Jakarta, MISTAR.ID
Dampak ragam masalah yang terjadi, nilai pasar saham Starbucks turun sebesar 10,98 miliar dolar AS atau sekitar Rp 155,02 triliun. Salah satu pemicu tidak lepas dari aksi boikot. Termasuk juga soal promosi liburan yang tidak berhasil.
Pasar saham cukup menahan Starbucks ketika mereka diperhadapkan dengan masalah sosial yang kompleks, sehingga mendorong para investor mundur. Ini yang membuat saham turun terpanjang sejak penawaran umum perdana di tahun 1992.
Sejak promosi Red Cup Day pada 16 November dijalankan selama 19 hari, saham Starbucks anjlok 8,96 persen, setara dengan kerugian hampir 11 miliar dolar AS. Masalah itu muncul saat penjualan melambat dan lemahnya respons terhadap musim liburan.
Respons perusahaan yang cepat pun justru memicu serangkaian boikot. Seruan bertindak serentak bergema di seluruh platform media sosial. Kemudian tindakan hukum perusahaan terhadap serikat pekerja justru meningkatkan perdebatan.
Baca juga:Â 300 Ribu Botol Starbucks Vanilla Frappuccino Ditarik dari Peredaran
Beban perusahaan ini semakin bertambah ketika para pekerja yang tergabung pada serikat pekerja melakukan aksi mogok kerja. Di mana mereka mendesak agar penempatan staf, penjadwalan, dan tawar-menawar mengenai negosiasi kontrak diperhatikan. Para pekerja turut menuntut kondisi kerja yang lebih baik, terutama saat beban kerja padat yang sangat menguji batas kapasitas dan semangat kerja staf.
Hanya saja, perusahaan tersebut malah membantah telah bertindak salah dalam skenario tersebut, namun menghadapi tantangan guna mempertahankan reputasi mereknya di tengah berbagai isu global yang memecah belah.
Baru-baru ini, CEO Starbucks Laxman Narasimhan mengaku sangat optimis soal diversifikasi saluran perusahaan dan kemampuannya untuk melibatkan pelanggan walau ada tantangan makroekonomi dan perubahan perilaku konsumen.
Baca juga:Â Gunakan Bahan Kadaluarsa, 2 Gerai Starbucks di China Didenda Rp3 Miliar
Perpaduan tantangan yang sedang dihadapi Starbucks tidak sebatas boikot dan kombinasi pemogokan buruh serta lemahnya lalu lintas pejalan kaki. Red Cup Day yang biasanya meriah tahun ini diredupkan oleh pemogokan staf yang mengganggu layanan di lebih dari 200 lokasi di AS.
Promosi yang dikenal dengan menghadiahkan cangkir merah agar dapat digunakan kembali kepada pelanggan dan menandai dimulainya musim liburan, mengalami penurunan tajam dalam jumlah pengunjung.
Pada tahun 2022 metode promo itu menghasilkan rekor hari penjualan meski ada lebih dari 100 toko yang mogok. Kali ini kesuksesan sebelumnya tidak dapa diulangi dengan data Placer.ai menunjukkan peningkatan pengunjung sebesar 31,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 81 persen.
Analis JPMorgan Chase & Co John Ivankoe mencatat adanya perlambatan signifikan pada November. Itu menyesuaikan perkiraan pertumbuhan penjualan ke bawah karena keceriaan hari libur gagal menandingi semangat kegilaan Pumpkin Spice Latte di musim gugur.(republika/hm17)