Akademisi UMSU Angkat Bicara soal Perilaku Pejabat Dalam Hal Efisiensi


Akademisi FISIP UMSU, Shohibul Anshor. (f:ist/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor menanggapi soal perilaku pejabat pemerintahan dalam hal efisiensi anggaran.
“Dalam birokrasi yang baik (Good Governance) serta aparat yang bersih (Clean Goverment) efisiensi itu melekat pada ruh dan perilaku pemerintahan,” ujarnya pada Mistar, Rabu (30/4/2025).
Sohibul menegaskan, pejabat pemerintahan harus malu jika tidak berperilaku efisien, khususnya pada efisiensi anggaran pada setiap lingkungan pemerintahan di Indonesia.
“Seluruh pemerintahan layak di efisiensi dengan melihat beberapa pertimbangan yang harus dipangkas anggarannya. Misalnya, untuk apa pemerintah membeli pesawat tempur canggih dengan harga mahal,” ucapnya.
Shohibul mengatakan, efisiensi dalam birokrasi pemerintah daerah harus setara dengan kebijakan pemerintah pusat. Legislatif memiliki agenda kerja, begitu juga dengan eksekutif.
“Anggota DPR maupun DPRD semestinya hanya sesekali berada di kantor. Karena sesungguhnya kantor mereka adalah di daerah pemilihan. Maka kantor walikota, kantor kepala dinas, kantor camat dan kantor lurah adalah kantornya, selain dari permukiman rakyat,” tuturnya.
Karena itu, sambung Shohibul, jika mereka benar-benar wakil rakyat, harus lebih banyak berada bersama rakyat. Karenanya anggaran operasional kerja mereka harus besar. Tak cukup hanya reses seperti cara konvensional.
“Namun anggaran tersebut tentunya akan diawasi oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK). Sehingga tak terjadi penyelewengan, jika ditanya layak diefisiensi, maka keterbatasan sentuhan masyarakat akan terhambat,” ucapnya.
Shohibul menuturkan, menurut perhitungan geopolitik yang cermat, sampai 50 tahun ke depan, tak ada potensi serbuan militer dari negara asing ke Indonesia.
“Untuk itu efisiensi pemerintahan sangat menjadi hasrat yang tidak dapat dipahami secara substantif oleh Indonesia,” tuturnya.
Dosen Kesejahteraan Sosial (Kesos) FISIP UMSU itu mengaitkan efisiensi dengan trend smart government dunia saat ini adalah birokrasi ramping.
“Kalau memang ada program efisiensi, mengapa memperbanyak jumlah menteri, wakil menteri, staf khusus dan pejabat-pejabat penting lainnya. Ini yang menimbulkan pertanyaan masyarakat kepada pemerintah pusat,” ujarnya.
Shohibul mengatakan, Negara besar seperti Amerika Serikat saja, kabinetnya ramping. Untuk Indonesia 15 sampai 17 menteri, menurutnya, sudah cukup. Perbanyak Direktur Jenderal di setiap kementerian, bukan wakil menteri.
“Sedangkan Wakil Presiden di seluruh negara demokrasi hanya ban serap, apalagi Wakil Menteri,” katanya.
Lebih jauh, Shohibul menilai, KPK tidak lagi begitu penting setelah undang-undangnya direvisi. Semestinya sudah harus dibubarkan dengan memperkuat Kepolisian dan Kejaksaan.
“Tetapi membubarkan KPK tanpa memperhatikan kritik Band Suka Tani (Bayar, Bayar, Bayar) adalah bunuh diri. Atau sebaliknya KPK dirombak 100 persen sehingga tugasnya operasi tangkap tangan aparat penegak hukum yang melakukan abuse of power,” ujarnya mengakhiri. (ari/hm27)