11.3 C
New York
Tuesday, April 16, 2024

Kisah Pahlawan Nasional Tan Malaka Mengajar di SD Tanjung Morawa

Deli Serdang, MISTAR.ID

Anak-anak SD Negeri 101878, Tanjung Morawa, Deli Serdang tampak riang gembira pada Sabtu pagi, sekitar akhir Januari 2024 lalu. Pasalnya, hari itu tak ada pelajaran berat seperti Matematika hingga bahasa Indonesia. Hanya ada mata pelajaran ekstrakurikuler seperti Pramuka.

Namun barangkali, anak-anak yang berbahagia di hari pekan itu tak mengetahui dulunya ada anak muda yang dikenal sebagai “bapak republik yang dilupakan” menjadi guru di sana, serta tak mengetahui bahwa sekolah tempat mereka menimba ilmu mungkin menjadi satu-satunya sekolah bersejarah di Sumatera Utara yang pernah menjadi tempat pahlawan nasional bernama Tan Malaka mengajar.

Baca juga: Situs Sejarah Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII di Balige Terabaikan

Nama sekolah itu juga dikenal sebagai Sekolah Deli Maatschappij. Sekolah itu acap disebut sebagai sekolah Belanda. “Sekolah kita ini disebut sekolah Belanda karena bersejarah,” kata seorang pengajar di sana bernama Rostiana Lubis.

Sosok Tan Malaka di Sekolah Deli Maatschappij sangat besar sewaktu masih menjadi guru. Oleh karena itu, untuk mengenangnya, para guru senantiasa menceritakan sosok Tan Malaka kepada siswa-siswa sebagai upaya penghormatan.

“Mengenai sejarahnya kami perkenalkan (kepada siswa-siswi),” terangnya.

Masa-masa Tan Malaka Mengajar

Tahun 1919 menjadi saksi awal mula Tan Malaka mengajar di Sekolah Deli Maatschappij. Saat itu Tan Malaka baru usai menyelesaikan studinya di Belanda. Berangkatlah dirinya ke Nusantara, tepatnya di Tanjung Morawa, Sumatera Utara.

Seusai pulang pendidikan, Tan Malaka melamar di Sekolah Deli Maatschappij. Tak butuh waktu lama, Tan Malaka diterima dan mengajar di sana kemudian. Tan Malaka tercatat mengajar sejak 1919 hingga 1921.

Dulunya Tan Malaka tidak mengajar untuk anak-anak Indonesia. Sebab mengingat SD Negeri 101878 didirikan oleh Perkebunan Senembah Maatschappij. Sekolah ini mulanya didirikan karena faktor sosial pada saat itu bahwa ada kewajiban setiap perusahaan membangun sekolah untuk anak-anak karyawan di perusahaan yang kebanyakan karyawan perusahaan saat itu merupakan orang Eropa.

Baca juga: Pj Ketua TPPKK Sumut Serahkan Tali Asih kepada Keluarga Pahlawan Nasional

Selama tiga tahun, Tan Malaka dipercayai untuk mengajar seputar Indonesia. Anak-anak para karyawan diajari tentang perkembangan Indonesia. Mulai dari iklim Indonesia, perkebunan di Deli, tembakau Deli, dan sebagainya.

Namun usia mengajar Tan Malaka tak bertahan lama. Di akhir 1921, Tan Malaka pergi meninggalkan Tanjung Morawa sekaligus Pulau Sumatera seutuhnya.

Seusai menjadi pendidik, Tan Malaka bergeser ke Pulau Jawa, tepatnya di Surakarta. Di sana dirinya mulai membangun kekuatan untuk kemerdekaan Indonesia bersama pemuda-pemuda lainnya.



SD Negeri 101878 Berulang Kali Renovasi

Meski bukan sebagai sekolah pertama di Sumatera Utara, usia SD Negeri 101878 terbilang tidak muda lagi. Sebagai bangunan peninggalan sejarah, masalah utama yang dihadapi adalah ketahanan konstruksi.

Terdapat satu bangunan dengan bentuk persegi panjang yang disekat menjadi empat ruang atau kelas. Keempat kelas itulah yang menjadi saksi Tan Malaka mengajar.

Saat menyambangi tempat ini, terasa bangunan kolonial masih dipertahankan. Di dalam ruangan masih jelas terlihat tiang beton ala kolonial. Selain itu tampak juga material kusen di tiap ruangan yang masih dipertahankan.

Sementara di luar bangunan, terdapat beberapa kanopi yang bermodel peninggalan kolonial. Dinding-dinding kelas juga masih terasa menampakan jenis beton khas kolonial.

Meski demikian, seluruh komponen pada bagunan itu tidak lagi terbilang murni. Contohnya langit-langit bangunan yang telah ditambah sejumlah plafon.

Kemudian lantai kelas yang direnovasi. Di beberapa sudut dinding dilakukan penambalan. Serta atap bangunan yang ditinggikan.

Kendati telah beberapa kali ada penambahan, bangunan bersejarah itu tetap tidak dipugar seutuhnya. Diceritakan 10 tahun lalu, pemerintah pusat menyambangi SD Negeri 101878. Tujuannya satu, melakukan revitalisasi.

Baca juga: Pemko Siantar Dinilai Tak Serius Usulkan Raja Sang Naualuh Damanik Menjadi Pahlawan Nasional

Namun opsi itu ditolak. Para guru hanya mengizinkan untuk melakukan revitalisasi di depan bagunan alias halaman bangunan.

“Kalau kita bilang dari pusatlah itu. Dirubuhkan. Tapi kami tetap bertahan. Sepuluh tahun yang lalu,” kata Rostiana.

Menurut Rostiana, revitalisasi bukan menjadi harapan utama saat ini. Para guru hanya ingin secepatnya bangunan bersejarah itu dijadikan cagar budaya.

“Kami berkeinginan sekolah ini menjadi cagar budaya. Progresnya memang belum sampai ke kami, tapi sudah ada rancangan,” pungkasnya. (raja/hm17)

Related Articles

Latest Articles