11.1 C
New York
Saturday, April 27, 2024

Paus Fransiskus dan Ulama Syiah Ali al-Sistani, Diskusi Tentang Keselamatan Umat

Irak, MISTAR.ID

Lawatan pertama Pemimpin Katolik Dunia ke Irak, Paus Fransiskus membahas keselamatan kelompok minoritas Kristen di Irak dengan seorang Ulama Islam Syiah terkemuka, pada hari kedua lawatan bersejarahnya ke negara itu.

Kantor Ayatollah Agung Ali al-Sistani, pemimpin spiritual jutaan Muslim Syiah, mengatakan pembicaraan tersebut menekankan perdamaian. Sang Ayatollah menerima Paus di rumahnya di kota suci Najaf.

Lawatan ke Irak merupakan kunjungan internasional pertama Paus sejak awal pandemi – dan lawatan pertama pemimpin Katolik dunia ke Irak. Covid-19 dan kekhawatiran soal keamanan menjadikan kunjungan ini sebagai lawatan Paus yang paling berisiko.

Baca Juga: Korban Tewas Bom Bunuh Diri di Irak Bertambah 32 Orang

Pemimpin gereja Katolik berusia 84 tahun itu sebelumnya berkata kepada wartawan bahwa ia merasa “terikat oleh tugas” untuk melakukan perjalanan “simbolik” ke berbagai situs di Irak.

Apa yang dibicarakan oleh para pemimpin agama?

Kelompok minoritas Kristen Irak telah dilanda gelombang kekerasan sejak invasi yang dipimpin AS ke negara itu pada tahun 2003.

Audiensi dengan Sang Ayatollah yang dikenal sebagai penyendiri jarang terjadi tetapi dia menerima Paus selama sekitar 50 menit, berbicara tanpa mengenakan masker.

Ayatollah Agung al-Sistani “menegaskan kepeduliannya bahwa warga Kristen harus hidup dalam perdamaian dan keamanan seperti semua warga Irak, dan dengan hak konstitusional mereka secara penuh “.

Baca Juga: Dua Bom Bunuh Diri Guncang Irak, 23 Tewas Dan 50 Terluka

Paus Fransiskus berterima kasih kepada Ayatollah karena telah “mengangkat suaranya untuk membela mereka yang paling lemah dan paling teraniaya” selama masa-masa paling kejam dalam riwayat Irak, lansir kantor berita Associated Press.

Pesan perdamaian pemimpin Syiah itu, katanya, menegaskan “kesucian hidup manusia dan pentingnya persatuan rakyat Irak”.

Paus Fransiskus setelah ini akan berangkat ke kota kuno Ur, yang diyakini sebagai tempat kelahiran Nabi Ibrahim, tokoh sentral bagi agama Islam, Kristen, dan Yahudi.

Sekitar 1000 anggota Pasukan Keamanan Irak dikerahkan untuk melindungi Paus selama kunjungannya, sementara larangan keluar rumah juga diterapkan untuk membatasi penyebaran virus corona.

Beberapa kelompok militan Syiah dilaporkan menentang lawatan ini, menyebutnya sebagai bentuk campur tangan Barat dalam urusan negara Irak.

Baca Juga: Pengadilan Irak Keluarkan Perintah Penangkapan Trump

Inilah pertemuan yang sudah ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun: pertemuan antara pemimpin Gereja Katolik dan salah satu ulama paling tersohor dalam Islam Syiah, Ayatollah Agung Ali al-Sistani.

Bagi seorang paus yang bersemangat untuk merangkul agama lain, pertemuan tersebut bisa dibilang sebagai momen paling simbolis dari kunjungannya ke Irak.

Komunitas Kristen yang jumlahnya terus menyusut di Irak telah mengalami kekerasan di tangan kelompok-kelompok Syiah – dan sang ulama dipandang sebagai suara moderat.

Paus sekarang berkunjung ke Ur – tempat kelahiran Nabi Ibrahim, dengan harapan bahwa sosok yang dihormati oleh orang Kristen, Muslim, dan Yahudi, dapat mendorong kerukunan di masa kini.

Apa yang dikatakan Paus sejauh ini?

Tak lama setelah disambut oleh Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi di bandara Baghdad pada hari Jumat, Paus menyerukan “akhir bagi tindakan kekerasan dan ekstremisme, faksi dan intoleransi”.

