15.9 C
New York
Thursday, May 16, 2024

Jika Cekcok AS-Arab Terus Berlanjut, Begini Dampaknya

Jakarta, MISTAR.ID
Belakangan ini hubungan Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi memanas. Minyak adalah akar masalah dari panasnya hubungan tersebut.

Para pejabat AS berjanji akan memberikan konsekuensi setelah negara-negara pengekspor minyak OPEC yang dipimpin Arab Saudi memangkas produksi yang tajam awal bulan ini. Hal itu pun mendorong kenaikan harga.

Anggota parlemen AS juga mengancam, termasuk melarang penjualan senjata ke Arab Saudi dan membebaskan Departemen Kehakiman untuk mengajukan gugatan terhadap negara dan anggota OPEC lainnya karena kolusi.

Namun, Arab Saudi tak tinggal diam. Pejabat Arab memberikan isyarat membalikkan, termasuk membuang utang AS yang memiliki efek besar pada pasar keuangan dan ekonomi riil. Jika panasnya hubungan AS dan Arab terus berlangsung maka akan memberikan dampak yang besar pada ekonomi dunia, termasuk keamanan internasional.

Baca juga:Arab Saudi-AS Bentrok Akibat Pemotongan Minyak OPEC+

“Ini adalah titik terendah baru. Kami telah melihat degradasi dalam hubungan AS-Saudi selama bertahun-tahun, tetapi ini adalah yang terburuk,” kata Clayton Allen, direktur di Eurasia Group seperti dikutip dari CNN, Senin (31/10/22).

Pada awal Oktober, OPEC+ mengumumkan rencana untuk memangkas produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari. Hal ini menaikkan harga minyak dan bensin saat inflasi tinggi, dan membuat marah para politisi AS. “Kelihatannya tidak ada pihak yang saling memahami,” kata Allen.

Direktur Eksekutif International Energy Agency, Fatih Birol menggambarkan langkah itu belum pernah terjadi sebelumnya dan disayangkan. “Ketika ekonomi global berada di ambang resesi global, mereka memutuskan untuk mendorong harga naik,” kata Birol.

Para pejabat dari kedua belah pihak telah mempertajam kritik mereka satu sama lain dalam beberapa waktu terakhir. Dalam sebuah momen, seorang menteri tinggi Arab Saudi beralih dari membela strategi energi Biden menjadi membalikkannya.

Selama konferensi pers OPEC+ pada awal Oktober, Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman tampaknya memuji keputusan Biden untuk melepaskan jumlah cadangan minyak darurat yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Strategic Petroleum Reserve.

“Saya tidak akan menyebutnya distorsi. Sebenarnya, itu dilakukan pada waktu yang tepat,” kata Pangeran Abdulaziz.

Sekitar tiga minggu kemudian, ia memberikan pernyataan dengan nada yang berbeda. “Orang-orang menipiskan stok darurat mereka, telah menghabiskannya, menggunakannya sebagai mekanisme untuk memanipulasi pasar sementara tujuan utamanya adalah untuk mengurangi kekurangan pasokan,” kata Pangeran Abdulaziz.

Anggota parlemen telah meningkatkan seruan untuk memberlakukan undang-undang NOPEC (No Oil Producing and Exporting Cartels) yang akan memberdayakan Departemen Kehakiman untuk mengejar negara-negara OPEC dengan alasan antimonopoli. Meskipun NOPEC bukanlah hal baru, tampaknya lebih mungkin sekarang.

Baca juga:Banjir Bandang Landa Uni Emirat Arab, 7 Orang Tewas

Sementara, Arab Saudi dapat menanggapi hukuman dari Washington dengan langkah drastis mereka sendiri di mana dapat meningkatkan konflik lebih jauh. Pejabat Saudi secara pribadi telah mengingatkan bahwa kerajaan tersebut dapat menjual US Treasury bonds jika Kongres meloloskan NOPEC.

Melepas utang AS akan menciptakan ketidakpastian di pasar pada saat yang sudah berbahaya. Kondisi itu akan menaikkan suku bunga treasury, mengacaukan pasar dan meningkatkan biaya pinjaman untuk keluarga dan bisnis.

Arab Saudi memiliki utang AS sekitar US$ 119 miliar, menurut data Departemen Keuangan dan menjadikannya pemegang treasury terbesar ke-16 di dunia. Risiko lain adalah Arab Saudi sebagai pemimpin OPEC+ dapat menghapus pasokan minyak lebih lanjut. Pembatasan lebih lanjut pada pasokan OPEC akan mengangkat harga bensin, memperburuk inflasi dan meningkatkan risiko resesi yang sudah tinggi. (detik/hm06)

 

Related Articles

Latest Articles