Terdakwa ASN Dinkes Medan Tak Ditahan, PH Korban Sebut Dibekingi Jenderal
Kedua terdakwa saat menjalani persidangan di PN Medan. (f: deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan, Doris Fenita Br. Marpaung (46), bersama kakaknya bernama Riris Partahi Br. Marpaung (50) yang menjadi terdakwa kasus penganiayaan terhadap korban Erika Siringo-ringo diketahui tidak ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan.
Padahal, keduanya tengah diadili di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar dari sejumlah pihak, termasuk penasihat hukum (PH) korban, Dosma Roha Sijabat.
Dosma mencetuskan, pihak kepolisian hingga pengadilan takut menahan kedua terdakwa tersebut.
"Yang kami soroti hari ini bahwa di sini belum dilakukan penahanan. Kenapa? Kami melihat ada ketakutan atau kekhawatiran antara masing-masing, baik dari pelimpahan kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan," cetusnya saat diwawancarai mistar.id di Jalan Iskandar Muda Medan, Kamis (23/1/25).
Dosma menyebut dan menduga, ada sosok jenderal yang melindungi atau mendekingi kedua terdakwa tersebut. Sehingga, kata dia, hal ini yang membuat pihak kepolisian hingga pengadilan tak berani menahan keduanya.
"Nah, disinilah yang dimaksud jenderal-jenderal ini masih menjadi pertanyaan. Siapa jenderalnya? Yang mana? Sebenarnya kami sudah tahu dan kami nanti akan bongkar siapa yang dimaksud itu dan dekingan-dekingan mana yang dimaksud ini," sebutnya.
Dosma pun mengatakan bahwa dirinya sebagai PH korban tidak hanya membantu mengenai siapa saja yang terlibat, melainkan perkara dan kelakuan apa, serta strategi apa yang digunakan dalam tindak pidana ini. Supaya, tidak merusak sistem peradilan itu sendiri.
"Jadi 2 minggu selanjutnya (persidangan) pembacaan mengenai putusan sela. Jika ada putusan sela nanti dilanjutkan, maka kita akan masuk ke tahap pembuktian. Namun, di sini kami menyoroti kenapa belum ditahan," ujarnya.
Ia pun menyoroti tingkah laku salah satu terdakwa di persidangan yang kerap menggunakan kain penutup kepala hingga muka (bukan jilbab) seolah-olah ada sesuatu yang ditakuti atau disembunyikan.
"Kami juga menyampaikan kepada jaksa penuntut umum (JPU), panitera pengganti (PP) bahwa kami tidak akan pernah tinggal diam kalau melakukan hal yang serupa sebelumnya, yaitu pakai semacam penutup muka dan itu hanya kelihatan mata saja," ucap Dosma.
Sebab, sambung Dosma, dalam sebuah persidangan apalagi persidangan yang terbuka untuk umum itu tidak boleh ada suatu kerahasiaan atau hal yang ditutup-tutupi.
"Kita berharap seperti orasi yang sudah kita lakukan di awal bahwa kenapa ini harus ditahan? Karena dari awal mereka sudah mengklaim bahwa mereka ada dekingan. Ini akan merusak tatanan sistem peradilan di Indonesia. Jadi, jangan hanya karena dua manusia ini, sistem peradilan rusak. Apalagi ini Kota Medan, salah satu pengadilan terbesar di Indonesia," terangnya.
Untuk itu, Dosma mendesak pihak kejaksaan maupun pengadilan segera mengambil langkah tegas berupa penahanan terhadap kedua terdakwa. (deddy/hm20)