“Irak telah merasakan dampak merusak dari peperangan, bencana terorisme dan konflik sektarian,” ujarnya dalam sebuah pidato.

“Keberadaan kaum Kristen yang sudah lama di tanah ini, dan kontribusi mereka pada kehidupan bangsa, merupakan warisan kaya yang mereka harap dapat diteruskan untuk melayani semua,” imbuh Paus.

Ia berkata komunitas Kristen yang terus berkurang di Irak harus memiliki peran yang lebih penting sebagai warga negara dengan hak, kebebasan, dan tanggung jawab penuh.

Komunitas Kristen di Irak, salah satu yang tertua di dunia, telah menyaksikan jumlah mereka merosot dalam dua dekade terakhir dari 1,4 juta hingga sekitar 250.000, kurang dari 1% populasi.

Baca Juga: PBB Laporkan 50 Tewas Sejak Demo Tolak Kudeta Militer Myanmar

Banyak yang melarikan diri ke luar negeri dari kekerasan yang telah melanda negeri itu sejak invasi yang dipimpin AS pada 2003, yang menggulingkan Saddam Hussein.

Puluhan ribu orang Kristen juga terusir dari rumah mereka ketika kelompok militan yang menamakan diri Negara Islam (ISIS) menyerbu Irak utara pada 2014, menghancurkan gereja bersejarah, merampas properti mereka, dan memberi mereka pilihan untuk membayar pajak, masuk Islam, pergi, atau dihukum mati.

Gabungan berbagai faktor ini membuat para pejabat gereja meyakini “ada kemungkinan Kristen akan hilang dari Irak”.

Bagi Vatikan, lawatan ke Irak menjadi kesempatan yang sangat berharga bagi Paus Fransiskus untuk menemui langsung komunitas Kristen, berada di tengah-tengah mereka dan memberikan dukungan penuh.

Sebelumnya, di dalam pesawat menuju Irak, Paus mengatakan dirinya senang bisa melakukan perjalanan lagi, dan menambahkan, “Ini adalah perjalanan simbolik dan ini adalah tugas menuju tanah yang menjadi martir selama bertahun-tahun.”

Siapa umat Kristen di Irak?

Orang-orang di wilayah yang kini bernama Irak, telah memeluk agama Kristen sejak abad ke-1 Masehi. Berdasarkan data Departemen Luar Negeri AS, para pemuka agama Kristen memperkirakan jumlah penganut Kristen di Irak mencapai kurang dari 250.000 jiwa. Populasi terbesar—sedikitnya 200.000 jiwa—berada di Dataran Niniwe dan Wilayah Kurdistan di bagian utara Irak.

Sekitar 67% dari mereka adalah penganut Katolik Chaldean, yang punya liturgi dan tradisi ketimuran namun mengakui otoritas Paus di Roma. Sebanyak 20% lainnya adalah anggota Gereja Assyria Timur, yang diyakini sebagai komunitas Kristen tertua di Irak. Sisanya adalah penganut Ortodoks Suriah, Katolik Suriah, Katolik Armenia, Apostolik Armenia. Ada pula penganut Anglikan, Evangelikal, dan umat Prostestan lainnya.

Baca Juga: Junta Militer Dakwa Presiden Myanmar Langgar Konstitusi

Apa saja jadwal Paus?

Lantaran kekhawatiran akan isu keamanan dan lonjakan penularan Covid-19, pria berusia 84 tahun itu tak akan lama berjumpa khalayak umum, menurut wartawan BBC, Mark Lowen.

Meski demikian, masih ada kekhawatiran bahwa kunjungan itu bakal menjadi klaster Covid-19.

Paus Fransiskus akan mengadalan dialog lintas agama di Ur, yang diyakini sebagai tempat kelahiran Nabi Ibrahim.

Paus disambut perdana menteri dan presiden Irak.

Kemudian ia menemui para uskup dan rohaniwan Gereja Katolik Suriah Our Lady of Salvation di Baghdad—tempat 52 orang umat Kristiani dan sejumlah polisi tewas dalam serangan kelompok jihadis yang berafiliasi dengan ISIS pada 2010.

Baca Juga: 18 Pendemo Anti Kudeta Tewas, Dunia Kutuk Kekerasan di Myanmar

Pada Sabtu, Paus akan bertolak ke Kota Najaf untuk menemui Ayatollah Agung Ali al-Sistani. Pria berusia 90 tahun itu adalah panutan bagi jutaan umat Syiah di Irak dan negara lain.

