17.7 C
New York
Friday, May 17, 2024

Hukuman Ringan Kasus Kejahatan Satwa di Aceh dan Sumut, Ini Kata STJF

Medan, MISTAR.ID

Sumatera Tropical Forest Jurnalisme (STFJ) menyoroti ringannya vonis hukuman kasus kejahatan satwa (wildlife crime) yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Ringannya vonis hukuman hingga kasus melibatkan mantan kepala daerah yang masih mengambang menjadi catatan STFJ di sepanjang 2022.

Direktur STFJ Rahmad Suryadi mengatakan, hukuman ringan terhadap pelaku kejahatan satwa (wildlife crime) tak memberikan efek jera terhadap para pelaku untuk terus beraksi.

Baca Juga:Polda Sumut Tangkap Pelaku Penjual Satwa Dilindungi, 180 Ekor Belangkas Siap Dijual

“Tentu ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan satwa liar yang dilindungi,” ujar Rahmad saat menyampaikan catatan akhir tahun mereka, Kamis (29/12/22).

Rahmad merinci, setidaknya ada beberapa kasus yang menjadi sorotan STFJ kasus kejahatan satwa sepanjang 2022. Sebut saja perdagangan anak Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan terdakwa Thomas Raider Chaniago alias Thomas (18).

Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli yang mengadili perkara tersebut, menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider 6 bulan, pada 17 Oktober 2022 lalu.

“Putusan ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan,” katanya.

Kasus lain yakni ketika PN Kota Binjai menjatuhkan vonis ringan terhadap Edi AP, sindikat perdagangan Orangutan Sumatera dengan 8 bulan penjara dan denda Rp100 juta, subsider dua bulan penjara.

Baca Juga:BKSDA Sumut dan Poldasu Gagalkan Perdagangan Sejumlah Satwa Liar Dilindungi

Selanjutnya PN Simpang Tiga Redelong, Bener Meriah menjatuhi hukuman pidana penjara 1 tahun enam bulan dan denda Rp100 juta subsider 1 bulan kurungan terhadap Iskandar (48), terdakwa tindak pidana kasus perdagangan kulit harimau, pada 2 November 2022 lalu.

“Kasus yang masih menjadi misteri yakni keterlibatan mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi bersama rekannya Suryadi terlibat kasus perdagangan kulit harimau. Kita menilai ada kejanggalan dalam proses hukum kasus ini dan terkesan tebang pilih,” ucapnya.

Atas semua vonis ringan yang diberikan kepada para pelaku ini, STFJ mendorong pemerintah dan para pemangku kebijakan segera merevisi UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

“UU Nomor 5 tahun 1990 nyatanya tidak membuat efek jera bagi pelaku kejahatan karena masih terlalu ringan,” katanya.

Conservation Director-The Wildlife Whisperer of Sumatra(2WS) Badar Johan mengatakan, upaya menjaga konservasi satwa dan lingkungan ini tidak bisa dilakukan sendiri. Harus ada tindakan nyata dan serius dalam mendorong penegakan hukum menjamin keberlangsungan ekosistem satwa liar dilindungi dan lingkungan.

“Kita menyuarakan kepedulian terhadap satwa dan konservasi lingkungan melalui media sosial, dengan memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat. Kita juga akan mengawal kasus-kasus terhadap kejahatan satwa dan lingkungan,” tukasnya. (ial/hm12)

Related Articles

Latest Articles