Medan, MISTAR.ID
Adat istiadat masih menjadi masalah utama penyebab pernikahan dini. Hal itu diutarakan seorang mahasiswi pascasarjana Antropologi Sosial (Ansos) Unimed, Putri Andari usai melakukan riset di Desa Bagan Kuala, Deli Serdang. Kemudian adanya anggapan bahwa pendidikan terhadap perempuan tidak terlalu penting.
“Contohnya seperti asumsi anak perempuan yang harus di dapur dan beranggapan bahwa anak perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi, selain itu anggapan orang tua tentang banyak anak banyak rezeki. Hal tersebut yang menjadi faktor masih banyaknya orang tua yang mendukung pernikahan dini,” katanya ketika mengikuti webinar mahasiswa pascasarjana Antropologi Sosial (Ansos) Unimed, Jumat (21/6/24) sore.
Lanjutnya Putri mengatakan faktor lain yang juga mendukung terjadi pernikahan dini ialah hubungan orang tua dan anak.
Baca juga: Thailand Izinkan Pernikahan Sesama Jenis
“Selain faktor adat istiadat, orang tua juga sebagai pemegang kekuasaan sehingga apapun yang dianjurkan oleh orang tua anak hanya bisa mengikuti dan juga faktor ekonomi orang tua yang sudah tak memadai sehingga anak putus sekolah dan di nikahkan dengan dalih agar dapat tercukupinya kebutuhan anak tersebut,” ungkapnya.
Diposisi yang sama mahasiswi Ansos lainnya, Masitah Al-Hidayah Tanjung juga menyampaikan menurut data terdapat sepuluh provinsi dengan kasus pernikahan anak terbanyak di Indonesia, Nusa Tenggara Barat menduduki peringkat pertama yakni 17,32 persen dilanjut dengan Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat.
“Namun di tengah isu penurunan angka perkawinan secara nasional hingga 7,5 persen pada tahun 2023, ternyata Indonesia masih dihadapkan pada segudang masalah perkawinan di bawah usia 18 tahun dan salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi keluarga,” tandasnya.
Perlu diketahui, sesuai Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan bahwa batas menikah laki-laki dan perempuan minimal berusia 19 tahun. (dinda/hm17)
