14.4 C
New York
Sunday, April 28, 2024

KontraS : Situasi Pelanggaran HAM di Sumut Semakin Buruk

Medan, MISTAR.ID

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) menilai situasi hak azasi manusia (HAM) di Sumut semakin memburuk.

Ada empat empat isu fokus pemantauan KontraS Sumut yang diperoleh dari bebagai sumber baik primer maupun sekunder, diantaranya pengaduan, pendampingan kasus, pemantauan media, dan pengelolaan informasi.

Keempat isu itu yakni kekerasan aparat dan penyiksaan kian dilegitimasi, penyelesaian konflik agraria semakin buntu, dan ruang kebebasan sipil yang terus dibatasi berlebihan.

Baca juga:China Murka Atas Sanksi AS soal Dugaan Pelanggaran HAM di Tibet

Koordinator KontraS Sumut Rahmat Muhammad mengatakan, dilihat dari isu kekerasan aparat keamanan, tidak ada perubahan yang siginifikan dari tahun sebelumnya.

“Pada 2021 terjadi 69 kasus penggunaan senjata api yang mengakibatkan 78 orang terluka dan 11 orang meninggal dunia. Sementara tahun ini telah terjadi 61 kasus penggunaan senjata api yang mengakibatkan 77 orang terluka dan 8 orang meninggal dunia,” ujarnya, Selasa (13/12/22).

Rahmat menyebutkan, lebih dari 90 persen kasus dilakukan oleh kepolisian atas dasar tindakan tegas dan terukur dalam upaya penegakan hukum. Kepolisian kerap mengatakan bahwa terduga kejahatan berupaya melawan personel polisi.

“Alasan ini dari tahun ke tahun terus dijadikan legitimasi untuk menggunakan senjata api dalam proses penegakan hukum,” sebutnya.

Rahmat mengatakan, tindakan ini dianggap sebagai prestasi karena dilakukan kepada para terduga tindak pidana seperti kasus perampokan/begal, narkoba, dan pencurian dengan kekerasan (curas).

Padahal, berbagai aturan internal kepolisian telah mengatur penyelenggaraan tugas dilakukan dengan prinsip humanis seperti yang dimandatkan dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Begitu juga dalam Pekap Nomor 1 tahun 2009 yang lebih spesifik mengatur penggunaan kekuatan berlebihan. Perkap ini mengatur Polri untuk tunduk pada nessesitas, proporsionalitas, masuk akal, preventif, kewajiban umum, dan legalitas. Namun, KontraS kerap menemui dalam prakteknya di lapangan penggunaan kekuatan dilakukan tidak sesuai dengan prinsip tersebut.

Baca juga:KontraS Menilai Penembakan 6 Laskar FPI Masuk Pelanggaran HAM

“Pernyataan yang dilontarkan oleh sejumlah pejabat polisi di Sumut terkait menembak mati seseorang dengan dalih tindakan tegas dan terukur sangat menyesatkan narasi publik. Tafsir serampangan dalam penggunaan senjata api dalam penegakan hukum menunjukkan Polisi telah menghina prinsip HAM,” ucapnya.

Menurutnya, praktek penyiksaan di Sumut juga masih terjadi. Sepanjang 2022, KontraS mencatat ada 8 kasus penyiksaan di Sumut. Sebagian besar motif dilakukan untuk mendapatkan pengakuan atas suatu dugaan tindak pidana. Motif lain, dilakukan untuk memberikan penghukuman dan juga bentuk arogansi aparat.

“Kasus penyerangan RS Bandung menjadi contoh bagaimana arogansi personil kepolisian, penggunaan sarana kekerasan kerap dianggap sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan masalah begitupun dalam praktek-praktek penegakan hukum lainnya,” tukasnya. (ial/hm06)

 

Related Articles

Latest Articles