Jabar dan Jakarta Catat Kasus Judi Online Tertinggi, Terpapar Mulai Usia 10 Tahun


Ilustrasi judi online (f:ist/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa Jawa Barat dan DKI Jakarta menjadi dua provinsi dengan jumlah kasus judi online (judol) tertinggi di Indonesia. Menurut Ivan, tingginya kasus di wilayah ini sejalan dengan tingkat literasi digital dan keuangan yang sudah berkembang pesat.
“Jawa Barat dan Jakarta terus bersaing dalam jumlah kasus karena literasi terhadap teknologi finansial (fintech) di kedua daerah itu sangat tinggi,” ujar Ivan saat konferensi pers di kantornya, Kamis (8/5/2025).
Ivan juga menyampaikan kekhawatiran terhadap meningkatnya partisipasi usia muda dalam praktik judi online. Berdasarkan data kuartal I-2025, pengguna usia 10–20 tahun telah mencapai 1,67%, sementara kelompok usia 21–30 tahun sebesar 37,6%, dan usia 30–50 tahun mendominasi dengan 55,4%.
“Dulu dominasi usia 21–30 tahun, sekarang mulai bergeser ke usia yang lebih muda, bahkan 10 tahun,” katanya.
PPATK mencatat, sejumlah kota dan kabupaten dengan jumlah pelaku judi online di bawah usia 19 tahun terbanyak antara lain:
Kabupaten Bogor, Karawang, Jakarta Barat, Kabupaten Tangerang, Jakarta Timur, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Sukabumi, Kota Palembang, Kabupaten Bandung, dan Jakarta Selatan.
Sementara, 10 kecamatan dengan angka tertinggi pelaku judi online usia di bawah 19 tahun meliputi:
Cengkareng, Cakung, Kalideres, Cilincing, Koja, Tanjung Priok, Tambora, Kebon Jeruk, Penjaringan, dan Seberang Ulu Palembang.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, menyoroti bahwa judi online kini telah menjadi penyebab baru kemiskinan rentan di Indonesia.
"Judi online adalah aktivitas yang tidak memberi manfaat. Ini menjadi sumber kemiskinan baru di masyarakat,” ujar Cak Imin saat peluncuran program Sentra Cipta Mandiri (SCM), Senin (4/5/2025).
Ia menegaskan bahwa tidak ada pihak yang benar-benar menang dalam praktik judi online. Menurutnya, ini adalah bentuk penipuan digital yang harus segera diatasi melalui kolaborasi lintas sektor, baik antar lembaga pemerintah maupun organisasi masyarakat.
"Judi online itu penipuan. Tidak akan pernah menang. Kita perlu kerja sama konkret dan menyingkirkan ego sektoral demi mempercepat target pengentasan kemiskinan ekstrem," imbuhnya.
Sementara Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi laporan PPATK yang menyebut bahwa perputaran dana dari judi online di Indonesia mencapai Rp1.200 triliun pada 2025. Ia menekankan pentingnya fokus penindakan hukum terhadap bandar besar, bukan hanya pengguna.
"Penegakan hukum harus menyasar akar masalah, bukan hanya pemain kecil. Jangan sampai negara abai terhadap kerugian besar ini," tegas Puan.
Ia juga mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk tegas terhadap lembaga keuangan yang terlibat atau membiarkan aktivitas ilegal ini. Selain itu, peningkatan literasi digital menjadi langkah penting dalam memerangi ekspansi judi online yang memanfaatkan kemajuan teknologi finansial.
"Negara harus cepat menyesuaikan regulasi agar tidak terus tertinggal dari kecepatan ekspansi teknologi," ujarnya (kmps/hm17).