Saturday, May 3, 2025
home_banner_first
HUKUM

Sidang Pleidoi Korupsi, Eks Kabid Pelayanan Dinkes Tapteng Menangis: Anak Saya Sakit

journalist-avatar-top
Jumat, 2 Mei 2025 21.43
sidang_pleidoi_korupsi_eks_kabid_pelayanan_dinkes_tapteng_menangis_anak_saya_sakit

Herlismart Habayahan (kiri), Henny Nopriani Gultom (tengah), dan Nursyam selaku eks Kadinkes Tapteng (kanan). (f:deddy/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Eks Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Dinas Kesehatan (Dinkes) Tapanuli Tengah, Herlismart Habayahan, menangis saat menyampaikan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Herlis merupakan salah satu terdakwa kasus korupsi pemotongan Biaya Operasional Kesehatan (BOK) dan uang Jasa Pelayanan (Jaspel) Puskesmas se-Tapteng tahun anggaran 2023.

Ia menangis tatkala menyampaikan kondisi anaknya yang saat ini menderita sakit katarak serta epilepsi. Air mata Herlis makin tak terbendung ketika anaknya terus bertanya kapan dirinya pulang ke rumah.

Mulanya, Herlis menyampaikan bahwa dirinya memiliki tiga orang anak. Dari ketiga anak tersebut, dua di antaranya kembar dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

"Yang Mulia, melalui pleidoi ini saya ingin menyampaikan bahwa saya memiliki tiga orang anak. Anak pertama perempuan usianya masih lima tahun. Anak kedua perempuan dan laki-laki usianya dua tahun, mereka adalah kembar," ujarnya di Ruang Sidang Cakra 9 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Jumat (2/5/2025) sore.

Herlis menjelaskan, kedua anak kembarnya itu terlahir secara prematur pada saat usia kehamilan tujuh bulan karena kelelahan menyelesaikan laporan akhir tahun pada 28 Desember 2022 di Kantor Dinkes Tapteng.

"Sekitar pukul 19.00 WIB di tanggal yang sama, setelah pulang dari kantor, saya merasa letih dan saya pun beristirahat di dalam kamar. Tiba-tiba saya mengalami pecah ketuban. Kemudian, saya bersama suami berangkat ke Rumah Sakit Metta Medika Sibolga dan pada pukul 20.00 WIB saya harus dioperasi caesar," katanya.

Setelah selesai operasi, lanjut Herlis, kedua anak kembarnya tersebut dimasukkan ke dalam inkubator dengan memakai selang infus dan oksigen. Anaknya yang perempuan terlahir dengan berat badan 900 gram dan harus dirawat intensif selama 40 hari di dalam inkubator.

"Di usia empat bulan, saya merasa ada yang aneh pada kedua mata anak perempuan saya. Kemudian, saya bersama suami membawa anak kami ke rumah sakit mata di Medan. Setelah diperiksa, dokter mendiagnosis kedua mata anak kami mengalami katarak dan harus dioperasi," ucapnya terisak-isak.

Mendengar diagnosis tersebut, Herlis mengaku tak kuasa menahan sedih di hati. Beberapa hari kemudian, dirinya bersama suami memutuskan membawa anaknya ke rumah sakit spesialis mata di Penang, Malaysia.

"Di situ (Penang) juga disarankan dokter untuk operasi. Namun, berat badan anak saya harus normal dulu di mana waktu itu anak saya masih berusia enam bulan dengan berat badan 5,2 kg," tuturnya.

Kemudian, ketika anaknya telah menginjak usia satu tahun dan berat badannya telah mencapai 8,3 kg, Herlis kembali membawa anaknya ke rumah sakit spesialis mata di Penang untuk dioperasi.

"Sebelum dioperasi, anak saya diperiksa terlebih dahulu oleh dokter. Setelah diperiksa, kami sangat syok karena dokter mengatakan mata anak kami sudah rusak total. Kedua matanya sudah tidak berfungsi dan tidak ada gunanya dioperasi," ujarnya menangis kencang.

Selain itu, kata Herlis, anaknya tersebut juga menderita epilepsi dan membutuhkan perawatan intensif selama dua tahun.

"Saya mohon belas kasihan Yang Mulia, enam bulan saya ditahan dan jauh dari anak saya. Anak saya yang sudah tidak bisa melihat lagi, ada penyakit lain yang harus dideritanya, yaitu kejang tanpa ada demam," ucapnya tersedu-sedu.

Dia pun mengaku, sejak dirinya ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Perempuan Tanjung Gusta Medan, suaminya yang mengurus dan merawat seluruh anak-anak.

"Sejak saya ditahan, suami sayalah yang menjadi sosok ibu yang menggantikan saya di mana suami saya juga harus bekerja dan juga mengurus anak (pertama) saya masih TK. Anak saya yang sakit hanya bisa berbaring dan belum bisa bicara," tutur Herlis.

Herlis pun menyampaikan bahwa anaknya selalu menanyai di mana keberadaan dirinya dan kapan pulang ke rumah.

"Izinkan saya memohon kepada Yang Mulia bahwa anak saya sangat membutuhkan seorang ibu yang melahirkan dan mengurus mereka dari bayi. Anak saya yang berusia lima tahun terus bertanya kapan mama pulang? Kapan selesai sekolah mama?" lanjutnya.

Untuk itu, ia pun meminta kepada majelis hakim yang diketuai As'ad Rahim supaya dapat meringankan hukumannya. Herlis mengaku bersalah dan sangat menyesal dengan terjadinya kasus ini.

"Setiap suami saya dapat hadir pada waktu persidangan, anak saya selalu menitipkan surat kepada saya yang isinya anak saya rindu (dengan saya). Melalui pleidoi ini, saya sangat bermohon kepada Yang Mulia kiranya dapat menolong saya dan keluarga saya dengan memberikan hukuman yang sanksi atau seringan-ringannya kepada saya," tuturnya.

Rekan Herlis Juga Minta Keringanan

Senada dengan Herlis, eks Kepala Seksi Pelayanan Rujukan Dinkes Tapteng, Henny Nopriani Gultom, yang merupakan terdakwa lainnya dalam kasus ini juga meminta hukumannya diringankan.

Penasihat hukum Henny, Rizky Irdiansyah, mengklaim kliennya tidak terpenuhi melakukan tindak pidana, sehingga harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum.

Diketahui, sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menuntut Herlis dan Henny masing-masing dua tahun penjara.

Selain penjara, keduanya juga dituntut membayar denda sebesar Rp100 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak tersebut dibayar, maka diganti atau subsider tiga bulan kurungan.

Tak hanya itu, kedua terdakwa tersebut juga dituntut membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara. Herlis dituntut membayar UP senilai Rp20 juta, sedangkan Henny sejumlah Rp21 juta. UP tersebut pun telah mereka bayarkan.

JPU menilai keduanya telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, yaitu Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (deddy/hm17)

REPORTER:

RELATED ARTICLES