23.1 C
New York
Thursday, June 20, 2024

Memberatkan Pengusaha dan Pekerja, Iuran Tapera Ditolak

Jakarta, MISTAR.ID

Kebijakan pemerintah memotong gaji pekerja sebesar 3% untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mendapat penolakan dari elemen pekerja dan pengusaha. Keputusan itu dinilai sangat memberatkan pengusaha dan juga pekerja atau buruh.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani, selaku salah satu pihak yang menolak mengaku, sudah bersurat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

APINDO, kata Shinta, memiliki sejumlah pandangan terhadap pemotongan gaji itu. Pertama, kebijakan soal Tapare menjadi duplikasi dengan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek yang diatur dalam PP No. 21/2024.

Baca juga: Kapan Pekerja Bisa Mencairkan Tapera?

“Tambahan beban bagi Pekerja (2,5%) dan Pemberi Kerja (0,5%) dari gaji yang tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan,” ungkap Shinta pada Selasa (28/5/24).

Kemudian, APINDO menilai pemerintah idealnya lebih fokus untuk mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Di mana sesuai PP maksimal 30% (Rp 138 triliun), aset JHT sebesar total Rp 460 triliun dapat digunakan untuk program MLT perumahan pekerja. Dana MLT yang tersedia pun sangat besar, namun sangat sedikit pemanfaatan.

Aspek ketiga, Shinta menjelaskan organisasinya menilai aturan Tapera akan menambah beban pengusaha dan pekerja, sebab saat ini beban pungutan yang ditanggung pelaku usaha sudah mencapai angka 18,224-19,74% dari penghasilan kerja dengan rincian sebagai berikut.

Baca juga:Gaji Dipotong 3 Persen untuk Tapera, Jokowi: Pasti Ada Pro dan Kontra

Rincian Beban Pelaku Usaha kepada Pekerja Menurut APINDO
A. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU No. 3/1999 ‘Jamsostek’)
1. Jaminan Hari Tua (3,7%)
2. Jaminan Kematian (0,3%)
3. Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24-1,74%)
4. Jaminan Pensiun (2%)

B. Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU No.40/2004 ‘SJSN’)
Jaminan Kesehatan (4%)

C. Cadangan Pesangon (berdasarkan UU No. 13/2003 ‘Ketenagakerjaan’) sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 24/2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar (8%).
“Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi Rupiah dan melemahnya permintaan pasar,” kata Shinta.

Berdasarkan rincian yang telah dihitung, Shinta mengatakan APINDO tentu akan terus mendorong penambahan manfaat program MLT BPJS Ketenagakerjaan supaya kelak pekerja swasta tidak perlu mengikuti program Tapera. Menurutnya, Tapera sebaiknya cukup diperuntukkan bagi ASN, TNI, Polri.

Baca juga: PP Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) Dinilai Bebani Pengusaha

Sementara Direktur Ekskutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan penolakan terjadi karena daya beli masyarakat melemah. Sehingga keputusan soal Tapera saat ini dinilai belum tepat.

“Kita bisa lihat misalnya dari upah riil, sampai tahun terakhir kemarin itu negatif pertumbuhannya, minus 1%, itu upah riil artinya upah nominal yang dikoreksi dengan tingkat inflasi,” ucap Faisal.

Faisal mengutarakan bahwa upah riil yang negatif menjadi bukti pendapatan masyarakat menurun. Ditambah lagi mengenai proporsi pendapatan rumah tangga yang digunakan untuk konsumsi dan kredit turut semakin turun.

Baca juga: Untuk Tapera, Gaji PNS Dipotong Kemudian Pekerja Swasta

Hal serupa juga terlihat untuk pembelian barang-barang sekunder dan tersier seperti kendaraan bermotor dan pembelian rumah. Menurutnya, ini adalah tanda kemampuan finansial masyarakat sedang terbatas hanya untuk membeli kebutuhan dasar seperti makanan saja.

“Konsumsi untuk barang tersier dan sekunder turun, berarti sebetulnya kalangan menengah lagi terbatas untuk membeli barang2 kecuali basic needs untuk makanan,” jelasnya.

Oleh sebab itu melihat berbagai fakta di atas, Faisal menilai kebijakan pemerintah yang mengeluarkan regulasi kewajiban untuk mencicil pembelian rumah lewat Tapera tidak tepat. Sebab, hal itu akan membebani konsumsi masyarakat khususnya untuk kebutuhan dasar. (detik/hm17)

Related Articles

Latest Articles