13.6 C
New York
Thursday, May 2, 2024

Akibat Perang, Suasana Lebaran di Negara Ini Penuh Duka

Jakarta, MISTAR.ID

20 Maret 2003. Pada hari itu, Presiden AS George Walker Bush melakukan kebijakan paling fenomenal sepanjang pemerintahannya, mengirimkan 160.000 pasukan ke Irak dengan tujuan mencari senjata pemusnah massal.

Sama seperti Rusia menginvasi Ukraina, AS saat itu juga menginvasi Irak. Ini tentu tindakan yang tidak pernah diterima hukum internasional. Namun, tetap saja seluruh negara diam atas tindakan sewenang-wenang Paman Sam ini.

Tak kurang dari 6 bulan, pertempuran berhenti. Pasukan gabungan perlahan angkat kaki. Namun, itu semua terlanjur menimbulkan luka besar. Senjata pemusnah massal pada akhirnya tidak berhasil ditemukan, tetapi rakyat yang tak berdosa jadi korban.

Baca Juga:Diplomat Rusia Tuduh AS Gencarkan Kegiatan Bio-Militer

Hampir seluruh fasilitas dan infrastruktur Irak hancur. Jutaan orang kehilangan keluarga dan tempat tinggal. Pusat-pusat peradaban Islam di Irak pun hancur. Tercatat, ada 270.000 warga yang tak tahu apa-apa tewas.

Singkatnya, sejak invasi itu kehidupan warga Irak berubah. Perang saudara dimana-mana. Banyak warga rindu kehidupan normal mereka, salah satunya Mohamed al-Azawi, profesor salah satu universitas di Baghdad

Mohamed adalah satu dari ratusan yang merasakan kesedihan pasca-perang. Namun, dia juga cukup beruntung karena keluarganya masih diberi kesempatan hidup, ketika orang lain meninggal.

Kepada Al Jazeera, dia bercerita kalau kini menjalani Ramadhan dan Lebaran sangat berbeda. Ketika kecil, suasana hangat menyelimuti keluarganya di tengah perayaan lebaran. Menyantap makanan khas Irak bersama sambil bercanda.

Anak-anak kecil berseliweran mengetuk rumah-rumah warga untuk meminta permen dan manisan. Mohamed juga pernah melakukannya. Jika beruntung, maka anak-anak kecil itu akan mendapatkan uang eidiyah, semacam THR di Indonesia.

Namun, kegembiraan itu sirna dan tak lagi diperoleh oleh Mohamed. Suasana perang mengaburkan suasana suka cita menjadi duka cita.

Baca Juga:Rusia Ambil Alih Presidensi Dewan Keamanan PBB

Di masa perang, keluarganya tak lagi bisa menikmati makanan tradisional Irak. Anak-anak kecil tak bisa lagi berkeliling dari rumah ke rumah karena sangat berbahaya.

Tak hanya itu, Mohamed juga bersaksi bahwa banyak orang yang tak bisa pergi ke mesjid dan mengunjungi rumah saudara.

Penyebabnya karena ancaman bom. Bom bunuh diri lewat mobil atau dibawa melalui tas sangat menakutkan bagi penduduk Irak.

Tak jarang keluarganya sendiri yang jadi korban. Jadi, untuk menghindari terenggutnya nyawa seseorang, berdiam diri di rumah saat Ramadhan dan Lebaran adalah pilihan terbaik.(cnbc/hm12)

Related Articles

Latest Articles