Friday, April 18, 2025
home_banner_first
HUKUM

Skandal Suap Hakim Kasus Korupsi Minyak Goreng, Begini Peran Kepala Legal Wilmar Group

journalist-avatar-top
Rabu, 16 April 2025 09.13
skandal_suap_hakim_kasus_korupsi_minyak_goreng_begini_peran_kepala_legal_wilmar_group

Head of Social Security and License Wilmar Group, Muhammad Syafei saat ditahan Kejagung. (f:net/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan peran Head of Social Security and License Wilmar Group, Muhammad Syafei (MSY) dalam skandal suap hakim yang memvonis ontslag atau lepas terhadap terdakwa korporasi pada kasus korupsi minyak goreng. Syafei disebut menjadi penyedia uang suap Rp60 miliar untuk memuluskan putusan kasus itu.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan pemberian suap itu berawal saat pertemuan antara Ariyanto (AR) selaku pengacara dari terdakwa korporasi kasus korupsi bahan baku minyak goreng dengan panitera bernama Wahyu Gunawan (WG). Keduanya telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Dalam pertemuan itu, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto kasus yang tengah berproses di PN Tipikor Jakpus itu harus diurus. Jika tidak, maka putusan yang dijatuhkan bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa.

"Saat itu, Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng mentah harus diurus. Jika tidak, putusannya bisa maksimal. Bahkan, melebihi tuntutan jaksa penuntut umum," kata Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).

Lalu, Wahyu meminta Ariyanto selaku penasehat tersangka korporasi untuk mempersiapkan biaya pengurusan kasusnya. Permintaan itu kemudian diteruskan Ariyanto kepada Marcella Santoso (MS) yang juga merupakan pengacara terdakwa korporasi.

Marcella juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu. Mendapat informasi itu, Marcella lalu bertemu dengan Syafei untuk menyampaikan informasi biaya pengurusan perkara tersebut. Syafei menyanggupi.

Hanya saja, Qohar menuturkan saat itu Syafei menyampaikan biaya yang disediakan pihak korporasi hanya sebesar Rp20 miliar. Menindaklanjuti hal itu, Wahyu bersama Ariyanto melakukan pertemuan dengan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang waktu itu Arif masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Dikatakannya, kasus tersebut tidak bisa diputus bebas, namun bisa diputus lepas atau onslag. Arif pun meminta agar uang Rp20 miliar tersebut dikali tiga sehingga totalnya menjadi Rp60 miliar.

"Dalam hal ini, MAN atau Muhammad Arif Nuryanta meminta agar uang Rp20 miliar dikalikan tiga, sehingga jumlahnya Rp60 miliar," kata Qohar.

Setelah pertemuan itu, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto agar segera menyiapkan uang sebesar Rp60 miliar tersebut. Permintaan itu diteruskan kepada Marcella yang kemudian menghubungi Syafei.

Disebut Qohar, Syafei menyanggupi permintaan Rp60 miliar itu dan langsung menyiapkan uangnya dalam bentuk pecahan mata uang asing.

Tak berapa lama, Syafei menghubungi Marcella dan menyebut uang yang diminta telah disiapkan. Marcella lalu mengarahkan Syafei kepada Ariyanto. Hingga akhirnya keduanya bertemu di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, dalam rangka penyerahan uang Rp60 miliar.

Uang senilai Rp60 miliar itu lalu diantarkan Ariyanto ke rumah panitera Wahyu Gunawan di kawasan Jakarta Utara. Oleh Wahyu uang itu langsung diserahkan kepada Arif.

"Saat penyerahan uang tersebut, Arif memberikan uang kepada Wahyu Gunawan sebanyak USD 50 ribu (setara Rp 839,9 juta)," ujar Qohar.

Kini, Syafei (MSY) telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.

"Penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup, sehingga pada malam ini menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY. Di mana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group," tutur Qohar.

Atas perbuatan itu, tersangka Syafei dikenai pasal 6 ayat (1) huruf a juncto pasal 5 ayat (1) juncto pasal 13 juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sebanyak tujuh tersangka dalam skandal suap vonis lepas kasus migor. Ketujuh tersangka terdiri dari empat hakim, satu panitera dan dua pengacara yakni Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel); Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim; Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim; ⁠Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim; Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera; Marcella Santoso (MS) selaku pengacara; dan Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacara.

Awalnya, ada tiga korporasi yang sejatinya sedang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dalam perkara dugaan korupsi minyak goreng atau migor itu. Ketiganya memberikan kuasa pada Marcella dan Ariyanto.

Secara mengejutkan, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam, dan Ali menjatuhkan putusan ontslag atau lepas yang artinya bahwa perbuatan yang dilakukan tiga korporasi itu bukanlah tindak pidana.

Dari pengusutan kejaksaan ditemukan adanya informasi dugaan suap di balik putusan itu. Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanto diketahui sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Waka PN Jakpus) yang memiliki wewenang menunjuk hakim yang mengadili perkara.

Singkatnya, terjadi kongkalikong antara pihak Marcella-Ariyanto dengan Muhammad Arif Nuryanto. Uang suap Rp60 miliar mengalir ke Arif Nuryanto dan sebagian diantaranya dialirkan ketiga majelis hakim. Namun, panitera, Wahyu Gunawan menjadi perantara suap. (dtk/hm18)

REPORTER:

RELATED ARTICLES