Tuesday, January 21, 2025
logo-mistar
Union
MEDAN

Pengamat Sebut Pembongkaran Pagar Laut yang Dilakukan Pemerintah Sudah Tepat

journalist-avatar-top
By
Tuesday, January 21, 2025 16:20
96
pengamat_sebut_pembongkaran_pagar_laut_yang_dilakukan_pemerintah_sudah_tepat_

Faisal, Dekan Fakultas Hukum UMSU. (f: ist/mistar)

Indocafe

Medan, MISTRA.ID

Pemerintah akhirnya membongkar pagar kavling di perairan laut Kabupaten Tangerang, Banten yang sempat menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia.

Pengamat hukum sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Faisal, menilai tindakan itu sudah benar. Menurut Faisal, tidak ada landasan hukum yang memperbolehkan penerbitan sertifikat hak atas tanah di wilayah laut atau pesisir laut.

“Apabila sertifikat tanah diterbitkan di wilayah tersebut dan ternyata melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota, maka sertifikat tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Penataan Ruang,” ujarnya, Selasa (21/1/25).

Ketua Forum Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi dan Ilmu Hukum Muhammadiyah itu menegaskan tanah di pesisir pantai tidak dapat diberikan sertifikat hak milik. Hal ini merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang tidak mengatur pesisir pantai dan pesisir laut sebagai objek pengaturan.

“Semua bentuk sertifikat hak atas tanah seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai (HP), dan Hak Pengelolaan (HPL) hanya dapat diberikan untuk tanah daratan,” jelasnya.

Pesisir pantai dan pesisir laut, kata Faisal, adalah daerah sempadan yang bukan obyek pengaturan UU Pokok Agraria. "Tanah di pesisir pantai tidak dapat diberikan sertifikat hak atas tanah, apalagi wilayah laut non darat yang ada di pesisir laut juga tidak boleh diberikan sertifikat,” tambahnya.

Faisal menjelaskan, pesisir pantai merupakan batas antara darat dengan laut, sedangkan pesisir laut adalah batas antara laut dengan darat. Meski sekilas pengertiannya sama, tetapi pada kenyataannya, itu adalah dua hal yang berbeda.

“Secara sederhana, kalau pesisir pantai wilayahnya berupa tanah darat. Sedangkan kalau pesisir laut wilayahnya secara visual semuanya masih berupa laut, lautan, atau air,” tegasnya.

Salah satu aturan utama yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam Pasal 17 undang-undang tersebut ditegaskan bahwa setiap pemanfaatan wilayah pesisir dan laut wajib mendapatkan Izin Pemanfaatan Ruang Laut (IPRL).

Faisal menjelaskan, pada pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menjadi dasar hukum penting dalam melindungi pesisir pantai dan laut.

Pasal ini mensyaratkan bahwa setiap kegiatan yang berpotensi memberikan dampak penting pada lingkungan harus memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Lanjutnya, kegiatan seperti pemagaran laut yang dapat menyebabkan gangguan ekosistem, terganggunya aliran air, rusaknya habitat laut, atau bahkan pencemaran, memerlukan Amdal sebagai bentuk mitigasi risiko.

"Jika pelaku kegiatan melanggar ketentuan ini, sanksi hukum dapat diberlakukan, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juga memberikan perlindungan khusus kepada nelayan kecil,” kata Faisal. (ari/hm24)

journalist-avatar-bottomRedaktur Syahrial Siregar