Paus lantas bakal menghadiri pertemuan lintas agama di Ur, yang diyakini sebagai tempat kelahiran Nabi Ibrahim, yang dalam tradisi agama dikenal sebagai bapak para nabi.

Kemudian dia akan melawat ke Kota Mosul, pada Minggu (7/3/21).

Di sana dia akan mengucapkan doa bagi para korban perang dengan ISIS, yang menyebabkan puluhan ribu warga sipil tewas.

Paus juga akan berkunjung ke Qaraqosh, tempat umat Kristen datang kembali sejak kekalahan ISIS pada 2017 dan membangun ulang gereja dan rumah.

Sorenya, Paus akan memimpin misa di sebuah stadion di Irbil, ibu kota wilayah semi-otonomi Kurdistan. Acara itu rencananya dihadiri ribuan orang.

Sekitar 10.000 personel Pasukan Keamanan Irak akan dikerahkan selama kunjungan Paus.

Jam malam juga akan diberlakukan guna membatasi penyebaran Covid-19.

Apa yang hendak dicapai Paus Fransiskus?

Kepala Gereja Katolik Roma tersebut hendak menguatkan umat Katolik yang dipersekusi serta menyerukan perdamaian dalam pertemuan dengan para pemimpin politik dan pemuka agama lainnya, sebagaimana dilaporkan wartawan BBC, Mark Lowen, yang turut bepergian bersama Paus.

Ketika menyampaikan pesan kepada rakyat Irak melalui video sehari sebelum memulai kunjungan, Paus Fransiskus mengatakan dirinya “datang sebagai musafir, sebagai musafir dengan kerendahan hati, untuk memohon ampun kepada Tuhan serta rekonsiliasi setelah perang dan terorisme selama bertahun-tahun, untuk memohon pada Tuhan akan penghiburan bagi banyak hati dan pemulihan luka-luka”.

Ditambahkannya, “Saya datang ke tengah-tengah Anda juga sebagai musafir perdamaian … mencari persaudaraan dan didorong hasrat untuk berdoa dan berjalan bersama, juga dengan saudara-saudari kita dari tradisi agama lain, dalam jejak Bapa Abraham, yang bersatu dalam satu keluarga Muslim, Yahudi, dan Kristen.”

Baca Juga: Abaikan Pengadilan, Malaysia Deportasi Ribuan Warga Myanmar

Paus berkata lagi kepada umat Kristen di Irak, “Saya ingin membawakan belaian penuh kasih dari segenap Gereja, yang dekat dengan Anda, dan kepada Timur Tengah yang dipenuhi peperangan, serta mendorong Anda untuk tetap bergerak maju.”

Rencana paus-paus pendahulu Paus-paus sebelumnya sebenarnya sudah berencana berkunjung ke Irak, tapi karena beberapa alasan, lawatan tersebut tidak terlaksana.

Paus Yohanes Paulus II berniat melawat ke Irak pada 2000, namun dibatalkan karena ketegangan di kawasan.

Paus Benediktus juga mendapat undangan tapi tidak bisa berangkat karena perang.

Menurut The New York Times, presiden Irak saat ini, Barham Salih, mengirim undangan untuk Paus Fransiskus pada Juli 2019 dengan harapan lawatannya bisa membantu menyembuhkan luka Irak, negara yang dikoyak-koyak perang selama bertahun-tahun.

Baca Juga: 1.200 Warga Myanmar Dideportasi Dari Malaysia

Paus menerima undangan ini dan mengatakan bahwa dirinya tak ingin mengecewakan rakyat Irak, terutama komunitas Kristen di sana.

Vatikan memahami tantangan yang dihadapi Paus — baik faktor keamanan maupun situasi pandemi — tapi manfaat yang didapat dinilai jauh lebih banyak. Ini adalah kesempatan berharga bagi Paus untuk mendukung dan berada di tengah mereka, salah satu komunitas Kristen tertua di dunia.

Beberapa jam setelah serangan roket ke sebuah pangkalan militer yang menampung pasukan AS pada Rabu (03/03), Paus menegaskan bahwa umat Katolik di Irak tidak boleh “dikecewakan kedua kalinya”.(BBCIndonesia/hm13)

 

Related Articles

Latest Articles