11.6 C
New York
Sunday, April 28, 2024

Inflasi AS Relatif Panas, Nilai Rupiah Justru Menguat

Jakarta, MISTAR.ID

Mata uang rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), walaupun data inflasi Negeri Paman Sam itu masih relatif panas.

Dirangkum dari Refinitiv, rupiah ditutup di digit 15.685/US$ atau menguat 0,03 % terhadap terhadap dolar AS. Posisi ini sama dengan penguatan pada penutupan perdagangan, pada Rabu (11/10/23) yang juga menguat 0,25 % dan terkuat mulai 6 Oktober 2023.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Kamis (12/10/23) sekitar pukul 14.58 WIB, menempati posisi 105,69 atau turun 0,12 % apabila dibandingkan penutupan perniagaan, Rabu (11/10/23) yang diakhiri di angka 105,82.

Baca juga: Awal Minggu Ini Nilai Rupiah Menurun 0,3 Persen per Dolar AS

Rabu (11/10/23) malam, AS sudah mengumumkan data Inflasi harga produsen (PPI) di negara itu. Secara bulanan, PPI September menurun ke 0,5% dibandingkan bulan sebelumnya 0,7%, namun masih lebih hot dari prediksi pasar di 0,3%. Sementara dalam basis tahunan, PPI justru 2,2% dianalogikan bulan Agustus sebesar 2% dan ekspektasi pasar di 1,6%.

Malam hari ini akan menyiarkan fakta inflasi konsumen (CPI) yang digadang akan sebagai data penting yang mendadari kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) nantinya.

Sebagai penjelasan, inflasi AS per September 2023 diproyeksikan dapat tumbuh 3,6% secara tahunan (yoy), menurun dari bulan sebelumnya 3,7% yoy. Sedangkan inflasi inti AS diinginkan meluncur ke 4,1% yoy dibanding sebelumnya 4,3% yoy.

Baca juga: Rupiah Kembali Melemah Jadi Rp15.600 per Dolar AS, Ini Penyebabnya

Secara menyeluruh angka ekspektasi masih panjang di atas target The Fed di kisaran 2%. Sepertinya tahun ini tak memungkinkan dalam menggapaike target tersebut. Kini konsentrasi lebih pada pengharapan pasar, apabila inflasi tumbuh lebih lambat maka pelaku pasar harus berhati-hati.

Pasalnya, inflasi yang masih panas akan memantik The Fed selalu hawkish. Sesuai peringkat CME FedWatch, 8,6% pelaku pasar bahwa The Fed menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) pada Federal Open Market Committee (FOMC) November nanti. Sedangkan 26% pelaku pasar justru percaya kenaikan tersebut terjadi pada Desember 2023.

Keraguan ekonomi AS, dinamisnya data ekonomi AS, serta ketatnya pasar keuangan menyebabkan The Fed lebih waspada. Pasar saat ini memandang jika The Fed sudah beralih fokus bukan lagi ke berapa kenaikan, tetapi seberapa lama suku bunga tinggi bakal dipertahankan.

Baca juga: Tingginya Inflasi, IMF Potong Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia di 2024

Apabila suku bunga  mengalami kenaikan dengan sikap hawkish The Fed, maka bisa menekan pasar keuangan Indonesia, begitu juga nilai tukar rupiah.

Capital outflow pun terjadi dari pasar keuangan Indonesia, salah satunya SBN, akibat imbas hasil US Treasury tenor 10 tahun lebih menarik dengan rating jauh lebih bagus dibandingkan surat utang tanah air. (cnbc/hm16)

 

Related Articles

Latest Articles