8.8 C
New York
Saturday, May 11, 2024

Hak Pekerja Dikebiri, DPRD Medan Minta Disnaker Bentuk Satgas Perlindungan Buruh

Medan, MISTAR.ID

Ketua Komisi II DPRD Kota Medan Sudari ST meminta Pemerintah Kota (Pemko) Medan melalui Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) untuk segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Buruh Kota Medan.

Pasalnya, hingga saat ini masih sangat banyak buruh maupun pekerja di Kota Medan yang tidak mendapatkan hak-hak normatifnya dikebiri perusahaan tempatnya bekerja.

“Masih banyak pekerja di Kota Medan yang tidak mendapatkan hak normatifnya. Untuk itu, kita meminta Pemko Medan agar segera membentuk Satgas Perlindungan Buruh,” ucap Sudari, Kamis (22/6/23).

Dijelaskan politisi PAN itu, adapun contoh-contoh hak normatif yang dimaksud seperti upah minimal setara UMK, upah lembur, terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan sejumlah hak-hak lainnya.

Baca juga: Di PHK Sepihak, Buruh PT BIA Medan Ngadu ke Fraksi PDIP Sumut

“Faktanya masih sangat banyak pekerja yang dibayar di bawah UMK, lembur tidak dibayar, tidak punya BPJS Kesehatan, apalagi BPJS Ketenagakerjaan. Tentu ini telah melanggar aturan dan tidak boleh dibiarkan oleh Pemko Medan. Untuk itulah, Satgas Perlindungan Buruh harus segera dibentuk,” jelasnya.

Nantinya, sambung Sudari, Satgas Perlindungan Buruh harus membuat nomor layanan pengaduan atau call centre sebagai wadah yang memudahkan pekerja untuk mengadukan adanya hak pekerja yang tidak diberikan oleh perusahaan.

“Selama ini kan banyak pekerja yang takut melapor, karena mereka takut dipecat. Untuk itu lah harus ada call centre. Selain memudahkan untuk mengadu, pekerja juga dapat lebih berani dalam melaporkan adanya pelanggaran. Dan yang pasti, Disnaker harus segera menindaklanjuti setiap aduan yang masuk,” katanya.

Baca juga: Gubsu Didesak Gunakan Hak Diskresi Dalam Penentuan Upah Buruh

Kemudian, lanjut Sudari, setiap perusahaan di Kota Medan juga tidak boleh menyalah artikan program Universal Health Coverage (UHC) yang diterapkan Pemko Medan.

Sebab sejak adanya program UHC, beberapa perusahaan tidak mendaftarkan ataupun membayarkan iuran BPJS Kesehatan pekerjanya, khususnya pekerja yang memiliki KTP Kota Medan. Dengan dalih, pekerja tersebut telah memiliki jaminan kesehatan berupa UHC.

“Padahal UHC diterapkan Pemko Medan untuk memberikan jaminan kesehatan kepada warga yang belum atau tidak memiliki jaminan kesehatan. Sementara yang berstatus sebagai tenaga kerja, wajib memiliki jaminan kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan. Jadi, UHC ini jangan disalah artikan oleh perusahaan,” tegasnya.

Adapun salah satu contoh pekerja yang tidak mendapatkan hak normatifnya yakni Afandi Pohan yang merupakan karyawan outsourcing PT Agung Cakra Nusantara.

Baca juga: 97 Buruh di PHK Sepihak, FSPMI Unjuk Rasa Ke Kantor DPRD Sumut

Kondisi Afandi saat ini harus mengalami cacat permanen karena harus kehilangan tangan kirinya akibat kecelakaan kerja. Selain tangan kirinya yang harus diamputasi, tangan kanannya juga mengalami cacat permanen. Tak cuma itu, kedua kaki Afandi juga mengalami luka bakar serius.

Mirisnya, perusahaan tempat Afandi bekerja tidak mendaftarkannya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan yang seharusnya dapat memberikan perlindungan kecelakaan kerja terhadapnya.

Atas kondisi ini, Komisi II pun telah mengundang Afandi dan pihak terkait guna menyelesaikan masalah ini. Khususnya, untuk meminta pertanggungjawaban pihak perusahaan yang mempekerjakannya.

“Ini salah satu contoh bahwa Satgas Perlindungan Buruh harus segera dibentuk. Jangan biarkan lagi ada perusahaan yang semena-mena mempekerjakan buruh tanpa memenuhi hak-hak normatifnya. Dalam kasus seperti yang dialami Afandi ini, Pemerintah harus hadir dan membela hak warganya. Saya atas nama Ketua Komisi II siap memperjuangkan hak Afandi yang diabaikan oleh perusahaan tempatnya bekerja,” pungkasnya. (rahmad/hm17)

Related Articles

Latest Articles