melarang penjualan gas lewat pengecer dan harus membelinya lewat pangkalan resmi.
Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik Sumatera Utara (Sumut), Elfenda Ananda menyampaikan, sebelumnya pada awal Februari pemerintah mengatur pembelian elpiji 3 Kg hanya melalui pangkalan atau agen resmi penyalur PT Pertamina. Tidak bisa dibeli lewat pengecer umum.
"Kebijakan pencabutan larangan tersebut setelah terlebih dahulu presiden dan DPR berkonsultasi terkait dinamika di lapangan kelangkaan gas bersubsidi 3 kg di beberapa wilayah di Indonesia," ujar Elfanda, pada Rabu (5/2/25).
Menurutnya, kebijakan pelarangan pengecer menjual subsidi gas 3 kg, salah satunya disebabkan oleh disparitas harga yang begitu mencolok di tingkat eceran dibanding dengan penjualan di pangkalan.
Baca Juga: Rencana Dijadikan Pangkalan Gas Elpiji 3 Kg, Pengusaha Warung Eceran di Pematangsiantar Menolak
Bahkan juga, kekhawatiran pemerintah lainnya adalah subsidi energi (gas elpiji 3 kg) yang tidak tepat sasaran, dan beban fiskal pemerintah dalam menanggung beban subsidi yang terus membengkak.
"Di satu sisi pendapatan negara utamanya pajak belum ada terobosan baru setelah gagal menaikkan pajak dari 10 persen menjadi 12 persen," ujarnya.
Karena kegagalan pemerintah pusat dalam mendongkrak pendapatan negara lewat pajak, tentunya berdampak pada efisiensi belanja negara yang harus melakukan penghematan dengan memangkas berbagai belanja.
"Diantaranya belanja perjalanan dinas, acara seremonial ditiadakan, pembelian ATK dan sebagainya. Disatu sisi belanja subsidi pemerintah akan energi terus meningkat," ujarnya.
Diketahui, Pada tahun 2016 lalu, alokasi subsidi energi untuk elpiji 3 kilogram sebesar Rp 31 triliun dan pada tahun 2025 subsidi membengkak menjadi sebesar Rp 80 triliun.
Sementara subsidi energi untuk BBM Pertalite dan Bio Disel sebesar rata rata per tahun sebesar Rp 30 triliun.
"Sebenarnya, persoalan tata Kelola gas 3 kilogram terus berulang dimana setiap kebijakan yang lahir selalu menimbulkan berbagai gejolak di lapangan," ucapnya.
Berdasarkan data laporan kinerja migas tahun 2022 -2022 sekitar 90 persen elpiji yang beredar di Indonesia merupakan elpiji 3 Kg.
Permintaan gas elpiji 3 kilogram semakin meningkat jumlahnya pada tahun 2023 hingga 8 ton atau 93 persen dari seluruh elpiji yang beredar dipasaran.
Sementara, data dari Kementerian ESDM menunjukkan harga per kilogram gas 3 Kg yang disubsidi pemerintah sebesar Rp 3.670 per kilogram, sedangkan harga gas 12 kilogram sebesar Rp17.360 per kilogramnya.
"Tentunya, dengan selisih harga yang demikian besar perkilogramnya maka konsumsi beralih ke gas 3 kilogram ketimbang yang 12 kilogram," ujarnya lagi.
Terkait hal itu, pemerintah lemah disatu sisi dalam mengawasi tata kelola penjualan gas 3 Kg. Banyak pengguna gas 3 Kg di luar kelompok masyarakat yang diizinkan membeli gas ini.
"Selain itu, pengecer banyak yang menjual dengan harga jauh lebih tinggi dibandingkan di pangkalan resmi dari pertamina yang untuk Sumut HET (harga patokan pertamina) sebesar Rp17.000," ucapnya.
Sejauh ini juga, mekanisme penjualan di eceran belum tentu akurat berat bersih netto-nya. Kemungkinan ada oplosan dan sebagiannya lagi masih mungkin terjadi. Dan dimana juga pengecer lebih mengutamakan pembeli yang bisa membayar dengan harga lebih dari harga HET.
"Sistem membeli gas 3 kilogram yang sempat menggunakan tanda pengenal (KTP) ternyata tidak berjalan secara efektif. Pengecer dengan bebas menjual kepada warga yang bukan berlokasi di sekitarnya dan tidak tepat saran penerima subsidi," ucapnya lagi.
Melihat dinamika tersebut, Elfanda pun beranggapan dan seharusnya pemerintah pusat harus memperbaiki tata kelola penjualan gas 3 Kg secara baik agar dapat menekan beban subsidi energi.
Pengawasan terhadap kebijakan menjadikan pengecer sebagai subsidi agen harus dipastikan tidak menyalahgunakan peruntukan.
"Sanksi tegas bagi sub pangkalan (pengecer) yang menyalahgunakan termasuk kemungkinan pidana. Harus dipastikan perbaikan tata kelola penjualan gas 3 kilogram tidak menyusahkan kehidupan rakyat utamanya yang berhak menerima subsidi," harpanya.
Teruntuk distribusi gas 3 Kg juga harus merata di semua wilayah agar tidak ada penimbunan sehingga menjadi langka. Penyelamatan subsidi tepat sasaran penting agar dapat melindungi mereka yang punya hak akan subsidi gas 3 kilogram.
"Pemerintah pusat hingga pemerintah daerah dan PT. Pertamina harus bekerja keras untuk mewujudkan subsidi tepat ini," pungkasnya. (hamzah/hm27).